Sabtu, 22 September 2012

sosiologi organisasi



BAB 5
VARIABEL INDIVIDU DAN HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DALAM ORGANISASI
5.1. VARIABEL INDIVIDU
5.1.1. Persepsi dan Sikap
1. Persepsi
            kata persepsi acapkali dimaknakan dengan : pendapat, sikap penilaian, perasaan, dan lain –lain. yang pasti tindakan persepsi, penilaian dan perasaan, bahkan sikap selalu berhadapan dengan suatu objek atau peristiwa tertentu. berhubung persepsi melibatkan aktivitas manusia terhadap objek tertentu maka persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau hubungan – hubungan ynag diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang pesan objek itu.
2. Sikap
            Makna sikap tidak hanya sekedar  menyimpulkan dan menafsirkan pesan, yang berkaitan dengan:
Ø  sifat dasar sikap,
sifat–sifat dasar sikap biasa dikaitkan dengan dua prinsip utama yaitu, tentang pengertian sikap itu sendiri yakni sebuah system penilaian yang relatif bertahan. Ada perbedaan yang diakibatkan oleh dampak sikap terhadap tindakan sosial, yang sangat tergantung pada sikap utama. sifat dasar mengandung tiga kriteria pokok, yaitu : subyek dan obyek sikap, struktur dan komponen sikap, dan karekteristik sikap.
Ø  proses pembentukan sikap dan perubahan sikap.
gambaran tentang struktur, karekteristik sikap tersebut diatas menunjukan bahwa pembentukan dan perubahan atas sikap bisa terjadi karena :
a.       sikap manusia dibentuk atau diubah dalam suatu proses untuk memuaskan keinginannya.
b.      sikap seseorang dibentuk atau diubah oleh informasi yang diperoleh, bukan semata-mata hanya karena untuk pemenuhan akan keinginan atau kepuasan.
c.       sikap dibentuk atau diubah karena afiliasi kelompok, tergantung berdasarkan pandangan akan nilai dan norma sosial yang berlaku.  
Ø  kesimpulan analisis sikap
sikap bisa berubah bergantung dari skala multipleksitas/simpleksitas, konsistensi, interkoneksitas, konsinans, jumlah keinginan dan nilai sentral yang berkaitan dengan sikap. juga karena adanya pertambahan informasi, perubahan dalam kelompok afilasi, pemerkuatan perubahan prilaku terhadap obyek, dan melalui prosedur perubahan kepribadian.
5.1.2. Sikap Karyawan Terhadap Organisasi
1. Sikap dan Aspirasi
            sikap individu dalam organisasi antara lain ditentukan oleh tingkat aspirasi karyawan terhadap organisasi, aspirasi itu perlu dijawab oleh organisasi, apakah seorang pegawai merasa pelbagai kebutuhannya dapat dipenuhi oleh organisasi.
            Maslow (1954) telah mengajukan teori piramida kebutuhan manusia yang ditentukan oleh factor kebutuhan, berupa kebutuhan fisik, kemanan dan kesejahteraan, merasa dimiliki, dihargai, dan dilibatkan.
2. Kepuasan kerja
            Robinson dan Cannors (1963) menemukan bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Antara lain adalah, pengawasan, isi kerja, kemampuan, keterampilan, pendidikan, ketidakhadiran, prestasi, administrasi, peningkatan, aspirasi, sikap, otomatisasi, otonomi, kesejawatan dengan teman sekerja, kreativitas, kesempatan untuki menyatakan diri, ketangkasan, keterlibatan dimasa lalu, pengalaman, kelelahan, kebebasan dan kemardekaan, kesehatan, hubungan manusia, perbesaran pekerjaan, kepemimpinan, hal menyesuaikan diri dengan lungkungan sekitarnya, umur panjang, dan lainnya.
5.1.3. Karakteristik Pekerjaan
            variable – variable yang secara langsung berkaitan dengan peranan karyawan adalah :
a.       pengambilan keputusan.
merupakan variable yang menentukan tingkat kebebasan seseorang berkaitan dengan pekerjaannya. Baldrige (1971) menartikan pengambilan keputusan merupakan proses penerjemah kekuasaan kedalam kebijaksanaan tertentu.
French, Israel dan Aos ( 1960 ) telah memperlihatkan manakala sebuah organisasi meningkatkan partisipasi karyawan maka meningkat pula minat mereka untuk bekerja. peningkatan minat kerja akan memepengaruhi peningkatan priduktivitas yang kadang kala lebih cepat waktu produksi daripada sebelumnya.
b.      status pekerjaan
Status pekerjaan secara umum ditentukan oleh kedudukan dan hirarki kewenangan, dimana orang cenderung untuk mengevaluasi orang laindalam organisasi hanya karena orang itu mempunyai kekuasaan tertentu terhadap suatu kerja yang dibawahi.
Ada dua factor yang menentukan sattus pekerjaan, yaitu tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Pavalko (1971:132) mengakui pendidikan dan pendapatan berkaitan dengan status pekerjaan. semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar pula status seseorang dalam organisasi, karena itu pendapatan yang bersumber dari sattus itupun semakin besar.
c.       pekerjaan rutin dan menonton
Walker (1950), dalam sebuah study klasik mengenai tampilan karyawaan atas jenis pekerjaan rutin disebuah bagian pabrik IBM menemukan para pekerja cenderung mengusahakan variasi atas pekerjaannya, tujuannya agar mereka tidak merasa jenuh atas pekerjaannya itu.
5.1.4. Memaknakan Peran dan Tampilan Peran
1. Produktivitas
           produktivitas yang berasal dari kata  dasar produk ( produce ), bermula dari bahasa latin, prodecure yang bearti membuat dean menghasilakan sesuatu dari proses kerja pabrik, yang dalam bahasa inggris disebut production. hasil kerja production disebut product, apabila pengahsilan itu ditingkatan kuantitas akan menjadi labih berkualitas disebut productive. dengan demikian produktivitas adalah peningkatan dan pengembangan proses pekerjaan dan pabrik agar hasilnya menjadi lebih berkualitas dan punya nilai baru.
2. Pengkhususan dan kejelasan peran
           role specify atau role clarity, dapat diartikan dengan pengkhususan peran dan kejelasan peran. pengkhususan dan kejelasan peran bermakna sebagai tingkat penerimaan seseorang karyawan atas pekerjaan yang dibebankan kepadanya. banyak penelitian menunjukan apabila seorang karyawan merasa peranannya jelas, apalagi peran itu merupakan peran khusus yang dibebankan kepadanya maka dia akan bekerja dengan penuh tanggung jawab.
           Hickson (1966) juga mengemukakan, bahkan organisasi juga dapat digolongkan melalui jumlah kekhususan peran yang terkandung didalamnya. studi–studi tentang perubahan organisasi menunjukan, kekhususan pekerjaan timbul karena modifikasi pekerjaan, atau usaha mengeleminasi pekerjaan agar menjadi lebih sederhana dan profesional.

5.2. VARIABEL HUBUNGAN ANTARPRIBADI  
5.2.1. Hubungan Antarpribadi dalam Organisasi
            Organisasai bisa diartikan sebagi wadah, wahana, dan media perkumpulan sejumlah orang yang telah menetapkan keinginan dan kehendaknya untuk bekerja sama mencapai tujuan. kata perkumpulan orang mengacu pada hakekat kelompok wadah jalinan interaksi pribadi.
            Ditinjau dari segi sosiologi, organisasi merupakan satuan ossial atau komunitas khusus yang merupakan gabungan dan ikatan pribadi karyawan yang mempunyai nilai dan norma yang sama. sedangkan menurut tinjauan psikologi, kelompok terbentuk karena ikatan psikologis, dan dalam ranah psikologis sosial, kelompok diasumsikan sebgai wadah manifastasi peranan dan kedudukan pribadi dalam konteks satuan sosial.
5.2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hubungan antar Pribadi
1. pengaruh persepsi antar pribadi
            Manusia memperesepsi manusia lainnya atau benda–benda disekitarnya. persepsi terhadap manusia selalu disebut persepsi antarpribadi, sedangkan kepada yang bukan manusia disebut persepsi objek.
            ada beberapa factor yang menentukan persepsi antarpribadi, yaitu :
a.       factor situasional
Seringkali kita mepresepsikan manusia, termasuk manusia dalam organisasi, malului gambaran–gambaran pesan yang disampaikan melalui stimulus yang mereka pancarkan kepada kita.
b.      factor personal
Persepsi juga dipengaruhi oleh factor personal antara lain, pengalaman, motivasi, dan kepribadian.
c.       proses pembentukan kesan
Persepsi terhadap orang lain kerap lain ditentukan oleh factor pembentukan kesan, yaitu factor stereotif dan atribusi.
2. konsep  diri
            Dalam psikologi, konsep diri merupakan sesuatu yang penting, bagaimanamengajarkan kepada kita mengenal diri sendiri baru berhubungan dengan orang lain. ibarat kata anda dan saya diperintah oleh suara bathin untuk bercermin sendiri. bagaiman konsep diri itu dibentuk ?. itulah yang sisebut konsep diri, yang berkaitan dengan beberapa hal yaitu : pembentukan konsep diri, pengunkapan diri, akurasi konsep diri dan fungsi konsep diri.
3. Atribusi dan Atraksi
            Persepsi tentang orang lain  juga ditentukan oleh atribusi yaitu proses penyimpulan motif, maksud, sifat, dan karakteristik orang lain yang tampak waktu kita berkomunikasi. menurut De vito (1978), ada beberapa bentuk atraksi antara lain, daya tarik (fisik, psikologi, dan sosiantropologis), kedekatan, peneguhan, kasamaan–kesamaan, dan saling melengkapai.
            Apabila diantara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok semakin banyak mempunyai kesamaan karakteristik maka semakin besar peluang mereka berinteraksi, keadaan ini disebut dengan hemophili. sebaliknya apabila semakin banyak perbedaan karakteristik maka semakin kecil pula kemungkinan mereka untuk berinteraksi, keadaan ini disebut heterophili.
5.2.3. Tahap Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok antara lain ditandai oleh komunikasi, komunikasi itu didahului oleh interaksi, interkasi dengan frekuensi tertentu bisa ditingkatkan karena anda dengan orang lain berdekatan secara geografis (tempat tinggal), berada dalam satu kantor atau unit kerja, atau karena kesamaan psikologis dan lain–lain.
            Paling tidak setiap pembentukan kelompok mengikuti tiga tahap, yaitu : tahap orientasi, evaluasi dan tahap kontril atau mencari perbaikan.
5.2.4. Masalah Kohesi dan Efektivitas Kelompok
            Emile Durkheim (1951) adalah seorang ilmuan sosial yang mula–mula menganjurkan istilah komunitas profesional sebgai faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan dan kemunduran kohesivitas dan solidaritas kelompok.
Istilah kohesivitas mangacu pada kecendrungan para anggota kelompok agar tetap bersatu. hal ini dapat diukur dengan ada atau tidaknya semangat kita kerjasama dalam satu waktu tertentu. untuk mengukur rasa kita maka dalam sosiologi digunakan metode pengukuran sosiometri yang menghasilkan perasaan ingroup dan outgroup terhadap kelompok.
            Deutchar dan Deutchar (1955), telah mnyelidiki tingkat kohesi anggota organisasi.dia menyebutkan itu dalam hasil studynya terhadap komite kolumbia untuk keseimbangan rasial. menurut dia kohesivitas, terbentuk oleh factor–factor yang membuat semua anggota kelompok bersama mamalihara kekompakan diantara mereka. hasil penelitian menunjukan bahwa kebersamaan itu membutuhkan consensus tertentu yang hendak dicapai terutama untuk mengatasi masalah yang bersifat dilematis.
            kesimpulan, pengukuran tingkat efekticitas itu sangat rumit. namun ada cirri yang umum untuk memandang tingakat efektivitas itu, yakni sejauh mana manusia dapat bekerja sama dalam beragam bentuk kebutuhan serta harapan yang berbeda – beda. karena itu kepuasan atas hasil kerja sama pun berbeda – beda dintara menusia. namun kadang - kadang justru terjadi pengukuran efektivitas itu tidak memperhitungkan sejauhmana organisasi memuaskan kebutuhan dan keinginan para karyawan.
5.2.5. Teori – Teori Hubungan Antarpribadi
1. Teori Persepsi Antarpribadi
·          Pandangan Dasar
Teori persepsi antar pribadi dirintis oleh R.D. Laing, yang mengatakan bahwa sebagian besar prilaku komunikatif manusia dibentuk oleh persepsi (pengalaman) tatkala dia sebagai kunikator berhubungan dengan komunikan. dalam hal ini laing menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memeplajari keberadaan manusia melalui analisis terhadap pengalaman maupun kenyataan hidup individu. dia lalu membedakan secara tegas antara pengalaman dengan perilaku.
·         Bentuk Tindakan Antarpribadi
Gagasan lain tentang tindakan antarpribadi sungguh fositif sehingga disebut dengan baikoleh para ahli komunikasi. meskipun para ahli komunikasi mengingatkan agar berhati–hati menerapkan konsep tindakan antarpribadi jika kita tidak mengingatkan efek komunikasi yang disfungsional serta menyakitkan. menurut lain ada empat bentuk tindakan antarpribadi, yaitu : tindakan komplementer, konfirmasi, kolusi, dan atribusi.
2. Teori Atraksi Antarpribadi
·         Teori Kesiapan Komunikasi
Albert Mehrabain (1967), telah membuat suatu analisis mengenai tingkah laku hubungan antarpribadi dan komunikasi antarpribadi. dia menempatkan factor atraksi atau daya tarik menjadi factor utama yang menentukan interaksi antarmanusia. menurut mahrabainada tiga metafora tingkah laku yang menetukan tingkat kesiapan dan perasaan suka dalam hubungan antarpribadi, antara lain : factor perasaan suka / liking yang sering disebut metaphor of immediacy, factor kekuasaan atau metaphor of power, dan factor responsive atau metaphor of responsive.
·         Teori Kognitif
Newcomb (1953) menytakan bahwa interaksi antarpribadi sangat bergantung dari konsistensikognisi dengan orientasinyaterhadap objek. newcomb menggunakan istilah orientasi untuk menggambarkan  relasi manusia sebagai objek dalam lingkungannya. orientasi terhadap objek meliputi hubungan ynag bersifat langsung, selektif dan perhatian tertentu terhadap objek.
3. Teori Kebutuhan Antarpribadi
·         Teori FIRO ( fundamental interpersonal relation orientation )
Teori ini diperkenalkan oleh William schutz ( 1958 ), schutz mengakui bahwa asumsi dasar yang dia gunakan untuk menyusun teori firo sangat dipengaruhi oleh pemikiran aliran psikoanalisis dan Sigmund freud. schutz berasumsi bahwa manusia membutuhkan manusia lainnya.
4. Teori Jendela Johari
            Teori ini diciptakan oleh Johary ingham, dimana para psikologi kepribadian menganggap bahwa model teoritis yang dia ciptakan merupakan dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antarpribadi secara manusiawi.
            Jendela johari terdiri dari empat bingkai, yang masing–masing bingkai berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapakan dan memahami diri sendiri dan orang lain. asumsi johari kalu setiap individu bisa memahami diri sendiri meka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya disaat berhubungan dengan orang lain.
·         menunjukan orang yang terbuka terhadap orang lain.
·         adalah bidang buta.
·         disebut bidang tersembunyi yang menggambarkan keadaan bahwa berbagai hal diketahui sendiri.
·         disebut bidang tidak dikenal yang menggambarkan berbagai hal tidak diketahui orang lain atau diri sendiri.
5. Teori Analisis Transaksional
            Teori ini diperkenalkan oleh seorang penganut paham humanistik, yakni Eric Berne seorang ahli ilmu jiwa. kata transaksi dalam kajian ekonomi selalu diartikan sebgai sebuah proses pertukaran barang dan jasa, wadah tempat pertukaran barang dan jasa, atau pertemuan antara penjual dan pembeli disebut pasar. namun kata transaksi yang dijelaskan ini mengarah pada hubungan antarpribadi manusia, maka transaksi bearti pesan – pesan, gagasan, ide dan informasi. tujuan analisis transaksional antara lain untuk mengkaji secra mendalam proses transaksi (siapa yang terlibat dan pesan apa yng dipertukarkan).
6. Teori Konflik Sosial
            Konflik dalam pandangan ilmu komunikasi, berakar dari interaksi antarpribadi, antar kelompok yang berlangsung dalam suatu pranata sosial. dalam konsep sosiologi, interaksi antarpribadi dapat berbentuk kerjasama / koperasi, persaingan / kompetisi, dan pertentangan / pertikaian, dan konflik yang terjadi dalam proses sosial.
            Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa interaksi sosial antar manusia terjadidalam konteks proses sosial, yakni : proses yang asosiatif berupa akomodasi, akulturasi dan asimilasi, dan proses yang disosiatif berupa persaingan / kompetisi, kontraversi dan konflik.

7. Teori Permainan
            Teori permainan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari teori konflik sosial. teori permainan dikembangkan oleh Von Neumann dan Morgenstern. awal mula teori ini dikembangkan untuk mempelajari prilaku ekonomi individu. teori permainan sangat besar manfaatnya bagi pelbagai disiplin ilmu. terutama bagi yang memerlukannya dalam proses pengambilan keputusan, memilih satu alternative yang tepat, menetapkan tujuan yang bersifat kompetitif, dan tujuan kerjasama.
5.3. METODE–METODE PENGAWASAN
            Gaya pengawasan adalah satu unsur kepemimpinan yang biasa dijadikan sebagai variable bebas yang berpengaruh terhadap organisasi, kegiaatan pengawasan merupakan kewajiban setiap atasan untuk mengikuti perilaku bawahan agar para bawahan itu taat pada peraturan–peraturan dan prosedur yang ada. praktek perilaku seorang pengawas sangat ditentukan oleh factor tingkat pendidikan, pengalaman kerja yang diukur dengan jumlah tahun bekerja pada organisasi, senioritas dalam suatu pekerjaan, tipe penampilan kerja, perbedaan umur maupun kekuatan kelompok.
            Fleishman dan Haris (1962) juga mengemukakan bahwa peranan pengawas mengandung beberapa dimensi. Keduanya membedakan antara pengawas yang sekedar memberikan pertimbangan dengan pengawas yang menginisiasi struktur. yang dimaksudkan dengan pengawas yang memberikan pertimbangan adalah pengawas yang salalu menciptakan suasana keadilan, keramahtamahan, dan saliing memberi dan menerima antara atasan dan bawahannya, suasana ini yang selalu dengan perilaku human relation. perilaku human relation para pengawas hendaknya diarahkan agar para bawahan dapat memenuhi keinginan mereka yakni terlibat dalam pengambilan keputusan, terlibat dalam berbagai pemenuhan kebutuhan bersama, berpartisipasi dan melakukan komunikasi sambung dua arah.

BAB 7
POLA – POLA WEWEANAG DAN STRUKTUR ORGANISASI
7.1. PENGANTAR
            Setiap organisasi tidak peduli ukuran dan bentuknya, mempunyai pola wewenang yang memperlihatkan fungsi hubungan antara struktur atas dengan struktur bawah. pada setiap tingkat kewenangan organisasi itu ada seorang pemimpin dengan sejumlah orang yang menjadi pengikut. sebutan untuk mereka yang menduduki struktur ataspun bermacam – macam.
Pemimpin
pengikut
Membuat inisiatif
Memimpin, mengangkat telepon, dan membuat hubungan.

Melewatkan waktu untuk merencanakan, mengantisifasi masalah.

Menginventarisasikan waktu dengan orang.

Mengisi kalender dengan rencana.
Bereaksi
Mendengarkan, menunggu telepon bordering.

Melewatkan waktu dengan menghayati hidup sehari – hari, bereaksi terhadap masalah.

Melewatkan waktu dengan orang lain.

Mengisi kalender dengan prioritas.

7.2. KEKUASAAN DALAM ORGANISASI
            Didalam kasus organisasi, kekuasaan dapat diartikan sebagai orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bisa menjadi pengikutnya. kekuasaan tersebut dapat menentukan penggantian karyawan, kepuasan kerja, produktivitas, moral kelompok, hingga ke perubahan organisasi secara menyeluruh. didalam organisasi, kekuasaan itu diakumulasi den dimanifestasikan melalui perilaku pribadi pemimpin, misalnya melakukan pengawasan menejerial terhadap semua unit yang berada dibawahnya.
7.3. BEBERAPA SKEMA KLASIFIKASI KEKUASAAN
            Yang dimaksudkan dengan skema klasifikasi kekuasaan adalah skema yang menunjukan pengelompokan atau katagorisasi kekuasaan. didalam kepustakaan ilmu sosiologi disebut tipe – tipe kewenangan dari kekuasaan, yang terpusat pada : relevansi kekuasaan terhadap sifat dasar dan pengembangan pola – pola wewenang dalam organisasi, daya guna dan kejelasan prilaklu organisasi, dan beberapa temuan akhir tentang kekuasaan dalam kepustakaan organisasi modern.
7.3.1. Tipe Legitiminasi Kekuasaan dari Max Weber.
·         tipe kekuasaan kharismatik, yang  merujuk pada seseorang yang memiliki charisma khusus untuk menarik perhatian para pengikut.
·         tipe kekuasaan tradisional, yang merujuk pada suatu kekuasaan yang diperoleh secara turun – temurun atau kekuasaan yang diwarisi.
·         tipe kekuasaan hokum rasional, yang didasarkan pada peraturan yang bersistem.
7.3.2. Tipe Kekuasaan Sosial dari French dan Raven
            French dan Raven (1959) telah menetapkan lima jenis kekuasaan yang mempengaruhi hubungan antarpribadi yaitu : kekuasaan  memberikan ganjaran, kekuasaan memaksa, kekuasaan karena keahlian, kekuasaan karena referensi atau relasi pribadi, serta kekuasaan karena legitimasi.
7.3.3. Skema Compliance-Involvement dari Etzioni
            menurut konsep ini ada tiga kekuasaan dalam organisasi yaitu : kekuasaan untuk menggunakan kekerasan atau paksaan, kekuasaan untuk mendatangkan keuntungan atau balas jasa, serta kekuasaan yang didasarkan pada norma. Ada tiga jenis kekuasaan yang mempengaruhi hubungan antara atasan dengan bawahan, yakni : koersif alienative, remuneratife calculative, dan normative moral.
7.4. BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN
            Setiap organisasi mempunyai aturan yang mengatur hubungan antara atasan dan bawahan yang dengan mata awam biasa dilihat pada gambar struktur organisasi. Struktur organisasai dapat menunjukan arus hubungan kerja antara setiap orang dalam organisasi. namun masih ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu ukuran organisasi, kompleksitas, jumlah jabatan, rentang kendali pengawasan, dan teknologi.
7.5. MODEL – MODEL KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
7.5.1. Pengantar
            Studi kepemimpinan sebenarnya berawal dari studi tentang kelompok, dinamika kelompok – kelompok dalam studi sosiologi. studi tentang kepemimpinan berkembang pesat, karena kepemimpinan berkaitan erat dengan dengan manusia itu dijadikan sebagai objek formal studi, psikologi, administrasi, manajemen, komunikasi dan lain – lain. pandangan beragam bidang ilmu kepada pemimpin itu sekaligus juga menunjukan bahwa pemimpin dan kepemimpinan masih dianggap sebagai tema penting dalam kehidupan kelompok manusia serta organisasi.
            Gibb ( 1969 ) yang telah melakukan serangkaian studi tentang kepemimpinan, khususnya tingkah laku kepemimpinan dalam organisasi–organisasi yang memberikan beberapa pengertian pemimpin, antara lain :
a.       pemimpin adalah individu dalam sebuah unit kerja yang selalu harus memenuhi minat dan harapan semua orang.
b.      pemimpin adalah orang terkemuka dalam organisasai yang merupakan pusat perhatian prilaku para anggotanya.
c.       pemimpin adalah seseorang yang secara sosiometik paling disukai seluruh anggotanya.
d.      seorang pemimpin merupakan seseorang yang dilatih untuk mempengaruhi orang lain.
e.       pemimpin merupakan seorang ketua yang mengepalai.
7.5.2. Model – Model Pendekatan Studi Kepemimpinan
1. Pendekatan Perangai.
            Pendekatan ini dimulai oleh Bird (1940) yang berasumsi bahwa pemimpin mempunyai perangai yang lebih baik diatas rata–rata yang dimiliki anggotanya. Ada empat aspek yang menonjol dari temuan Bird yaitu, cirri pemimpin ynag berkaitan dengan, intelegensi, inisiatif, rasa humor dan keterbukaan.
2. Pendekatan Gaya (Style)
            Asumsi pendekatan gaya (style approach) sederhana, siapa yang bisa memanfatkan perilaku secar fositif maka dia dapat menjadi pemimpin yang sukses. perilaku sangat menentukan kepemimpinan. studi klasik tentang kepemimpinan berdasarkan prilaku dan gaya telah dilakukan oleh Lewin (1939), Lippet dan White. Dari percobaan yang telah dilakukan itu ditemukan beberapa tipe kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan oktokratif,  partisipatif/demokratif, dan laissez faire.
3. Pendekatan Situasional
·         Model Kontingensi-Fiedler
Berkeyakinan bahwa setiap pemimpin dapat sukses karena dipengaruhi oleh tiga factor yaitu : jumlah atau besarnya kekuasan dan pengaruh pemimpin dalam kelompok, struktur tugas, dan berhubungan antarpribadi, antar pimpinan dengan kelompok.
·         Model Hersey dan Blancard
Hersey dan blancard mengajukan asumsi bahwa kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh orientasi hubungannya dengan tugas dan manusia, sejauh mana pemimpin mengkombinasikan perilakunya pada situasi yang berhubungan dengan tugas dan manusia/anggota dalam suatu dimensi waktu tertentu.
4. model hubungan antara pemimpin dengan anggota
·         model Bormann, yaitu dengan menghubungkan komunikasi dengan kelompok.
·         model fisher dan hawes, hubungan berdasarkan katagori.

BAB 8
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

8.1. PENGANTAR
            Adalah kalaziman, kalau orang mengangap bahwa kewenangan dan kewibawaan seseorang dalam sebuah organisasi sangat ditentukan oleh kedudukan orang itu pada struktur dan hirarki dalam organisasi tersebut. kita bisa mengatakan bahwa kedudukan dan kewenangan seseorang bersumber dari struktur dan hirarki organisasi.
            organisasai menetapkan (roles) kepada setiap orang yang menjadi anggotanya, peran – peran itu kemudian dioprasionalisasikan kadalam tugas (task) dan fungsi (function). opresionalisasi tugas dan fungsi yang beranekaragam dan bertingkat – tingkat itu disesuaikan dengan jabatan yang bersifat structural dan fungsionsal, skaligus menunjukan kedudukan (tinggi dan rendah) serta kewenangan ( besar dan kecil ) seseorang.
8.2. APA ITU KOMUNIKASI
8.2.1. Pengertian Komunikasi
            Pengertian yang paling sederhana tentang komunikasi selalu menawarkan makna, bahwa komunikasi merupakan kagiatan komunikator dengan komunikan yang mempertukarkan dan memberikan makna yang sama atau informasi untuk suatu tujuan tertentu, melalui media, metode, teknik, atau cara–cara yang telah ditetapkan. definisi ini menunjukan, proses komunikasi melipuiti beberapa unsur pokok, yang oleh Aristoteles disebut, komunikator, komunikan, dan pesan.
8.2.2. Proses Komunikasi 
            Karekteristik komunikasi dapat dibedakan melalui: jumlah orang ynag terlibat, kedekatan fisik antara komunikator dan komunikan, sifat umpan balik, peranan komunikasi, adaptasi dan tujuan serta harapan. Sekaligus menggambarkan kedudukan organisasi komunikasi berada diantara komunikasi mengarah ke antarpribadi dan kelompok kecil dengan komunikasi masa yng mengarah kepada public. berdasarkan kedudukan itu maka komunikasi organisasi memiliki karakteristik sangat relative. relative dalam jumlah anggota, kedekatan fisik, sifat umpan balik pesan, peranan, proses adaptasi pesan, serta tujuan dan harapan. relativisme tersebut mendorong kita untuk merencanakan suatu proses komunikasi yang berstruktur, apalagi komunikasi itu berlangsung dalam konteks organisasi.
·         menentukan sasaran / komunikan.
·         menentukan komunikator.
·         menentukan pesan.
·         menentukan media.
·         menentukan konteks.
8.2.3. Prinsip Pelaksanaan Komunikasi
            ada beberapa prinsip pelaksanaan komunikasi dalam organisasi, yaitu :
a.       prinsip keselarasan (compatible), bahwa komuniksasi selalu dilaksanakan selaras dengan struktur dan hirarki organisasi maupun program – program organisasi.
b.      prinsip kesesuaian dengan kebutuhan (need) sasaran, bahwa komunikasi diterapkan untuk menjawab masalah need anggota.
c.       prinsip pelaksanaan proses belajar mengajar, bahwa komunikasi organisasi diarahkan untuk memeperoleh efektivitas.
8.2.4. Strategi Komunikasi
             Strategi pelaksanaan komuniksai agar memperhatikah beberapa hal berikut :
a.       konsolidasi, yaitu memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh yanmg mendukung kerja.
b.      integrasi, yaitu menggalang keterpaduan kerja baik intern maupun ekstern dengan lembaga atau pihak lain yang potensial untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna proses komunikasi.
c.       implementasi, yaitu menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk penyedian sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
8.2.5. Metode dan Teknik Komunikasi
            Metode, tatkala kita menyebarluaskan informasi, kita memerlukan metode agar dapat mencapai sasaran komunikasi. ada beberapa metode biasanya yang dipilih, yaitu : metode penyampaian dan pemerolehan pesan ynag bersifat informative, membujuk, dan instruktif.
            teknik. salah satu teknik yang digunakan untuk mencapai sasaran adalah informative dan terpusat, teknik yang digunakan adalah teknik human relation dan dialogis. teknik ini bermanfaat agar anggota organisasi dapat meningkatkan kemampuan mencipta dan mempertahankan interaksi, relasi dan transaksi dengan komunikan.
8.3. KOMUNIKASI FORMAL
            Praktek komunikasi formal dalam organisasi dapat dipandang sebagai proses peralihan informasi untuk memperoleh pengertian dan pemaknaan bersama atas pesan.
8.3.1. Fungsi Jaringan Komunikasi Formal
            Kata jaringan atau network mengacu pada konsep hubungan timbal balik, antara karakteristik subsistem – subsistem (misalnya ukuran atau struktur) yang dalam komunikasi (formal) biasa dikaitkan dengan perhitungan terhadap arus komuiksi formal.
            Max weber telah menggariskan sebuah rancangan untuk memaksimalkan efektivitas dan efesiensi organisasi. lebih lanjut menurut Selznick (1966) juga membuat catatan yang sama, menurutnya dalam setiap organisasi formal, peranan komunikasi tidak saja menghubungkan subsistem struktur dan hirarki melalui komunikasi formal, tetapi kadang – kadang melalui agregasi atau kelompok informal.
8.3.2. Bentuk Jaringan Komunikasi Formal
            Bettinghaus (1968) menyabutkan paling tidak ada tiga jaringan komunikasi formal, yaitu yang berdasarkan : arah yang dituju (vertical, horizontal dan diagonal), sifat (tipe jaringan komunikasi disesuaikan dengan tugas), keformalan (sifat formal).
a.       komuniksai vertical, bentuk jaringan komunikasi vertical terdiri atas vertical dari atas kebawah.
b.      komuniksai horizontal (pola komuniksai ini dilakukan diantara para anggota yang berada pada starata hirarki yang sama.
c.       komunikasi diagonal / silang ( dilakukan antara dua orang atau lebih yang berbeda strata dan berbeda sumber struktur ).
8.3.3. Hambatan dan Usaha Mengatasi Jaringan Komunikasi Formal
1. Hambatan
            sebagai manusia yang melaksanakan proses komunikasi melalui jaringan komuniksi formal dia selalu menghadapi hambatan–hambatan tertentu. ada tiga factor pengahambat komuniksi formal, yaitu : hambatan fisik, hambatan pribadi ( sosial dan psikologi ), dan hambatan semantic.
2. usaha mangatasi hambatan jaringan komikasi formal
·         mengatasi hambatan fisik (gunakan media sarana dan prasarana, yang mendekatkan jarak fisik geografis, atau mengatasi ruang dan waktu agar mengurangi gangguan kelancaran arus dan formal).
·         mengatsi hambatan pribadi (gunakan alat bantu bagi komunikator yang cacat fidik agar dapat mengirim dan menerima pesan dengan baik).
·         mengatasi hambatan semantic (pemahaman terhadap konsep nonverbal, perencanaan pelatihan dan peningkatan kemampuan yang dimiliki).
8.4. KOMUNIKASI INFORMAL
8.4.1. Sifat Jaringan Komunikasi Informal dalam Organisasi
            Delbecq (1968) telah membuktikan bahwa perkembangan organisasi informal telah melanda kehidupan masyarakat. tumbuhnya organisasi informal atau juga kelompok informal yang memilih komunikasi dalam organisasi formal sering sekali disebabkan karena hubungan – hubungan khusus yang bersifat personal. jadi ada anggota yang memilih untuk lebih dekat dengan anggota lain karena alasan – alasan emosional. Dia menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi evolusi kelompok ditempat kerja, misalnya : kedekatan, dan kesamaan atau daya tarik atas jenis kegiatan, kesamaan minat dan nilai yang dipertukarkan, factor pelengkap profil, dan karakteristik sosial, status sosial dan derajat sosial.
8.4.2. Fungsi Utama Kelompok Informal Dalam Jaringan Komunikasi
1. Media Komunikasi Informal
            hubungan antar anggota dalam organisasi sebagian besar berkaitan erat dengan tugas – tugas mereka. dalam banyak organisasi para anggota diatur secara formal untuk berhubungan dengan anggota lain, namun ada kemungkinan terjadi hubungan informal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan mereka. media yang selalu digunakan adalah komunikasi lisan dan tertulis, kadang – kadang juga menggunakan gambar dan pesan – pesan rahasia.
2. Benalu Komunikasi / Grapevine.
            ciri – ciri benalu komunikasi itu dapat dididentifikasi, misalnya :
·         pemindahan informasi berlangsung dengan cepat.
·         mempunyai tingkat selektivitas yang tinggi.
·         operasi gossip disebarkan pada wilayah tertentu, dimulai dari local.
·         isu gossip selalu dihubungkan dengan keberadaan komunikasi formal meskipun tidak menyeluruh.
            Ada beberapa manfaat dari benalu komunikasi karena dia mempunyai fungsi :
a.       dia dapat menentukan dalam batas – batas tertentu.
b.      benalu dapat membuat para pekerja menilai dan membandingkan.
c.       benalu merupakan kutup pengaman yang baik.
d.      benalu dapat membantu mengubah persepsi seseorangterhadap orang lain.
e.       informasi benalu dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kelanjutan informasi.
8.4.3. Beberapa Hambatan Jaringan Komunikasi Informal
            Jaringan komunikasi informal memang mempunyai pengaruh terhadap komunikasi formal yang dilakukan oleh pemimpin organisasi. namun jaringan komuniksi informal itu tidak dapat dihilangkan, karena dalam kondisi tertentu dia sangat membentu pimpinan dalam pengambilan keputusan.
8.5. CATATAN PELENGKAP JARINGAN KOMUNIKASI FORMAL DAN INFORMAL
            Menurut Sykes ( 1958 ), setelah mempelajari keamanan maksimum dari para narapidana dipenjara, dia menarik kesimpulan bahwa, komunikasi antara para anggota sudah diatur berdasarkan aturan yang ketat, namun ada norma–norma yng bersifat konformitas yang membedakan pola–pola komuniksi berdasarkan jenis kejahatan yang dilakukan narapidana. dengan kata lain meskipun ada aturan tetapi komuniksai formal berlangsung secara bervariasi dari satu waktu ke waktu yang lain. kata dia, semakin besar respon anggota terhadap kohesevitas maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya solidaritas antaranggota karena terjadinya alur pertukaran informasi timbal balik.  

BAB 10
PERUBAHAN BERENCANA ATAS ORGANISASI
  10.1. PENGANTAR
            Bab 10 ini akan menerangkan beberapa tema tentang : perubahan organisasi yang direncanakan secara sepontan, sifat – sifat organisasi yang diubah berdasarkan perencanaan, penjelasan dan pengujian beberapa stsategi perubahan berencana yang dapat diimplementasikan untuk mencapai beberapa evektifitas organisasi, dan hubungan antara organisasi dengan factor – factor lain serta dampaknya terhadap lingkungan dan perubahanm internal organisasi.
10.2. MAKNA AGEN PEMBAHARU DAN KLIEN DALAM KONTEKS PERUBAHAN
            Salah satu bentuk ujian kepemimpinan adalah menciptakan pembaharuan yang positif. oleh karena itu kata Maxwell (1995) mengubah pemimpin = mengubah organisasai, namun kita tetepa menghadapi kesukaran karena para pemimpin menolak perubahan sama seperti pengikutnya, akibatnya pemimpin yang tidak berubah sama dengan organisasi yang tidak beru bah. setiap organisasai ideal harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai keinginan untuk maju dan berubah. dia, sang pemimpin bisa berfungsi menjadi agen pembaharu.
            Berbagai studi tentang organisasi menunjukan bahwa banyak organisasi yang merencanakan perubahan internalnya secara matang selalu berakhir dengan kemajuan. salah satu factor internal yang sering diubah adalah tujuan serta orientasi organisasi. ada beberapa ahli organisasi yang disebut sebagai pelopor penelitian dan pengembangan organisasai secara berencana, antara lain Lippit, Watson dan Estley ( 1958 . mereka membahas beberapa pola perubahan berencana mulai dari perubahan individu, kelompok kecil, dan komunitas.
            Lippit dan kawan – kawan menemukan antara lain, organisasi dapat diubah secara berencana malalui pendekatan psikologis. kata mereka, para psikolog sering menjadikan individu sebagai inti kajian.
10.3. KEMUNGKINAN PERUBAHAN BERENCANA DALAM ORGANISASI
            Setiap organisasi mempunyai order atau tatanan untuk mengatur hubungan timbale balik fungsional diantara beberapa unit kerja. akibatnya, apabila ada beberapa perubahan yang terjadi dalam satu unit kerja maka akan mempengaruhi unit kerja yang lain. bentuk – bentuk perunahan itui adalah perubahan hirarki dan wewenang., peren individu dalam pekerjaan, penataan kembali hubungan kerja melalui jaringan komunikasi formal, tampilan jenis pekerjaan dan penciptaan kerja baru yang disebabkan oleh kehadiran teknologi, pembaharuan gaji, pembaharuan jam kerja, peningkatan keuntungan, penggantian manajer, kanaikan pangkat atu promosi dan lain – lain.
            Para agen perubaahan dapat menempuh beberapa cara perubahan berencana atas organisasi dengan pendekatan human relation, yaitui :
a.       kontak tertutup atau kolaborasi dengan organisasi.
b.      teknik kolaborasi.
c.       peningkatan fropesionalisme karyawan.
d.      proses belajar dan mengajar mandiri.
e.       pertolongan kepada para pemimpin organisasi agar pemimpin dapat mengantisipasi akibat perubahan yang cepat dan jangka panjang atas fungsi tertentu organisasi.
10.4. POLA – POLA PERUBAHAN PERENCANAAN YANG SUKSES
            Pelbagai penelitian tentang organisasi menunjukan bahwa ada oerbedaan kesuksesan antara organisasi yang diubah secara berencana dengan yang perubahannya tidak direncanakan terlebih dahulu. Greiner (1967). misalnya perubahan telah meneliti 80 organisasi yang sukses setelah mengalami proses perubahan yang direncanakan dengan saksama. beberapa kesimpulan yang diajukan greiner antara lain, organisasi yang berubah secara sukses merupakan organisasi yang :
a.       para manajemen puncaknya untuk mengikuti dengan saksama nasihat paar agen pembantu.
b.      menerima orang baru atau manajer baru.
c.       mamanfaatkan konsultan yang telah diangkat, kemudian ada yang ditugaskan untuk mencari, menemukan serta menguji kembali praktek kerja organisasi pada masa lampau dan membandingkannya dengan masa terakhir yang actual.
d.      para pemimpin telah malibatkan bawahan langsungnya dalam penerapan bentuk pengujian yang disarankan konsultan organisasi.
e.       memanfaatkan keahlian konsultan,
f.       pimpinan puncaknya telah membuktikan kepada seluruh pimpinan unit kerjadan para bawahan organisasi.
g.      pimpinan puncaknya berani mengambil suatu keputusan untuk menerapkan dengan cepat usulan yang bermutu.
10.5. TANTANGAN TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI
            ada beberapa kesulitan untuk mengubah organisasi birokrasi, antara lain :
1.      organisasi borokrasi seringkali menganggap setiap perubahan bisa mengancam keamanan kerja dan meningkatkan kecemasan bagi banyak karyawan.
2.      perubahan seringkali membawa dampak pada perubahan relasi informasi antarpribadi dalam kelompok kerja.
3.      perunahan seringkali juga meliputi perubahan permintaan terhadap kualifikasi karyawan berdasarkan pendidikan serta keahlian dan keterampilan tertentu.
4.      karena sebagian besar karyawan tidak mengetahui perubahan yang terjadi maka kerapkali karyawan tetap memepertahankan pekerjaan yang sudah ada.
5.      perubahan acapkali membuat seseorang kehilangan status dan kedudukan karena status itu akan jatuh ketangan orang lain.
6.      perubahan seringkali mengakibatkan timbulnya kelompok informal yang berusaha mempertahankan status dan kedudukan.
7.      perubahan seringkali mencemaskan para karyawan yang melaksanakan tugas pokok, sedangkan para staf selalu menyerah pada akibat perubahan itu sendiri.
10.6. PENDEKATAN FUNGSIONAL TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI SECARA BERENCANA.
10.6.1. Pendekatan Individu Antarpribadi
                        Bobb Beihl, dalam bukunya increasing your leadership confidence menyatakan dengan cara ini sebuah perubaahn bisa masuk akal secara logis, tetapi masih menimbulkan kegelisahan dalam dimensi psikologis. satiap orang membutuhkan satu relung hati, dan kalau relung itu berubah setelah kita menjadi nyaman didalamnya, hal itu menyebabkan stress dan rasa tidak aman. jadi sebelum memulai perubahan, kita harus mempertimbangkan dimensi psikologisnya.
            setiap kali perubahan akan datang, maka setiap orang dalam organisasi akan bertanya : bagaimana perubahan itu akan mempengaruhi diri saya ? biasanya ada tiga kelompok orang didalam organisasi yang bertanya demikian, (1) mereka yang rugi kalau terjadi perubahan dalam organisasi, (2) mereka yang neteral, (3) mereka yng mengalami keuntungan dari perubahan organisasi. salah satu syarat untuk mendapat individu yang setuju terhadap perubahan adalah melalui pendekatan individu dan hubungan pribadi.
10.6.2. Pendekatan Sistem
            dibanding dengan pendekatan individu maka pendekatan sisitem merupakan bentuk pendekatan yang sangat realistis dan praktis. sasaran perubahan bisa diartiakan untuk mengubah orientasi substantive organisasi. misalnya, perubahan kompleksitas kerja setiap departemen, tingkat kekuasaan, maupun definisi ulang atas setiap komplek peranan organisasi.
10.6.3. Pendekatan Lain
            Banyak kalangan yang mengkritik bahwa gagasan perubahan merupakan satu pendekatan yang bersifat klasik. Clark dan Ford (1970) kemudian mewakili para pengkritik itu dan mengajukan konsep perubahan berencana atas organisasi.
1.      T-groups dan pelatihan sensitivitas
2.      metode kasus
3.      permainan peran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar