Sabtu, 22 September 2012

reportase nico



Air bersih bersih di manang butuh dua mata pemerintah
Oleh: Nikodemus niko


            Teriakan dan sorak sorai anak berumur masih balita mewarnai suasana di RT Pejalu Dusun Manang, Desa Cowet, Kecamatan Balai Batang Tarang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Anak-anak itu dengan riang gembiranya mandi dan bermain-main di sungai yang terlihat tampak berwarna putih kekuningan. Air sungai itu berkilau disinari terik mentari siang, minggu (5/8).
Di kampung kecil ini hidup sekitar 122 orang, yang terdiri 34 Kepala Keluarga. Warga hidup rukun dan saling membantu satu sama lain. Segala kegiatan yang berhubungan dengan air hanya dilakukan warga di sungai, karena tidak ada sumber air lain selain sungai. Seperti kegiatan mencuci, mandi dan sebagai nya, bahkan sungai sudah di jadikan sebagai WC umum karena WC yang dibangun di kampung ini jauh dari jangkauan warga sekitar, dan itu pun WC-nya Cuma satu saja.
Hal ini tentu saja sangat berpengaruh bagi kesehatan masyarakat. Namun masyarakat enggan memperdulikan hal itu, yang terpenting adalah air sungai tetap ada walau musim kemarau dan kebersihannya juga masih tetap terjaga dan alami.
Memang, sungai yang bermuara di sungai kapuas itu masih tampak terlihat jernih sehingga masyarakat juga memasak air untuk diminum dari air sungai ini. Walaupun sungai yang disebut warga sekitar dengan sebutan “Pin’t Pan’t” itu sudah dijadikan WC umum, namun warga tetap menjaga kebersihan sungai sehingga airnya masih terlihat bersih, meski tidak sebening air gunung.
Sejak tujuh tahun lalu, tepatnya pada tahun 2005 pemerintah desa mulai menyalurkan bantuan kepada masyarakat di RT pejalu berupa pipa peralon dari dana ADD. Dengan bergotong royong warga menyambungkan pipa peralon itu sampai di kampung mereka dan mulai menikmati air bersih yang dialirkan dari bukit segila’k. Namun kekurangan pipa peralon membuat aliran air itu tidak berjalan normal, bahkan sering di bongkar oleh masyarakat karena kesal. “pipa air bersih memang sudah ada tetapi keseringan macet,  jadi kita di RT pejalu ini sering tidak dapat air bersih”, ungkap Jaban (50) mantan ketua umat di RT pejalu, saat berbincang-bincang.
Pipa peralon saat ini sudah terpasang kembali tetapi tidak sampai di ujung kampung. Kampung dalam di RT pejalu ini hanya terdapat satu tunggul peralon saja yang terpasang.  Masyarakat masih tetap bersyukur walau tengah malam harus turun untuk mengangkut air bersih, itu pun harus menunggu 1-2 jam untuk menunggu dirigen penuh. Tetapi terkadang pula air ledeng tidak mengalir sama sekali. Seperti beberapa minggu di akhir bulan agustus ini, warga mengaku biasanya sampai satu atau dua minggu air tidak mengalir bahkan juga berbulan-bulan “disini air ledeng biasanya sampai berbulan-bulan tidak ngalir. Mau musim kemarau, tidak kemaraupun sama saja”, ujar Adel (44), salah seorang dari warga pejalu.
Sebulan terakhir ini masyarakat agak sedikit terganggu dengan adanya program yang disebut warga setempat sebagai ‘pengerukan sungai’. Masyarakat memang menyambut positif kegiatan yang sudah dimulai lebih dari sebulan yang lalu itu. Karena dikatakan mencegah pendangkalan sungai.
Kegiatan ini memang sudah mendapat perijinan dari pemerintah setempat, seperti bupati, camat dan pejabat desa. Setelah itu barulah kemudian dilakukan sosialisasi oleh pihak terkait kepada warga. Sebelum kegiatan ini dimulai dilakukan ritual adat setempat yang menandakan kegiatan akan dimulai.
Dalam sosialisasi nya dikatakan bahwa tidak ada biaya ganti rugi kepada masyarakat yang lahannya akan digusur. Masyarakat yang bermata pencaharian pokok sebagai petani, yaitu ladang dan karet, hanya bisa gigit jari saat dua eksapator menumbangkan karet mereka yang letaknya berada dipinggir sungai. Disahuti suara singso menggonggong yang seolah memotong sumber penghidupan masyarakat.
 Dengan adanya program Normalisasi Sungai yang saat ini sedang dalam pengerjaan oleh CV. Setia Pembangunan, yang melewati jalur sungai dimana masyarakat menjalankan semua aktivitas itu, seolah merenggut ‘keperawanan sungai’ yang dahulu dijaga dan dirawat masyarakat. Proyek yang ditangani dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat itu menelan anggaran biaya Rp.1,2 M, dengan areal yang dikerjakan sepanjang 21 km.
Kegiatan yang dikatakan bermanfaat untuk mengurangi kebanjiran itu justru membuat masyarakat kehilangan sumber air, dengan menyulap air sungai yang bersih menjadi keruh dan tidak layak untuk digunakan lagi. Kemana lagi masyarakat harus mencari sumber mata air? “apalagi sekarang sudah ada pengerukan sungai disini, terpaksa lah kita mandi dan nyuci di air yang keruh”, imbuh Jaban kembali.
Warga terpaksa memanfaatkan air sungai yang keruh untuk dimasak dikala air ledeng tidak mengalir. Sebelum ada air ledeng yang dialirkan di kampung ini, masyarakat sudah sejak lama menggunakan air sungai untuk dimasak. “kami sekeluarga saja sudah minum air sungai. Meskipun keruh, ya mau gimana lagi. Daripada kita tidak minum air”, tutur cuncen (54), tokoh masyarakat di RT pejalu. Ia juga mengaku bahwa tidak hanya keluarga mereka saja yang sudah memasak air keruh untuk diminum, tetapi masih banyak warga yang lainnya.
Semboyan warga papua yang mengatakan “sekarang sumber air sudekat”, yang artinya adalah sumber air sudah dekat. Semboyan itu perlu direvisi untuk warga di RT pejalu menjadi “sekarang sumber air sudah dekat, namun keruh bak air susu”, sungguh miris sekali didengar.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak dusun, kepala dusun mengatakan kalau pengajuan pipa peralon untuk air bersih di RT Pejalu sudah ia lakukan. “kita sudah mengajukan pipa peralon ke pihak desa melalui musyawarah rencana bangunan desa (musrenbangdes), tetapi jika pengajuan itu dilakukan pada tahun 2012, realisasinya pada tahun 2013. Jadi, kita harus menunggu satu tahun. Itupun kalau dana anggarannya cukup”, ungkap Viktorianus Semadi (31), kepala dusun Manang.
Masyarakat sangat mengharapkan air bersih bisa mengalir lancar, karena tidak mungkin warga bisa mengembalikan kejernihan sungai seperti dulu lagi. “masyarakat sangat ingin, air bersih berjalan lancar”, tutur Jaban.
Sampai saat ini belum ada tindakan serius yang dilakukan pihak desa. Saat di komfirmasi pada pihak desa, masyarakat harus menunggu satu tahun lagi untuk mewujudkan air bersih itu berjalan lancar. Itupun kalau dana anggaran dari desa mencukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat di RT pejalu. “akan tetap di pikirkan mengenai air bersih itu dari dana ADD tahun 2013 mendatang. Kita juga berpatokan dengan anggaran, kalau sudah ada anggaran, apapun pekerjaan bisa kita lakukan”, ungkap Fransikus Akong, sekretaris desa cowet saat ditemui di kantor desa (9/8).
Jika berbicara mengenai anggaran, ADD (Anggaran Dana Desa) berasal dari dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Pusat dari dana tersebut adalah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). “fungsi APBN adalah mensejahterakan rakyat dengan memenuhi hak-hak dasar rakyat yang tersebar di berbagai daerah”, dikutip dari pidato Marzuki Alie, ketua MPR-RI pada saat pembukaan persidangan I penyampaian R-APBN tahun sidang 2012-2013. Lalu yang menjadi pertanyaan nya adalah, sudah sejahtera kah rakyat yang berada di pelosok-pelosok daerah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar