Sabtu, 22 September 2012

laporan kampus



Kenaikan Denda Belum Ada Sosialisasi Secara Tertulis
Oleh: Nikodemus Niko dan Atem
Foto-0205.jpgFoto-0209.jpg
Pembayaran denda sebesar Rp.500/buku, dihitung secara perhari yang diberlakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, menimbulkan banyak pertanyaan dari mahasiswa. Bagaimana tidak? Dulu denda yang diberikan kepada mahasiswa yang terlambat mengembalikan buku adalah Rp.200/buku.  Kebijakan ini diajukan oleh pihak pengelola perpustakaan kepada pembantu dekan dua Fisip Untan, hingga akhirnya mendapat persetujuan dan diberlakukan denda tersebut.
“Karena kita lihat dia menganggap kalau Rp.200 itu kan kecil, jadi dia mengembalikan itu kadang-kadang tidak pernah tepat waktu, sehingga dilarutkan sampai dua bulan, tiga bulan. Dengan kita coba, dengan Rp.500, ada suatu perubahan. Kadang-kadang mereka dua minggu sudah kembalikan. Nah, kadang-kadang tepat waktu”, ungkap Junaidi selaku kepala perpustakaan di Fisip Untan.
            Uang denda itu juga jelas kegunaannya yaitu digunakan untuk membeli kertas, membeli tinta dan juga pembuatan kartu anggota perpustakaan. Penaikan denda ini diberlakukan semata-mata agar pola pikir mahasiswa bisa berubah, mahasiswa tepat waktu dalam mengembalikan buku. Hal itu diberlakukan tidak untuk merugikan mahasiswa, bukan juga untuk mengejar uang. “kita juga memberi toleransi kepada mahasiswa, misalnya dia denda anggaplah Rp.50.000, itu kita tawarkan dulu seberapa mampunya dia, keikhlasan dia. Kita beri solusi 50% pengurangan, kalau dia masih keberatan, silahkan berapa mampunya. Yang penting buku kembali”, tambah Junaidi kemudian.
            Kenaikan denda itu sendiri diharapkan adanya suatu perubahan yang terjadi di perpustakaan fakultas ini untuk memenuhi kebutuhan mahasiswanya. Dari data yang ada, sebanyak 58 orang mahasiswa yang terlambat mengembalikan buku dalam evaluasi tiga bulan terakhir ini.
Lilis (bukan nama sebenarnya) adalah mahasiswa Fisip yang terlambat mengembalikan buku sudah setahun lebih. Hal ini dikarenakan ia sempat putus kuliah satu tahun. “Saye tu kena denda dua ratus lebeh, tapi di potong 50% jadi denda nya seratus lebeh”, ungkap Lilis kepada miun.
Pembayaran denda ini bisa di cicil oleh mahasiswa, bisa dua kali atau tiga kali bayar. “Kemaren waktu saye bayar, uang panjar nye tu harus Rp.50.000, tadak boleh kurang dari itu. Padahal saye dah tak ade duit agik waktu itu, saye mau bayar Rp.20.000, tapi tak bise”, lontar Lilis kemudian.
            Pembayaran denda yang dinaik kan dari Rp.200 menjadi Rp.500/buku, itu belum ada sosialisasi tertulis kepada mahasiswa. Radit (bukan nama sebenarnya) merupakan satu diantara mahasiswa Fisip yang belum tahu ada kenaikan denda di perpustakaan. “saya pernah kena denda terlambat mengembalikan 10 hari, waktu itu ada dua buku yang saya pinjam denda nya Rp10.000 juga lah, saya tekejut kan. Padahal saya perlu benar buku itu untuk ngerjakan tugas saya. Dah gitu uang pun cuma sisa segitu di dompet, terpaksa lah dikeluarkan buat bayar denda”, ungkapnya saat di wawancarai.
Beberapa mahasiswa mengeluh dengan kenaikan pembayaran denda ini. “Di perpustakaan untan jak punya saya kemarin terlambat kembalikan 9 hari, cuma bayar Rp.2.700, maka nya saya heran waktu kembalikan buku di perpustakaan kampus kok sampai kena Rp10.000 gitu kan”, ungkap Radit lagi.
Kebijakan perpustakaan fakultas tidak berpatokan pada kebijakan perpustakaan universitas. Wajar saja jika denda yang di berlakukan di perpustakaan kampus berbeda dengan yang ada di perpustakaan Untan.
Tidak semua mahasiswa yang mengeluh dengan kenaikan ini, ada juga yang menyambut positif kebijakan itu. “Menurut saya, denda Rp500 itu sudah standar kantong mahasiswa. Bagus juga sih kalau di naikkan, kalau masih Rp200 mereka menganggapnya remeh”, ungkap Arin mahasiswa angkatan 2011 dari prodi ilmu politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar