Rabu, 22 November 2017

Karena Cinta Tak Sekedar Hanya Mengecap Bibirmu


Melodi rindu mulai redup, seiring bersama waktu lamanya kau dan aku tak lagi bersama. Aku cemburu dengan orang-orang yang setiap hari dapat melihatmu, dapat ngobrol denganmu. Aku bahkan sangat cemburu pada hujan yang dapat dengan mudah menikmati tubuhmu. Semua tidak adil yang aku rasakan kusimpan pada kotak kerinduan yang suatu masa akan kutumpahkan ke laut.


Aku mencintaimu, iya, kamu yang pernah membelai rambutku tanpa sengaja. Mengapa kamu beranggapan hal itu salah? Kemudian pergi tanpa ucapkan sepatah kata. Kamu malu pada gerimis yang menjadi saksi bisu? Kamu mencintaiku tetapi malu mengungkapkan, dasar lelaki!
Maaf. Maaf karena takdir menggariskan kamu pernah menjadi milikku, walau sebentar aku tetap mengingatnya tidak sebagai sebuah penyesalan. Aku bahagia bersamamu, sebuah perjumpaan yang indah, terima kasih sudah pernah merekam kisah bersamaku.

Aku hanya sedikit posesif, juga naif. Maaf. Aku memintamu untuk bersabar sedikit lagi. Kau menyerah lebih awal, aku tak bisa memaksamu untuk bertahan. Meski ku tahu bahwa kita saling mencinta, aku hargai keputusanmu untuk pergi.


Aku mencoba lari dari semua nyata semu ini; tentang cinta yang terus kucari maknanya. Aku pun selalu berpesta bersama rindu, tak sedikit waktu berpeluh di pelupuk mata. Semakin aku berupaya melupakanmu, semakin aku menabur rindu pada genang kenangan. Aku perih. Mencintaimu tak lebih dari menoreh lukaku sendiri, bukan sekadar mengecap bibirmu. Aku tak menyesalinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar