Kamis, 18 Juni 2015

Guru(ku)


Sumber: http://nasional.news.viva.co.id
 
Oleh: Nikodemus Niko

“Ibu senang kau berada disana”, ujarnya melalui pesan teks di App. Blacberry Massanger-ku.
Pesan itu membuatku tersentak kaget, bagaimana tidak? Ia mengomentari foto yang kujadikan display picture—fotoku sedang berpose berada di sebuah universitas termasyur di Indonesia. Iya, disanalah aku mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi Master.
“Terima kasih, Bu. Siapa dulu dong Ibu Gurunya!”, balasku sembari menyisipkan emoticon *smile* pada akhir kalimatku.
“Ah, kamu. Ya tidak lah, itu karena kamu yang hebat”, dia malah memujiku. Yah, begitu lah sewajarnya seorang guru. Tidak mau mengakui bahwa siswanya hebat bukan lah karenanya. Bahkan dia tak mengakui bahwa aku mengenal mengenal ilmu karenanya.
Guru. Begitulah kebanyakan orang kenal namanya. Bagiku, seorang guru bukan saja mereka yang berada di kelas dan mengajariku teori-teori yang tak jarang aku tak mengerti. Namun guru lebih dari pada mereka yang memberikan arti sebuah kehidupan—termasuk ayah dan ibu yang merupakan guru utama dalam hidupku.