Sabtu, 22 September 2012

Feature nico 26/06/2012





SAAT UANG YANG BERKUASA

Pagi ini aku tidak boleh terlambat. Ku ayun kan langkah ku untuk menuju kampus yang terletak agak jauh dari tempat kediaman ku. Hari ini aku harus mengumpulkan tugas sosiologi kesehatan. Makalah nya sudah aku simpan di dalam tas ku dari tadi malam.

Di perjalanan aku tidak menghiraukan siapapun. Dengungan sepeda motor dan mobil yang berlalu lalang tak aku perdulikan sama sekali. Yang ada di pikiran ku, jangan sampai tugas ku terlambat di kumpulkan.

Setibanya di kampus tugas itu langsung aku kumpulkan kepada pengawas ujian. Dan selanjutnya aku menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku yang aku pinjam tanggal 13 juni lalu. Pintu perpustakaan tertutup rapat, aku coba buka dengan pelan, dari sudut pintu terdengar suara seorang laki-laki menyapaku, “kalau kembalikan buku boleh masuk, kalau mau baca-baca nanti aja tunggu buka jam 2 siang”, dia adalah petugas di perpustakaan Fisip. Aku langsung menuju mejanya “saya mau mengembalikan buku, pak” jawab ku dengan suara pelan.

Bapak itu hanya membolak-balik kan halaman terakhir dari buku yang ku pinjam. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran nya. Hingga akhir nya ia berkata, “buku nya udah terlambat 10 hari, kena denda ni”. Aku masih tenang-tenang saja, dan aku langsung menanyakan “berapa bayar denda nya, pak?”. Bapak itu langsung menjawab, “satu buku denda nya Rp500 perhari, jadi dua buku Rp1000. Kamu terlambat mengembalikan 10 hari jadi denda nya Rp10.000”. hati ku tiba-tiba tersentak, namun aku tak bisa mengekspresikan nya di kala itu. Uang yang ada dalam dompet ku hanya tinggal Rp10.000, itu adalah uang terakhir ku. Terpaksa ku keluarkan uang itu, dan dengan berat hati ku sodorkan uang itu kepada petugas perpustakaan. Aku pergi meninggalkan perpustakaan dengan hati kecewa, hati yang berkecamuk tak tentu rudu. Uang ku sudah tak ada sama sekali, aku gak tahu besok nya harus bagaimana.

Setelah dari perpustakaan fisip, aku harus kembalikan buku yang aku pinjam dari perpustakaan untan pada tanggal 13 juni juga. Dalam hati aku berkata, “semoga petugas di perpustakaan untan bisa mengerti nanti”. Semua rasa bercampur menjadi satu dalam benak ku.

Langkah ini mulai lunglai, kaki ku terasa berat tuk berpijak. Tidak terasa aku sudah sampai di depan gedung perpustakaan untan. Perlahan aku masuk, dan menyimpan tas ku di tempat penitipan. aku melewati lorong untuk menaiki tangga, perlahan ku daki setapak demi setapak anak tangga itu. Hingga akhirnya aku sampai di tempat petugas pengembalian buku.

Saat ku sodorkan buku dan juga Kartu Tanda Mahasiswa ku, saat itu pula jantung ku berdetak kencang.  Setelah petugas itu melihat lembar peminjaman nya ia bertanya, “sudah bayar denda belum, dek?”. Spontan aku menjawab, “belum, bu”. “kalau belum, adek bayar denda dulu di ruang Tata Usaha. Nanti balik ke sini lagi, ya”. Seketika jantung ku terasa terbakar. Hati aku terasa perih. “ruang Tata Usaha nya di mana, bu?” aku bertanya untuk berusaha menyembunyikan semua rasa yang berkecamuk di hati ku. “adek turun aja, ada ruangan berpintu kaca, ada tulisan Tata Usaha”, jawab ibu itu dengan bijak.


Aku membalik kan tubuh ku, dan perlahan menuruni anak tangga dengan perasaan tak karuan. Aku langsung pergi, aku tidak masuk ke dalam ruang Tata Usaha itu, Kalau pun aku masuk, aku mau bayar pakai apa?, karena aku tidak punya uang sama sekali. Aku duduk di teras perpustakaan, aku ingin menangis. Aku langsung pergi meninggalkan perpustakaan, tanpa ku sadari butiran bening itu ternyata telah mengalir di pipi ku. Cepat-cepat ku hapus dengan lengan baju ku.

Tidak jauh dari perpustakaan, aku menyusuri jalan lewat samping rektorat untan. Di sana lah aku menemukan selembar  uang lima ribuan. Ku pandangi uang itu, karena aku takut nya itu uang mainan. Dan ternyata itu uang asli, aku toleh kiri dan kanan tidak ada orang, aku ambil uang itu dan langsung aku kantongi. Aku langsung berpikir untuk kembali lagi ke perpustakaan, tapi aku berpikir lagi, uang Rp5000 pasti tidak cukup untuk membayar denda, “di perpustakaan fisip aja denda nya sampai Rp10.000 apalagi di perpustakaan untan”. Pikiran ku galau sepanjang perjalanan. Aku langsung mutar balik lagi ke perpustakaan, berapapun denda nya aku hanya bisa bayar Rp5000, dan sisa nya bisa aku bayar besok.

Setiba nya di ruang Tata Usaha perpustakaan Untan, aku langsung mengatakan “ibu saya mau bayar denda”, dan ibu itu langsung mengeluarkan kwitansi dan saat ku lihat di sana tertulis angka Rp3600. Hati aku langsung terasa lega, karena uang ku yang hanya Rp5000 ini masih cukup. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan. Aku langsung naik ke lantai dua, dan mengembalikan buku itu. Berkat uang Rp5000 itu, urusan ku di hari ini terselesaikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar