Senin, 08 September 2014

Goresan Tanpa Judul 4


 
Selamat malam entah siapapun disana. Tak ingin lagi mengingat tentangmu, tak ingin lagi tuk menyebut namamu. Bagaimana kabar mu dan cinta baru mu? Ku harap engkau bahagia bersama dia pilihan hati dan cintamu. Cinta yang kemarin kamu ceritakan kepadaku, tentang kisah sayang kamu dan dia.
Aku tahu kamu bahagia, pasti bahagia. Semua tergambar jelas dalam status-status di akun facebookmu. Maaf bila diam-diam aku selalu membuka timeline mu sekedar untuk melihat status terbarumu, ini memang terkesan konyol. Tapi aku bisa apa? Hanya itu yang bisa aku lalui meski terkadang bersama air mata. Iya, air mata yang hanya sekedar tuk ungkapkan kebahagiaan ini karena menyaksikan sendiri kebahagiaan yang kamu ukir bersama nya, iya bersamanya, bukan bersama ku. Mungkin aku berbohong kali ya jika aku berkata jika aku juga turut bahagia dengan kebahagiaan mu, begitu kah? Entahlah. Aku juga tidak cukup mengerti akan hal itu.

Tetapi tak bisa aku pungkiri bila cerita lama yang dulu pernah ada masih saja menggetarkan lamunan kala hati ini sepi. Entah mengapa semua ini masih saja aku rasakan, padahal sudah empat bulan berlalu saat kau pergi dari hidupku. Tak cukupkah engkau mengerti bila aku kesepian saat kepergianmu, dan ditambah lagi saat aku mengetahui engkau telah bersama ‘dia’ yang memang aku kenal. Tapi apa? Ini kesalahan? Bukan, mungkin ini bukan sebuah kesalahan. Tiada yang salah bila engkau secepat itu melupakan aku. Tak ada yang salah bila engkau secepat itu jatuh cinta padanya, memang mungkin dia yang layak miliki hatimu. Karena tidak ada lagi yang pantas untuk di ingat antara kita.
Rindu, iya aku merindukan dimana kamu dan aku berada dibawah sinar gemintang. Aku mengerti jika hal ini memang tidak pantas lagi aku ungkapkan dalam sebuah goresan ini. Hanya mampu berbaring lemah disini, berharap Tuhan kan menolong ku tuk keluar dari belenggu rindu yang cukup menyiksa ini, bahkan sempat membuatku terluka.
Tak cukupkah luka yang dulu pernah engkau ukir dihati ini? Tak puaskah engkau menyiksaku dalam sebuah rasa ini. Wahai rindu, betapa engkau sungguh kejam. Duhai engkau malam, bawa pergi rindu ini, kemanapun engkau menginginkannya. Berharap cahaya itu kan segera menghampiri, iya cahaya dari seseorang yang dapat terima ku seadanya. Entahlah, kapan cahaya itu dapat berlabuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar