Rabu, 16 April 2014

Memahami Kemiskinan Perempuan di Kota Pontianak



Oleh: Nikodemus Niko
Tidak mudah untuk memahami kompleksitas kemiskinan perempuan yang sesungguhnya. Membahas mengenai perempuan dan kemiskinan tidak terlepas dari kehidupan di kota-kota besar. Perempuan sebagai bagian dari komunitas kaum miskin merupakan pelaku sekaligus korban dari ketidakadilan konsep pembangunan. Namun secara sadar bahwa kaum perempuan berperan dalam menjaga keselarasan dan kelangsungan kehidupan generasi kita selanjutnya. Lalu kenapa ketidakadilan selalu mengarah kepada mereka?

Peran perempuan, khususnya kaum ibu yaitu sebagai penjaga kesehatan atau “health provider“ untuk anak-anak dan keluarganya. Selain itu tidak jarang banyak kaum perempuan yang harus mengemban peran ganda: sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah di luar rumah. Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bisa jadi karena penghasilan suami yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Atau bisa jadi karena berstatus single parent. Tidak dapat dipungkiri peran ganda perempuan ini melahirkan pembagian kerja, pemberian upah, dan perlakuan yang tidak adil. Hal ini dikarenakan mereka berjenis kelamin perempuan.
Potret Kemiskinan Perempuan

Kemiskinan sangat erat hubungannya dengan kehidupan pinggiran masyarakat di perkotaan. Kemiskinan dan kaum perempuan seolah tidak dapat dipisahkan, hal ini dapat kita temui dengan nyata dalam kehidupan kaum pinggiran di Kota Pontianak. Setiap melewati perempatan lampu merah jalan Veteran, selalu saya temui beberapa orang perempuan penjual koran. Bersimbah keringat, bertarung dengan teriknya matahari. Mereka tidak kenal pagi, siang, sore tetap saja berjualan untuk menghidupi diri dan keluarga mereka.
Dengan semakin kompleksnya penyebab kemiskinan dan nasib kaum perempuan di Kota Pontianak, baik orang miskin maupun kaum perempuan sama-sama membutuhkan “pemberdayaan” dari pemerintah Kota Pontianak. Tentu pemerintah kota sudah mengupayakan pemberdayaan bagi kaum miskin dan kaum perempuan, lalu apa yang salah dari program pemberdayaan tersebut? Kebijakannya atau penerapannya?
Pemberdayaan kaum perempuan dan kaum miskin tentunya menyangkut konteks yang lebih luas, dengan mempertimbangkan bahwa manusia tidak hanya value transmiting, tapi juga value creating. Artinya, manusia (kaum miskin dan kaum perempuan) tidak hanya menjadi objek keputusan dan program-program pemerintah, tetapi subjek yang dapat menentukan nilai-nilai dan memutuskan apa yang baik bagi mereka sendiri. Dalam hal ini kaum miskin dan kaum perempuan dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang nantinya akan menjadi program pemberdayaan mereka sendiri.
Kemudian dalam proses pemberdayaan tersebut diperlukan lingkungan ekonomi dan politik yang demokratis. Artinya, diperlukan budaya pemerintah yang menghargai keanekaragaman usaha dan pendapat dari kaum miskin dan kaum perempuan, sehingga pemerintah diharapkan mampu berfikir alternative dalam membuat program yang tepat guna dan tepat sasaran, serta perlunya pendekatan dialogis (bukan pendekatan kekuasaan) dalam mengevaluasi program.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar