Senin, 14 April 2014

Pemilik Mimpi Kecil itu Seorang Pejalan Kaki

Sang Pemilik Mimpi Kecil
Aku adalah cermin senyuman yang belum tentu aku inginkan. Terkadang aku tersenyum untuk menepis rasa perih yang bersarang dalam dada, terkadang pula aku menyembunyikan rasa sakit di balik senyum ini. Tapi kini senyum itu tulus tanpa bernoda. Tanpa ada seberkas kefanaan sedikitpun. Ikhlas, tulus terpancar dalam senyum itu. Senyum terindah yang pernah aku miliki, senyum termanis yang tak pernah aku punya sebelumnya. Senyuman yang mungkin tanpa arti apapun untuk siapapun, tapi inilah senyuman termahal yang pernah Tuhan berikan untukku...

Menelusuri sengat mentari. Tanpa jacket yang biasanya aku pakai. Kubiarkan tubuh ini terpancar dengan penuh sinar berkilauan. Panas, menyengat, mungkin itu yang aku rasakan. Namun tidak menyurutkan senyum yang hari ini aku temukan itu. Berjalan kaki menuju kampus, hal itu sudah terbiasa aku lakukan setiap ada kelas kuliah atau sekedar nongkrong di kampus. Bukan suatu beban, semua aku lakukan dengan penuh senyum. Meski di pontianak ini rasanya sangat sempit ruang untuk para pejalan kaki. Banyak hal yang aku jumpai, segala nya dapat menjadi sumber inspirasi ku untuk menulis sesuatu yang hanya sekedar iseng aku coretkan. Hingga ku tuliskan mimpi kecil untuk para pejalan kaki. Aku ingin pejalan kaki memiliki hak sama kayak pengendara motor atau mobil. Bahkan aku ingin ada jalan khusus bagi pejalan kaki. Ini aneh, bahkan konyol, aku bukan siapa-siapa, hingga aku hanya bisa menertawakan diriku sendiri.

Semenjak pertama kuliah (3,7 tahun lalu) aku sudah terbiasa mengayunkan langkah berjalan kaki menuju kampus. Meski banyak yang terkesan tidak mengenakkan, terkadang ada yang melihat-lihat seperti melihat orang gila, terkadang pula ada yang berbaik hati untuk memberikan tumpangan. Banyak hal yang aku temukan dalam perjalanan kala itu. Hingga masa nya aku tinggalkan jalan kaki untuk beberapa waktu. Namun kini hal itu aku temukan lagi, sekarang. Semangat yang dulu pernah pergi, kini kembali menghampiri relung jiwaku. Senyum tanpa rasa mengeluh pada ayah, pada ibu.

Aku terlahir bukan dari keluarga yang serba ada, aku terlahir dari ayah yang selalu mengajariku tegar menghadapi hidup, ibu yang selalu mengajariku tuk selalu tersenyum hadapi cobaan hidup. Aku miliki nenek yang selalu sayang dan mengajariku arti kehidupan, aku miliki adik yang selalu aku cintai, sayangi lebih dari mutiara semahal apapun di dunia ini. Keluarga yang aku miliki kini tak akan pernah ternilai harganya oleh apapun juga di dunia ini. Aku selalu punyai mimpi kecil untuk buat mereka selalu tersenyum, untuk selalu buat mereka bahagia. Bukan hanya itu, aku juga ingin membuat orang-orang yang berada didekatku selalu tersenyum, tanpa ragu menyayangi aku, seperti aku sayangi mereka tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar