Sabtu, 12 April 2014

Seuntai Kata yang Pernah Kutitipkan



Oleh: Nico Ajah
Embun malam kembali menyapaku lembut bersama beningnya pagi yang kini perlahan menjelang. Mimpi ku yang penuh yaman berbunga itu seakan menjauh. Kicauan burung yang beterbangan adalah alasan dari hidup ku ini masih berlanjut. Dunia ini benar-benar bukan tempat yang adil untuk ku singgahi, lagi lagi aku harus menanggung derita tiada habis dan mengoyahkan nalar yang membuatku masih menangis disini. Maafkan aku Tuhan, Aku belum bisa mensyukuri Keadaan ku sekarang.
Keindahan, mungkin hanya kata itu yang mampu melukiskan perasaanku saat pertama mengenalnya dulu. “Ucup” begitulah aku memanggil namanya dengap penuh sayang. Dia adalah sosok cowok yang dapat membuatku merasa nyaman.

“Met malam Ucup jelek, miss you”, kata itu yang tidak pernah absen setiap rembulan mulai menghiasi pekat malam.
“Met malam juga sayang, aku juga kangen kamu”, dia yang selalu membuat hari-hari ku penuh warna saat setahun sudah aku terpuruk dalam kisah cintaku yang dulu. Hari-hariku tak pernah sepi semenjak ada dirinya. Pagi, siang, sore dan malam sms yang mengahampiri inbox ponselku yang selalu kunantikan. Aku bahagia, saat semua nya sungguh manis. Aku tahu ini tiada abadi, namun kuingin bahagia itu selalu menghampiri setiap pagiku.
Dear Ucup
Menatap mentari pagi ini masih enggan tersenyum
Langkah gontai mengawali aktivitasku pagi ini
Lembar baru telah diberikan dan tertoreh untaian aksara
Baru … semuanya baru....
Entahlah… cerita apa yang kan tertuang di lembar berikutnya
Kubiarkan sang pena berlaga...
Tapi tak’kan kubiarkan sang pena menorah sembarang
Kertasku!!!
Sejak perkenalanku dengannya, hidupku terasa lebih indah, lebih terisi dan tak ada lagi rasa hampa menghinggapi. Setiap kata yang terlontar dari mulutnya seolah membuat hati ini teduh. Gurauannya selalu mampu menghiburku, rayuannya terlalu manis untuk kulewatkan, semua yang Ia berikan seakan-akan mampu membuatku terbang bersama rajawali pagi.
Dear Ucup
Gelap yang menggelapkanku kini hilang karenamu
Kau telah mencabut sembilu yang menancap tepat di relung hatiku
Buliran air mata telah kau ubah menjadi titik-titik sinar yang mambuatku
mampu menatap dunia
Indahnya saat bersamamu membuatku selalu ingin dekat denganmu
Tapi lidahku masih kelu tuk sekedar mengucapkan
“Aku mencintaimu”
Semua berlalu begitu cepat. Terlalu sebentar senyum itu menghampiri hidupku. Ketika pilihan menuntutku untuk memilih, ingin rasanya aku menjelajah waktu, meloncati masa yang tak terhingga kemudian berlari meninggalkan roda waktu yang ujungnya tak pernah kusangka dan ini perih. Aku terpuruk, menangis seolah mengetuk pintu surga tapi Tuhan tak mendengarku. Aku tahu seribu permohonan tak kan bisa mengubah peristiwa yang sudah ditetapkan olehNya. Mengubah takdir seperti halnya ingin mendaki langit ketujuh. Kenyataan pahit bahwa dia tak lagi menemaniku disini, bersama tangisku.
Semenjak malam terakhir pertemuan kita, aku merasakan sikapmu aneh. Malam itu pula malam paling getir yang pernah aku miliki, saat kau ucapkan kata perpisahan untukku. Aku merasakan aliran sungai yang mengalir dari sudut kelopak mata. Sungai yang mengalirkan hasrat cinta menuju samudera cinta yang hakiki menurutku. Tanpa ada lumpur kekecewaan sedikitpun. Ucup, Meski kita tak dapat bersatu, namamu akan selalu ku ukir di pelataran langit, dan di setiap purnama yang cahayanya selalu kurindu.
dear Ucup
Cerita itu bagai takdir yang enggan merengkuh mu di sisiku
Ku mohonkan ijinkanlah aku yang merengkuh mu
meski dalam mimipi ku
Aku tak pernah meminta apalagi memaksa
karena mencintaimu cukup dalam diamku...
            Hari-hari ku yang penuh tangis kumulai lagi semenjak kisah lalu yang tak ingin kuharapkan lagi terulang, tapi aku salah, semua terulang kembali di Maret 2014. Ini menyakitkan, kau pernah bilang tak punya alasan apapun untuk mencintaiku, kala itu aku hanya mengerti bahwa cintalah alasan dari semua itu. Aku percaya dengan segala ketulusan kamu mencintaiku apa adanya. Tiada sedikitpun ragu menghampiri hatiku, tak pernah untuk cintamu. Tapi kini semua berakhir kandas.
            Aku masih meringis dalam tangis disini, masih ditemani gemericik embun yang mengais dedaunan. Belum sempat aku terlelap dalam mimpi yang tak pernah kuinginkan hadir dalam hidupku, mimpi yang sangat menyakitkan. Kali kesekiannya aku menangis dan menangis lagi. Memang aku harus bisa menerima pahitnya akhir kisah cinta ini. Aku masih belum sanggup meninggalkan cerita kenangan tanpa skenario itu, cerita yang selalu menyayat ulu hati, cerita yang selalu menyibak air mata kala menelusuri bagian dalam kisah manis itu.
            “Menyakitkan” mungkin kata itu yang tepat untuk menggambarkan suasana hatiku hingga kini. “Perih” kala cerita itu mulai ditayangkan oleh bagian memory dalam sebagian ingatanku. Membawaku berpetualang mengarungi kisah indah dimasa itu, hingga deraian air mata kini mulai membanjiri balik bantal tempat ku bernaung. Tiada lagi kataku yang dapat terucap selain air mata ini yang selalu meratapi pergimu dari hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar