Sabtu, 05 Desember 2015

Rindu juga Ingin Pulang

Nico Ajah


#Playlist: Hujan Kemarin
¶¶ Kemarin.....  Kudengar...  Kau ucap kata cinta
Seolah dunia bagai dimusim semi...
Kau datang padaku.... Membawa luka lama...
Ku tak ingin salah, semua seperti dulu... ¶¶
“Hujan Kemarin”—Taxi Band


China Town Singapore, Desember 2015

Aku masih tertegun disini, di kerumunan lalu lalang ribuan manusia—termenung menatap pada rintik-rintik hujan yang menyerupai kenangan—di China Town, Singapore sore ini. Masih berdiri diam menikmati bau hujan yang menyapu habis isi langit. Aku tak ingin beranjak, sekedar menggelar payung ungu kesayanganku. Ah, rindu tak dapatkah kau berdamai pada hujan untuk kali ini saja! Aku hanya bisa melirih dalam hati, sambil meratap.

Aku mencoba untuk melangkahkan kaki, berusaha untuk menembus hujan, tentunya akan basah. Tapi aku tak punya nyali untuk bergelut bersama sisa kenangan itu lagi. Sehingga ku harus membuka payung ungu ini untuk menahan tumpahan rindu itu agar tak menghujam langsung tubuhku. Aku tak ingin lagi meriang karena rindu, bahkan aku sedang tidak berminat untuk menyapa kenangan itu kembali. Tapi apa daya, hujan memiliki porsi lebih atas peran ini—rindu.
Tumpahan air yang berserakan itu mengalir menuju selokan pinggiran jalan, untuk berkumpul pada titik yang sama. Tapi rindu, masih disana bersama sisa-sisa rintik yang tak ingin berlalu. Aku bisa apa? Hanya bisa menatap dari bawah payung ungu ini. Dan lagi kilat menyambar seolah tak ingin semua berlalu bersama sepi. Yah, aku hanya menatap kilas-kilas kenangan yang terlukis disana. Perih. Sakit. Hingga tak lagi dapat kutahan lelehan bening yang sedari tadi membendung di pelupuk mata. Tumpah, bersama hujan.


¶¶ Tak ingin lagi rasanya, ku bercinta
Setelah kurasa perih
Kegagalan ini membuatku tak berdaya ¶¶


Aku tak ingin lagi menoleh ke belakang, berjalan menelusuri trotoar yang sesekali basah terkena percikan hujan. Terus melangkah hingga tak lagi kutemukan jalan kemana pun, kemudian singgah sekedar melepas penat. Aku masih belum berminat untuk basah bersama rindu itu lagi,
Hujan mulai sedikit reda, tidak seperti deras ketika aku baru tiba tadi. Sisa-sisa basah masih terlihat karena gerimis tetap menyapa dengan hangatnya. Tiada lagi senyum mentari, langit gelap, semua lorong di kawasan Temple Street seperti tanpa cahaya lampu yang menerangi, bagai di dalam sebuah goa. Dan lagi aku terjebak dalam sebuah ruang nostalgia yang sama sekali tak ingin ku ungkit. Ini seperti luka lama yang kembali menyeruak, bersimbah darah.
Aku ingin pulang, ingin tertidur lelap melupakan semua kejadian hari ini. Aku ingin tinggalkan tempat ini segera, tapi apa? Daya ini tiada lagi untuk beranjak pergi. Bolehkah aku memohon, ijinkan aku sendiri, tanpamu, kenangan. Tapi kenapa? Diam-diam kau menyelinap hadir, kembali. Aku lelah, pergilah menghampiri dia yang menciptakan kenangan itu. Aku tak yakin jika kau juga menggantui dirinya.



¶¶ Tak dapat lagi rasanya, ku tersenyum
Setelah... Kau tinggal pergi
Biar ku sendiri
Tanpa hadirmu kini
Lagi.....¶¶


Semakin aku ingin berlari, semakin rinai hujan itu deras menetes, semakin pula kenangan itu membayangi rasa ini (lagi). Dan seketika rindu ikut mampir ke taman rasa ini, sehingga aku tidak dapat berkutik oleh kehadiran mereka-mereka itu. Hingga akhirnya aku memilih diam dan beranjak pergi dengan segala penat hati.

Tanpa payung ungu lagi. Kusengaja menghujani tubuh ini agar kenangan itu melumat semua rasa yang masih tertinggal di hati ini, masih tentang kamu, seseorang yang tempo hari berbaju ungu; yang akhirnya kunobatkan payung ungu itu sebagai payung kesayanganku. Aku masih mengingat sosokmu yang bercelana jeans dan kalau tidak salah mengenakan jam tangan coklat, serta berkacamata hitam. Ketika itu aku tidak sedang memelukmu. Namun, diam-diam aku mencuri pandang ke arahmu. Ah, ini kenangan membasahiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar