Senin, 23 Februari 2015

Berlian di Ujung Negeri


Oleh: Nikodemus Niko

Perbatasan Jagoi Babang Sebagai Beranda Negara                                               
Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) umumnya jauh dari jangkauan modal sehingga kondisinya tertinggal dalam berbagai hal dibandingkan wilayah lain. Keadaan ekonomi yang tertinggal di wilayah perbatasan bukanlah situasi yang sangat khusus, karena keadaan serupa dapat ditemui di daerah lain yang bukan perbatasan. Namun wilayah perbatasan mempunyai arti penting tersendiri.
Kita tentu sering mendengar pendapat berbagai kalangan tentang arti penting tersebut, sehingga berkonsekuensi diperlukannya prioritas pembangunan daerah perbatasan. Kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan berkaitan dengan keadaulatan dan nasionalisme suatu bangsa.
Bukti Nasionalisme Warga Perbatasan Jagoi Babang

Setiap daerah perbatasan adalah “serambi” suatu negara, begitu pula dengan daerah perbatasan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Jagoi Babang merupakan satu diantara 5 kabupaten yang berbatasan darat dengan Malaysia. Sehingga daerah ini harus dikondisikan sebaik mungkin, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Namun kenyataannya daerah perbatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari masih banyaknya wilayah perbatasan yang terisolir dan tertinggal, masih banyaknya penduduk miskin yang bermukim di daerah perbatasan Jagoi Babang. keterbelakangan ini masih membelenggu masyarakat perbatasan sehingga memicu terjadinya masalah sosial termasuk masalah pendidikan. Data yang penulis peroleh dari kantor kecamatan yaitu sebanyak 1.537 Jiwa penduduk miskin yang bermukim di Perbatasan Jagoi Babang.

Aktivitas Ekonomi Masyarakat Perbatasan Jagoi Babang
Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan Indonesia dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan cukup berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit barang-barang ilegal asal Malaysia yang diselundupkan dari perbatasan Jagoi Babang. Banyaknya gudang penampung gula ilegal asal malaysia yang berdiri kokoh di garis batas negara ini membuktikan rendahnya tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan membuat aktivitas perekonomian masyarakat Jagoi Babang berorientasi pada negara Malaysia.
Jika dilihat dari aspek sosial budaya, arus globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat di daerah perbatasan ini. Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat perbatasan di Jagoi Babang. Masyarakat daerah perbatasan ini cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar. Hal ini tentu dapat merusak ketahanan nasional serta mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal menarik dan unik yang penulis temukan pada saat berada diantara masyarakat Jagoi, mereka memiliki slogan yaitu “Walaupun Hidup Di Batas Kami tetap Cinta INDONESIA”. Ternyata adanya pengaruh budaya asing tidak dapat mengikis rasa Nasionalisme masyarakat yang ada di daerah perbatasan. Seperti yang diungkapkan Pak Jimau (45) “Cari makan boleh di Malaysia, asal kan bisa pulang ke Indonesia,” Tuturnya. Pria penduduk asli ini juga mengaku setiap hari bolak balik dari Indonesia ke Malaysia untuk mengais rejeki. Memang menggiurkan, penghasilan sekali narik ojek saja bisa mencapai RM50-RM200 per-hari, jika di rupiahkan mencapai Rp740.000, per-hari.
Tidak bisa dipungkiri, semua produk sembako yang dijual di Perbatasan Jagoi Babang bermerk Malaysia. Bahan pokok rumah tangga ini mereka beli langsung ke negara malaysia dengan alasan lebih murah dari barang dari Indonesia. Penggunaan mata uang pun tidak hanya Rupiah (Rp) saja tetapi juga menggunakan Ringgit Malaysia (RM). Masyarakat lebih suka berbelanja menggunakan Ringgit dibandingkan Rupiah, “Kalau Ringgit ni nilai tukar ke Rupiah cukup tinggi, maka nya masyarakat sini lebih suka pakai Ringgit.” Ungkap Ibu Ela (34) salah seorang pemilik usaha warung. Ibu Ela yang dulunya adalah seorang guru honorer memilih untuk membuka usaha warung dan meninggalkan profesinya sebagai guru. Alasannya adalah guru honor di daerah perbatasan gajinya sangat kecil, “bahkan untuk makan sehari-hari saja harus mencari usaha sampingan,” lanjutnya kemudian.

Potensi Ekonomi Kreatif di Perbatasan Jagoi Babang
Kelompok masyarakat yang tinggal di Perbatasan Jagoi Babang Indonesia dan Malaysia (Sarawak) masih dalam kategori tingkat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat yang bermukim di Jagoi Babang ini juga merupakan masyarakat adat yang masih menjunjung tinggi nilai budaya adat istiadat—adat Dayak—dimana kelompok masyarakat terdiri atas kelompok Dayak Bekatik dan Dayak Bidayuh. Salah satu kerajinan tangan turun temurun khas Masyarakat Jagoi adalah Bidai.

Bidai terbuat dari bahan baku dasar rotan dan kulit kayu yang serba alami dianyam dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menarik. Semula bidai ini hanya digunakan untuk menjemur padi, keperluan upacara adat dan digunakan untuk alas rumah.
Namun seiring perkembangan jaman, Bidai kini menjadi barang mahal dan terkenal di Malaysia. Hal ini karena masyarakat Jagoi Babang menjual Bidai-nya di Serikin, Malaysia. Kenapa dijual di Malaysia? Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita. “Paling banyak dijual di luar negeri. Mereka suka beli banyak-banyak. Kalau di indonesia, paling kalau ada yang pesan. Padahal, kalo dah nyampe malaysia, nanti di impor lagi ke Indonesia.” Ungkap Mateus (31) pengrajin bidai asal Jagoi. Sungguh disayangkan peminat Bidai di Indonesia sangat sedikit.
Masyarakat Jagoi Babang yang bekerja sebagai pengrajin juga memiliki kreativitas dan inovasi dalam mengolah limbah. Proses perautan rotan dalam pembuatan bidai ini menghasilkan limbah rotan dengan jumlah yang tidak sedikit. Para pengrajin pun rupanya mampu mengolah sisa-sisa rotan tersebut dan menghasilkan suatu kreasi yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Kerajinan tangan dari limbah rotan pun memiliki peminat yang tidak kalah banyak dengan kerajinan tangan lainnya. beberapa jenis barang yang dihasilkan dari limbah rotan menjadi barang yang dapat menghasilkan pendapatan, antara lain: Gelang tangan, takin hias, vas bunga, dan keranjang.
Bidai yang sudah siap untuk dipasarkan di Serikin (Malaysia)

Penulis saat diajarkan menganyam Bidai
Potensi kerajinan Bidai sangat tinggi untuk dikembangkan sebagai suatu kerajinan kreatif, harganya di pasaran juga cukup bervariatif tergantung ukuran mulai dari RM50 hingga RM350 atau mencapai harga diatas satu juta rupiah. Namun sayangnya hasil karya anak bangsa ini harus menjadi barang impor dengan merek ‘Made in Malaysia’. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya pemerintah agar kerajinan masyarakat Jagoi Babang ini dapat dikembangkan menjadi ekonomi kreatif yang bernilai jual tinggi baik di tingkat Nasional maupun Internasional. Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh masyarakat setempat yaitu sebagai pendongkrak perekonomian mereka yang notabenenya adalah masyarakat kurang mampu (miskin).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar