Minggu, 15 Juni 2014

Topeng Pers dibalik Pesta Politik 2014



Oleh: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi Untan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan dua instrumen payung bagi produk jurnalistik, baik media cetak maupun elektronik. Seiring perkembangan teknologi informasi, media massa juga turut mengalami perkembangan yang pesat. Tak hanya media mainstream, media sosial juga menjadi salah satu bentuk revolusi media informasi. Di abad ke-21 ini salah satu ruang bisnis yang cukup menjanjikan adalah bisnis media berbasis teknologi informasi. Sehingga ada tren, pengusaha dan politikus memilih menjalin kerja sama yang saling menguntungkan bagi keduanya. Bahkan tak jarang pengusaha terjun dalam dunia politik.

Pemilihan Umum berlangsung sekitar satu bulanan lagi, Pileg dilangsungkan 9 April 2014, sedangkan Pilpres dilangsungkan 9 Juli 2014. Suasana politik ini semakin terasa dengan kampanye-kapanye yang sudah dimulai. Di seluruh sudut kota-kota di Indonesia, khususnya di kota Pontianak, bendera partai politik dan nomor urut sebagai peserta Pemilu telah bertebaran. Disamping itu, juga banyak Caleg dengan fotonya terpampang di berbagai media, spanduk, disertai nomor urut Caleg yang bersangkutan. Menjelang bulan April, sudah tentu akan semakin ramai, mengingat banyaknya partai dan calon peserta Pemilu. Tidak ketinggalan, berbagai isu atau substansi visi, misi, dan program peserta Pemilu sudah gencar diperkenalkan. Peran pers, media massa, dalam hal ini memang sangatlah penting. Apakah akan menjadi provokator konflik atau sebaliknya menjadi penjaga gawang suasana yang aman dan damai.
Pemberitaan pers tidak jarang dikritik sebagai kurang kondusif. Kurang cermat, sensasional dan bahkan provokatif. Terkadang, juga dinilai sebagai alat untuk menyudutkan kelompok lainnya. Sebagai media massa, pers merupakan cermin dari masyarakat itu sendiri. Kalau masyarakatnya terbelah, sudah tentu pers-pun juga ikut terbelah. Apalagi, kalau pelaku konflik itu dengan sengaja hendak menggunakan pers. Akan sangat ideal, kalau pers bisa berperan sebagai sumber informasi yang objektif. Tidak perlu berpihak, tetapi, memberi peluang rakyat untuk menentukan pilihannya.
Peran seperti itu, sesungguhnya tidak hanya tergantung pada insan pers. Untuk dapat menyajikan informasi yang objektif dan lengkap, peran elit partai juga sangat penting. Kalau mereka bersedia terbuka, memberi peluang pers melaksanakan tugasnya dengan baik, maka informasi yang objektif dan lengkap itu akan dapat diperoleh dengan mudah dan kemudian dapat disajikan apa adanya. Namun, pada kenyataannya banyak media-massa yang hanya berpihak terhadap kekuatan tertentu selama berlangsungnya pemilu sehingga berdampak luas atas kepentingan pembaca pada umumnya. Pers cenderung mereduksi informasi demi kepentingan tertentu, baik dalam bentuk adventorial maupun penyusunan beritanya. Pers melakukan simplifikasi permasalahan sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok yang berkepentingan di dalam rangka pemilu ini. Keberadaan pers saat ini hampir-hampir tidak berhubungan dengan “hak masyarakat untuk mengetahui”. Segalanya seolah hanya karena ada kepentingan semata. Mari ciptakan insan pers yang objektif dalam rangka ikut mensukseskan pemilu 2014 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar