Minggu, 15 Juni 2014

“Rumah Gerobak di Pontianak”



Oleh: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi Untan

Aku sangat menyukai berjalan kaki, karena dengan berjalan kaki aku dapat menemukan berjuta inspirasi yang tidak terduga. Seperti malam ini, di penghujung jalan Teuku Umar Pontianak, mataku tertuju pada dua orang laki-laki yang tidak aku kenal siapa namanya. Langkahku semakin dekat dengan kedua sosok itu. Seorang lelaki tua berkemeja warna hijau yang terlihat sudah usang dan kumal, mengenanakan celana panjang yang cukup terlihat kumuh, ia berumur sekitar 50-an tahun. Laki-laki tua itu bersama seorang anak laki-laki dengan mengenakan kaos dan celana biasa, ia berumur sekitar 9 tahunan. Dan aku yakin mereka adalah seorang ayah dan anak.

Mereka tepat berada di depan mataku. Yang menarik perhatianku adalah gerobak berukuran panjang sekitar 3 meter dan lebar sekitar 2 meter tempat dimana mereka duduk. Gerobak itu berisi barang-barang bekas, terbersit dalam pikiranku bahwa mereka adalah ‘pemulung’. Pakaian anak-anak dan Sebuah handuk yang terlihat sudah kumal bergantung disisi kiri dan kanan gerobak. Di dalam gerobak itu juga terlihat sebuah kasur bekas yang sudah siap untuk menemani mereka menuju alam mimpi. Ya, gerobak itu adalah rumah mereka. Ya, Tuhan sungguh malang nasib mereka. Lalu dimana mereka berteduh saat hujan melanda? Apakah mereka tidak mempunyai rumah yang selayaknya untuk di diami? Entahlah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Semboyan “Rumahku, Istanaku” tidak berlaku bagi bapak dan anak itu, lebih layak jika diganti menjadi “Rumahku, Gerobakku”. Kondisi hidup yang sungguh memprihatinkan. Ternyata kehidupan di kota besar memang terkadang sangat kejam, tak terkecuali di Kota Pontianak. Sangat banyak kondisi sosial masyarakat yang kini menjadi Pekerjaan Rumah pemerintah kota, dan pemerintah juga dituntut harus peka terhadap permasalahan sosial yang ada. Seperti halnya seorang bapak dan anak yang hidup di atas gerobak itu. Sungguh memprihatinkan.
Sebagaimana amanat yang tertuang dalam UU tentang kesejahteraan sosial tahun 2008 sebagai pengganti UU No. 6 tahun 1974. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Semoga saja pemerintah dapat membantu mereka agar bapak dan anak itu kelak dapat hidup layak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar