Rabu, 01 Januari 2014

Sebongkah Kenangan



Oleh: Nikodemus Nico
Malam kian terhanyut dalam kelambu rembulan yang menyapaku melalui angin lembut. Membasuh keheningan, Menyentuh kesepian dengan tulus. Bayangan masa silam kini terlintas indah dalam benakku, menghanyutkan ku dalam kenangan itu. Ku tatap rembulan yang tersipu dengan wajah sendu. Aku ingin sejenak lena hingga ku terlelap dalam serpihan kenangan yang membuatku tak ingat akan tidurku yang telah larut.

Raut senyumnya, kini kembali berhias dalam benakku. Sosok cal’m yang tak asing lagi bagi fikiranku, sejenak menghiasi memory pikiranku. Iya, dia yang dulu selalu hadir dalam setiap denyut nadiku. Sesaat aku terhenyak dalam buaian indah, bak dalam taman sorga. Aku takut kehilangan saat-saat dimana aku tak dapat lagi melihat senyum itu. Menangis, ya hanya itu yang bisa aku lakukan.
Semuanya bermula dari perkenalan melalui facebook, semenjak itu aku sering sms-an dan berbagi cerita dengannya. “Jeyek”, begitu aku memanggilnya dengan penuh sayang. Dia adalah sosok yang selalu aku rindukan kala malam mulai menyapaku. Mata sayunya yang membuat aku terus ingin melihat senyumnya. Wajah mungilnya yang memaksa aku terus memikirkannya. Dan suaranya yang sering membuatku menangis kala ku mengingatnya.

Aku masih ingat betul 8 Juli 2013 aku bertemu dengannya didepan sebuah masjid, dan kini waktu kian berlalu, perkenalan ku dengannya bukan semakin akrab, justru semakin saling menjauh. Hal itu bukan yang kuinginkan, meski yang kuingin dia selalu menjadi tempatku bersandar, berbagi perhatian, saling memberi semangat, sebagai tanda kami saling membutuhkan. Tapi, semua jauh dari hal yang kuinginkan. Inilah sebuah kenyataan.

Aku mulai rindu, sudah lama aku tak bertemu dengannya, bahkan aku mulai gelisah saat-saat smsnya tak kunjung menghampiri inbox handphoneku. Ada apa dengannya? Kenapa dia semakin menjauh dariku? Apa yang sebenarnya yang terjadi padaku, aku mulai menggantungkan keceriaanku padanya.
Malam ini aku sedang bersedih di sebuah kamar di salah satu penginapan di pulau Bali. Dia tiba-tiba sms kalau aku melupakan hari bahagianya. Iya, hari ini dia ulang tahun. “Happy Birthday Jeyek sayang”, kukirim sms itu untuknya. Aku ingin memberinya sebuah kado tapi aku merasa semua itu sangat tidak spesial lagi.  Semakin lama rasa ini semakin membukit, rasa ini sungguh sulit untuk diungkapkan, aku hanya tidak ingin jika jawaban dari pernyataan hati ku ini adalah CINTA. Aku takut... aku takut bila Jatuh Cinta padanya.

Aku tak ingin ucapkan hal itu, sungguh rasa ini belum cukup ku tampung dalam hati yang kini dipenuhi rasa takut, takut untuk kehilangan. Tapi, apapun yang terjadi aku tak bisa menahan perasaan itu sendirian, aku ingin dia tahu apa yang membuatku selalu perih. “Jeyek, semenjak pertemuan kita pertama kali, aku merasa ada yang aneh mengusik pikiranku. Aku menyukai mu, mungkin ini cinta, tapi........” kata itu akhirnya aku send dalam sebuah pesan singkat untuknya.
“Sebenarnya aku juga rasakan hal yang sama. Tetapi, aku merasa belum yakin dengan diriku sendiri,” jawaban sms itu membawa sebongkah harapan buatku. “Jadi, Jeyek juga mencintaiku? Aku mengira kalau cintaku bertepuk sebelah tangan,” kata demi kata dari lubuk hatiku tertuang dalam sebuah kalimat singkat yang penuh makna. “Tapi aku belum siap untuk itu, aku takut mengecewakanmu suatu hari nanti. Maafkan aku.” Adrenalinku berpacu sangat kencang, sungguh ini sms yang telah meruntuhkan gunung harapanku. Selama ini aku yakin dia juga menyayangiku, dan aku yakin bahwa aku dan dia pasti bisa bersama nantinya, tapi semuanya harus terkubur, aku tersadar bila memang cintaku bertepuk sebelah tangan.
Airmata ku mengalir kian deras, membasahi seluruh wajahku, membasuh keheningan malam, dan batin ku pun ikut meratap.”Oh Tuhan, cobaan apa ini? Mengapa Engkau harus mempertemukan ku dengan dia, bila hanya luka jiwa yang akan terukir. Apakah dengan cara ini Engkau mengajari ku untuk bersabar, mengapa aku selalu sulit mendapatkan cinta yang ku inginkan, aku sangat menyayanginya, sangat mencintainya, tapi mengapa jurang antara kami sangat menjulang begitu tinggi, tunjukkan aku jalan terbaik-Mu.”

Entah mengapa waktu seakan mengijinkan aku dan dia untuk terus bersama. Setelah itu lah, aku sadar apa yang harus aku lakukan. Memang menghindar bukan jalan yang terbaik, tapi aku harus pandai memposisikan diri, agar perasaan ini tidak terlalu mendalam untuknya. Sejujurnya aku memang tak sanggup untuk memendam rasa sendiri, tapi aku harus lakukan itu. Banyak yang menyukai ku tapi tiada satupun yang bisa ku terima, hanya karna demi menghargai perasaanku yang memang masih untuknya. Tapi. Apakah ini adil bagi ku, bila aku harus menutup diri dari orang-orang yang mengajak ku untuk serius? Sedangkan yang ku jalani sekarang juga tidak jelas arahnya. Hanya waktu yang bisa menjawab semua ini.
Dear Curahan Hati: Malam yang kian larut ini aku masih termangu disini, sendirian, tanpa siapapun, mengingat segalanya malam ini. Malam yang membawa rindu itu, malam yang tak bisa aku lupakan. Saat itulah bayangan wajahmu menerobos pintu hati ini. Aku hanya terdiam, aku tak bisa berbuat apapun, karena aku memang masih merasakan getar itu, cinta yang dulu untuk mu. Aku rasa ini mimpi, aku tak percaya ku bisa temui dirimu, tapi ini nyata, dirimu yang kini di hadapan ku, dirimu yang dulu aku cintai, dirimu yang dulu aku sayangi. Aku tak berani tuk menatap mata itu, aku tak berani tuk memandang wajah itu, aku tak kuat menahan degup rasa yang tak ku mengerti itu. Aku menyayangi mu, dan tetap sayang kamu hingga saat ini. Kini ku hanya ingin menangis, bersama kisah cinta yang telah berakhir dipenghujung mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar