Sabtu, 13 Oktober 2012

baju merah untuk bunda



Baju merah untuk bunda......
By: nikodemus niko

            Langit masih tampak gelap, embun pagi mulai luruh hinggap di dedaunan. Membasuh bumi dengan penuh belas kasihan. Dari kejauhan tampak seorang ibu separuh baya dengan sebuah keranjang di gendongan nya. Ia berjalan menelusuri hutan belantara di pagi buta untuk mencari nafkah. Dia adalah ibu lusia. Ia tinggal bersama seorang anak nya yang bernama niko, tidak jauh dari tepi hutan. Mereka tinggal di sebuah gubuk reot yang telah usang dan tampak tak layak huni. Namun, keadaan lah yang memaksa mereka untuk tinggal di gubuk itu. Di pagi buta, ibu lusia harus pergi ke hutan untuk mencari nafkah. Ia bekerja sebagai buruh penoreh kebun karet yang hasil nya di bagi dua dengan pemilik kebun. Sementara niko harus pergi sekolah di sebuah SMP yang letak nya sangat jauh dari tempat mereka tinggal, sekitar dua jam perjalanan di tempuh dengan berjalan kaki. Jarak sekolah yang begitu jauh, tidak menyurutkan semangat niko untuk pergi ke sekolah. Meski dengan keterbatasan, niko sungguh gigih menimba ilmu.
            “gimana belajar mu hari ini nak?”, ibu lusia bertanya pada niko sambil meniup api yang berasap pada sebuah tungku besi yang sudah berkarat, dengan sebuah panci di atasnya. “hari ini niko dapat nilai delapan bunda pelajaran matematika. Tadi belajar tentang aritmatika, susah benar bunda”, niko dengan nada lantang. “hahahahahaha, kamu belajar arit jangan di sekolahan, di sawah saja nak”, ibu lusia tertawa lebar. Ia sangat suka bercanda dengan buah hati yang sangat ia sayangi di dunia ini. “bukan arit yang buat nebas rumput itu bunda, hahahahaha”, niko ikut tertawa melihat ulah ibunya. “iya, bunda tahu nak. Kamu harus rajin-rajin belajar. Hanya kamu tumpuan bunda satu-satu nya nak. Kamu harta paling berharga yang bunda miliki sekarang”, tawa yang tadi baru saja terdengar, kini menjadi sebuah nada sedih. Ibu lusia meraih tubuh niko dan memeluknya.
            Hari kian sore, untuk makan nanti malam, ibu lusia memasak daun singkong yang ia petik di samping rumah nya. Daun singkong yang hanya sedikit itu ia masak dengan kuah yang hampir setengah panci. “bunda masak apa?”, niko keluar dari bilik kamar yang hanya bertutup bambu. “bunda masak sayur kesukaan kamu nak”, bunda menjawab dengan nada lembut. “asik...... udah matang belum bunda? Niko sudah lapar nih”, niko sangat girang dan bernada manja. “belum. Sebentar lagi nak, yang sabar ya”, bunda dengan penuh bijaksana. “sayur nya sudah matang. Tolong ambilkan ibu mangkok, nak”, bunda bersuara pelan. Niko segera mengambil sebuah mangkok kecil. “mangkok ini mana cukup, nak. Ambilkan lagi mangkok yang agak besar”, kata bunda sambil mengaduk-aduk sayur yang sudah matang itu. “kok bunda masak sayur nya banyak sekali”, Niko sambil menyodorkan sebuah mangkok yang ukuran nya cukup besar. Bunda langsung mengangkat panci yang berisi sayur dan menuangkan dalam mangkok. Sayur yang hanya berisi kuah dan sedikit daun singkong itu niko pandang dengan penuh syukur. Bunda kembali menitikkan air mata. “bunda kenapa menangis?”, niko terheran. Kembali bunda merangkul tubuh mungin niko. “maafkan bunda nak, hanya ini yang mampu bunda berikan”, bunda sambil terisak. Niko pun ikut menangis dalam pelukan bundanya, “bunda, semua ini sudah cukup buat niko. Semua ini berkat dari Tuhan, bunda. Kita harus bersyukur”, niko sambil mengusap air mata nya. “bunda jangan sedih lagi ya. Puji Tuhan, kita sudah di beri rejeki hari ini, bunda”, niko berusaha menenangkan sembari menyapu air mata bunda nya. Mereka pun makan dengan penuh syukur.
            Pagi menjelang, mentaripun bersinar penuh gemilau. Membuat langkah niko tidak pernah lelah untuk menelusuri hutan, demi menimba ilmu. Terkadang ia sering terlambat masuk sekolah, karena harus membantu pekerjaan bunda.
“selamat pagi, bu. maaf saya terlambat lagi”, ucap niko pada bu guru yang sedang mengajar di depan kelas.  Seisi kelas menatap ke arahnya.
“kenapa kamu terlambat niko?”, tanya ibu guru padanya.
“tadi pagi saya membantu ibu antarkan dagangan dulu ,bu”, niko menjawab dengan polos. Guru-guru di sekolah niko pun sudah mengenal sosok niko yang selalu membantu ibunya. Meski demikian, niko juga terkenal sebagai salah seorang siswa yang pintar dan berprestasi di sekolah. Dengan keterbatasannya nico selalu membuat guru-gurunya bangga.
***
            Sore itu awan tampak marah. Langit tak terlihat berseri seperti biasanya. Rintik hujan mulai membasuh bumi. Niko dan bundanya sudah sejak lama berada di dalam gubuk tempat mereka tinggal.
“bunda. Besok niko akan ikut lomba cerdas cermat di tingkat kecamatan”, niko memberitahu bunda nya kalau ia akan menjadi utusan sekolahnya dalam ajang lomba cerdas cermat di tingkat SMP se-kecamatan.
“iya kah nak? Lomba cerdas cermat yang makan kerupuk itu ya?”, bunda masih saja lemod.
“bukan bunda. Cerdas cermat itu lomba mata pelajaran”, niko mencoba menjelaskan.
“oh, begitu”, bunda tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala nya.
“kau sudah belajar belum untuk persiapan besok?”, bunda bertanya lagi.
“niko sudah belajar dong bunda, dari kemarin malahan. Bunda doakan niko ya, biar bisa menang. Membawa nama sekolah, biar bisa terkenal”, niko berucap dengan nada sombong namun bergurau dengan bunda nya.
“amin. Amin. Bunda selalu mendoakan yang terbaik untuk mu nak”, bunda merangkul niko sembari mencium keningnya.
            Pagi-pagi sekali niko sudah berada di sekolah untuk berangkat ke kecamatan. Ia akan pergi bersama teman-teman dan guru-gurunya. Sebelum berangkat ia dan teman-temannya mengadakan doa bersama. Niko terlihat khusuk sekali, ia sangat ingin menjadi pemenang dalam ajang bergengsi itu, ia ingin mengharumkan nama sekolahnya. Setelah beberapa menit berlalu, mereka berangkat dengan di boncenga sepeda motor gurunya.
            Setibanya di sana, mereka hampir saja terlambat karena perlombaan sudah mau di mulai. Dengan tergopoh-gopoh niko dan teman-temannya menempati bangku peserta yang sudah disediakan oleh panitia lomba. Selama perlombaan berlangsung niko dan teman-teman terlihat santai, guru pembimbing mereka hanya tersenyum melihat mereka dari bangku penonton. Semangat itulah yang membuat niko dan kawan-kawan keluar menjadi juara pertama dalam ajang itu. Piala yang setinggi satu meter itu diterima oleh niko sebagai perwakilan, niko ingin menangis dalam keharuan. Selain menjadi juara dalam lomba itu, niko juga mendapatkan beasiswa sekolah hingga ia tamat SMA. Jika saja bunda nya bisa ikut menyaksikan keberhasilan niko saat ini, mungkin ia akan terharu dalam tangisan.
            Sebelum pulang ke daerah terpencil yang terletak di perkampungan, waktu seharian itu juga dimanfaatkan niko dan teman-temannya untuk menikmati keramaian kota. Mereka memasuki toko-toko pakaian hanya sekedar untuk melihat-lihat saja. Dari kejauhan tanpa sengaja niko melihat sebuah baju berwarna merah, tidak terlihat mewah tetapi sangat menarik hati niko untuk mendekat.
“baju ini indah sekali”, gumam niko dalam hati nya. Ia memberanikan diri untuk memegang baju itu.
“ingin sekali aku membeli baju ini untuk bunda”, hatinya terus berkecamuk dalam statement yang sederhana. Dari kejauhan bu sulis, guru niko melihat niko yang sedang asik dengan baju itu. Perlahan gurunya mendekat.
“kamu mau beli baju itu ya niko?”, petanyaan itu mengejutkan niko dengan raut muka yang tak menentu. Niko tidak menjawab, baju itu masih di pegangnya. Ia hanya menarik nafas panjang, tak tahu harus menjawab apa.
“kalau kamu mau nanti ibu yang bayarkan, tadi kan kamu menang lomba. Uang kamu masih ibu yang pegang”, bu sulis berkata bijaksana pada niko.
“i.i.i.iya bu. Saya ingin beli baju ini untuk bunda”, niko tergugup namun dengan penuh semangat. Tanpa ragu lagi ia langsung membawa baju itu ke kasir untuk di bayarkan.
“terima kasih ya bu”, niko sambil tersenyum. Ibu sulis hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepala.
            Rumah niko tampak sepi. Terlihat hanya kucing yang sedang tidur di atas karung goni. Bunda belum tampak sama sekali, niko sudah sangat rindu ingin bertemu bunda. Seharian ini ia tidak bersama bunda.
“bunda, bunda. Bunda dimana?”, niko memanggil-manggil bunda nya. Tak ada sahutan yang terdengar oleh niko.
“bunda dimana?”, niko agak sedikit berteriak, karena ia tahu kalau bunda nya bermasalah dengan pendengaran nya.
“iya. Bunda disini”, terdengar sahutan dari belakang rumah. Niko bergegas menuju sumber suara.
“kau sudah pulang nak?”, bunda hanya bisa bertanya begitu saat niko pulang.
“iya bunda. Niko punya sesuatu buat bunda”, niko sambil menarik tangan bunda nya untuk naik ke bilik rumah. Niko sambil menunjukkan baju merah yang dibelikan nya di kota.
“ini untuk bunda nak?”, bunda seperti tak percaya dibelikan baju bagus. Selama ini ia tidak pernah membeli baju baru. Pakaian yang mereka pakai sehari-hari hanya pakaian bekas yang diberikan majikannya.
“iya bunda. Berkat doa bunda, niko bisa menang lomba. Uang nya niko pakai buat beli baju ini untuk bunda”, niko menahan diri dengan mata yang berkaca-kaca melihat kebahagiaan bunda nya. Bunda langsung memeluk erat tubuh mungil niko sembari terisak. Keduanya larut dalam tangisan, dengan penuh syukur bunda berterima kasih pada Tuhan yang memberikan rejeki untuk mereka. Waktu akan menjawab semua rencana Tuhan untuk umat nya. Bukan Dia tidak menggubris segala doa dan permohonan kita, tetapi ia sudah menyiapkan rencana terindah-Nya dalam hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar