Senin, 20 Juli 2015

Trip (hemat) ke Merapi


Foto saat Erupsi Gunung Merapi (koleksi pribadi penulis)

Tulisan di Persimpangan Jalan (koleksi penulis)

Tidak seperti biasanya, saya kalau nge-trip kemana-mana pasti naik Trans-Jogja. Berbeda dengan trip kali ini, saya ingin menjelajah Gunung Merapi. Tapi kali ini saya tidak pergi sendirian, melainkan berkelompok, bersama mahasiswa/i dari berbagai kampus di Indonesia—kebetulan kami bertemu dalam short course di Universitas Negeri Yogyakarta.

Awalnya nge-trip ke Merapi merupakan rencana iseng yang kami diskusikan kala ngumpul-ngumpul malam. Tidak ada perencanaan matang sama sekali, bahkan tidak ada diantara kami yang pernah ke Merapi. Hal ini tentu akan menyulitkan kami dalam mencari arah jalan bukan? Ah, bukan masalah besar sebenarnya. Hingga kami benar-benar ‘nekad’ berkelana kesana.
Pagi-pagi sekali, kami masih berencana untuk pergi ke Merapi. Belum ada kepastian untuk berangkat, langkah pertama yang kami lakukan adalah sewa motor. Sewa motor di Jogja sekitar Rp.25.000, per-12 jam atau dengan kata lain setengah hari. Sebelum menjelajah yang akan memacu adrenaline tinggi, kami mengisi bensin di SPBU sekitar Rp.25.000, jadi patungan satu buah motor impas, karena satu motor berdua. Jadi untuk motor Rp.50.000, dibagi berdua.
Dengan berbekalkan GPS kami menjelajah jalan kaliurang menuju kawasan Merapi. Sekitar satu jam setengah di perjalanan, kami tiba di pintu gerbang kawasan wisata kaliurang. Kami harus membayar Rp.3.000, per-orang dan seribu untuk biaya parkir motor. Setelah memasuki kawasan wisata, sangat banyak sekali tempat yang patut dikunjungi, seperi air terjun, taman bermain, bahkan pasar ramai yang padat pengunjung. Tapi tujuan utama kami adalah Merapi, sehingga kami harus mutar-mutar untuk mencari jalan menuju kawasan merapi.

Sekitar setengah jam berputar-putar tidak menemukan jalan, akhirnya kami tiba di pintu gerbang utama lagi. Kemudian kami bertanya pada penjaga tiket, ternyata kami salah arah. Di Jogja sangat kental dengan arah Selatan, Barat, Utara, Timur, sehingga cukup sulit bagi kami untuk menemukan jalan yang mana yang kearah selatan atau timur. Sekitar sepuluh menit menempuh perjalanan, kami akhirnya menemukan gerbang ke ‘Merapi Lava Tour’—kawasan gunung merapi. Ah, dulunya saat aku kecil hanya menonton film Mak Lampir yang bertajuk ‘Misteri Gunung Merapi’ dan kini aku menginjakkan kaki di kawasan gunung merapi yang bukan lagi misteri, melainkan tempat wisata.
Tiket Masuk Kawasan Wisata Kaliurang (koleksi penulis)

Karcis Parkir Motor (koleksi penulis)

Tiket Masuk Kawasan Wisata Merapi Lava Tour (koleksi penulis)

Cukup dengan membayar Rp.3.000, per-orang (lagi), kami menuju kawasan tersebut. Semakin menanjak dan jalannya berbukit, semakin dingin pula tubuh terasa, padahal di tengah siang bolong yang seharusnya panas membara. Tidak jauh kami melihat keramaian padat pengunjung, yang adalah parkir akhir untuk kendaraan. Kami harus membayar (lagi) untuk parkir sebesar Rp.2.000, per-motor.
Setelah memarkirkan motor, banyak kami yang berburu toilet. Ternyata tidak jauh dari area parkir motor. Untuk BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil) harus membayar Rp.2.000, dan jika ingin mandi membayar Rp.5.000. Tidak jauh pula, ada masjid dan teman-teman kami yang muslim langsung melaksanakan shalat dzuhur.
Sebelum mendaki, kami mencicipi kuliner merapi terlebih dahulu. Untuk harganya bervariasi, di atas Rp.10.000, per-porsi pasti sudah kenyang dan siap nge-track. Eitzzz, jangan lupa coba-in sensasi kopi merapi, atau kopi jahe merapi, sekedar menghangatkan badan. Harganya Rp.6.000, saja per-gelas-nya. Boleh juga dijadikan oleh-oleh lho, ada dijual bubuk kopi jahe, harganya Cuma Rp.35.000, per-toples. Murah meriah guys.
Mendaki setelah makan sebetulnya bukan hal yang enak, rasanya semakin malas. Kebiasaan setelah makan biasanya tidur, bukan mendaki. Track kami harus melalui 1,5 KM untuk mencapai tempat tujuan, sebelumnya kami harus mampir di rumah mendiang Mbah Marijan—juru kunci gunung merapi.
Di rumah Mbah Marijan sudah sangat ramai pengunjung yang datang. Mungkin kami pengunjung ke sekian. Terdapat dapur, dan ruang tengah rumah yang masih terlihat sisa-sisa abu vulkanik disana. Juga terdapat pendopo kecil dimana Mbah Marijan ditemukan meninggal dalam keadaan bersujud. Dibelakang pendopo besar, terdapat kandang kuda dimana kuda milik Mbah Marijan juga ikut terbujur dan kini sisa tulang belulangnya.
Rumah Mendiang Mbah Marijan-disini Mbah Marijan ditemukan bersujud (koleksi penulis)

Rumah Mendiang Mbah Marijan-Bagian Dapur (koleksi pribadi penulis)

Setelah dari rumah mendiang Mbah Marijan, kami melanjutkan wisata kami mengunjungi berbagai tempat menarik yang ada disana. Salah satunya kawasan dimana terdapat Batu Tumpeng. Disana sudah banyak pengunjung yang hendak berfoto-foto, dan juga banyak yang nge-track dengan mobil jeep dan motor trail di area erupsi gunung merapi.
Kawasan Batu Tumpeng (koleksi pribadi penulis)

(koleksi pribadi penulis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar