Jumat, 06 September 2013

Affirmative Action, Keberpihakan Atau Pemenuhan Kuota?


Oleh: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura

Tidak lama lagi pemilihan umum tahun 2014 akan di gelar di seluruh wilayah nusantara. Ruas jalan kini kerap dijumpai foto wajah-wajah baru para Caleg, baik tingkat daerah maupun tingkat pusat. Dari masa ke masa keberpihakan partai politik kepada perempuan terus diuji. Pemerintah dan DPR telah mengeluarkan aturan tentang kuota 30% perempuan dalam partai politik untuk terlibat aktif baik di kepengrusan partai maupun sebagai anggota legislatif. Bahkan semakin dikuatkan dengan aturan KPU dimana kuota 30% keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai dijadikan prasyarat bagi partai politik sebagai peserta pemilu dan juga mengharuskan partai memenuhi kuota 30% dalam daftar calon legislatif.
Aturan ini membuat partai politik kelimpungan, gelisah dan galau. Partai-partai mendapat kesulitan untuk menjaring kaum perempuan yang mau untuk terlibat dikepengurusan dan calon anggota legislatif partai. Kebijakan ini mendapat hambatan yang besar terutama didaerah-daerah yang secara sosial dan budaya masih membatasi peran aktif perempuan diranah publik yang berujung pada rendahnya dukungan pada kaum perempuan yang secara strategis hal ini tidak menguntungkan bagi partai politik. Sehingga dalam memenuhi kuota 30% terkesan dipaksakan dan asal comot yang terpenting partai tidak menyalahi aturan. Dalam perekrutannya partai mengesampingkan kualitas dan kapasitas. Calon legislatif yang diajukan ini secara politik lemah dari segi dukungan, kapasitas dan kualitas sehingga mereka dengan sendirinya akan tersingkir dalam persaingan yang begitu ketat.
Keterlibatan dan peran aktif kaum perempuan diranah publik diharapkan mampu memberi warna dan sentuhan yang berbeda sehingga kebijakan yang dihasilkan memiliki keberpihakan pada kaum perempuan. Dalam sektor yang lebih luas ada hal-hal yang belum atau mungkin tidak terfikirkan jika otoritas pembuat kebijakan hanya dipegang kaum lelaki. Sisi positif ini tentunya akan mampu dilakukan jika kaum perempuan itu punya kapasitas dan kualitas yang memadai serta mendapat dukungan dari masyarakat baik secara sosial maupun kultural.
Sejarah perkembangan peradaban dan umat manusia ke masa depan, dalam banyak hal akan sangat dipengaruhi oleh dimensi peran politik perempuan. Dimensi itu yang menentukan kualitas regeneratif insaniah bangsa ini. Langkah yang perlu dilakukan adalah mendidik dan meningkat kualitas dan kapasitas kaum perempuan itu sendiri. Serta memberikan kesempatan yang sama pada kaum perempuan untuk ikut terlibat dalam kegiatan partai serta melakukan pembinaan dan proses kaderisasi yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar