KEMISKINAN STRUKTURAL MASYARAKAT
PESISIR PANTAI DI KECAMATAN SUKADANA KABUPATEN KAYONG UTARA
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH: STRUKTUR SOSIAL
Program Studi Sosiologi
Disusun Oleh:
KARMANSAH MIDIN NIM.E51110069
NELLY OKTAVIANI NIM.E51110070
NIKODEMUS NIKO NIM.E51110071
SITI FATMAWATI NIM.E51110073
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
PONTIANAK
2014
1. Latar Belakang
Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,
wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Wilayah pesisir
merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang
perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah
pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta
memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia (Kay and Alder, 1999 dalam Usman, 1998).
Searah dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi, membuat wilayah pesisir ini mempunyai nilai tambah
bagi masyarkat sekitarnya. bertambahnya nilai di wilayah ini didasarkan pada
bagaimana masyarakat setempat memanfaatkan alam yang ada dengan sabagaimana
mestinya, sehingga dapat menghantarkan mereka pada tahap yang dikatakan
sejahtera. Namun, faktanya keadaan alam yang produktif ini tidak mampu
memberikan penghasilan lebih bagi masyarakat. keadaan ini disababkan karena
ketidakseimbangan antara SDA yang ada dengan SDM yang dimiliki. Keadaan seperti
ini dapat memicu terjadinya konflik di dalam masyarakat itu sendiri, karena
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, yang membuat mereka
dikatagorikan sebagai masyarakat yang miskin.
Kemiskinan adalah hal yang selalu dihadapi manusia dalam kehidupan nyata. Menurut Suparlan
(1984) kemiskinan didefinisikan sebagai:
suatu
standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang
umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Salim
(1984) menjelaskan bahwa indikator kemiskinan dapat dilukiskan sebagai
kurangnya pendapatan seseorang atau anggota masyarakat dalam suatu lingkungan
sosial tertentu, untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan,
pakaian, tempat tinggal yang layak dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan
hidup sehari-hari.
Selanjutnya,
Suryawati (dalam Salim, 1984) menyebutkan ciri-ciri kelompok masyarakat miskin
adalah sebagai berikut:
1.
Rata-rata
tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja
dan keterampilan.
2.
Mempunyai
tingkat pendidikan yang rendah.
3.
Kebanyakan
bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal),
setetengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).
4.
Kebanyakan
berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area).
5.
Kurangnya
kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup) bahan kebutuhan pokok,
pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan,
fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama
lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki
modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja,
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun,
kesehatan, kematian), atau hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam
dan infrastruktur yang terbatas (Suharto, 2009).
Kemiskinan merupakan sebuah masalah rumit bangsa Indonesia yang hingga saat
ini masih terus diupayakan penyelesaiannya. Tidak
terkecuali kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir pantai. Kemiskinan yang
telah berjalan dalam rentang waktu yang sangat lama ini bukan hanya suatu
gejala yang cukup dijelaskan sebagai realitas ekonomi. Artinya kemiskinan tidak
hanya sekedar gejala keterbatasan lapangan kerja, pendapatan, pendidikan dan
kesehatan masyarakat, melainkan juga realitas struktural dan tata nilai
kemasyarakatan yang merupakan suatu realitas budaya yang antara lain berbentuk
sikap menyerah kepada keadaan. Kemiskinan yang terjadi di daerah pesisir pantai ini
tidak hanya disebabkan oleh faktor kultural yang dinamis, kemiskinan di daerah
pesisir pantai ini juga terjadi karena kesempatan-kesempatan tidak diberikan
kepada mereka.
Ukuran kemiskinan dalam kehidupan modern pada masa kini adalah mereka tidak
menikmati fasilisitas pendidikan, pelayanan kesehatan, akses teknologi, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern. Piven dan Cloward (dalam Suharto, 2009) menunjukkan bahwa kemiskinan
berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan, dan adanya
kebutuhan sosial.
1.
Kekurangan
materi. Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang
yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan
perumahan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kesulitan yang
dihadapi orang dalam memperoleh barang-barang yang bersifat kebutuhan dasar.
2.
Kekurangan
penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” disini sering dikaitkan
dengan standar atau garis kemiskinan (poverty line) yang berbeda-beda dari satu
negara ke negara lainnya, bahkan dari satu komunitas ke komunitas lainnya dalam
satu negara.
3.
Kesulitan
memenuhi kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial (social exclusion), ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai
situasi kelangkaan pelayanan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, dan
informasi.
Kemiskinan dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu
kebudayaan kemiskinan (culture of poverty),
sertaa kemiskinan struktural (structural
poverty). Budaya kemiskinan juga dikenal dengan istilah kemiskinan temporer
(temporary poverty). Kemiskinan
temporer ini adalah kemiskinan yang sifatnya sementara dimana suatu kali miskin
dan suatu kali dapat melewati batas kemiskinan ke tahap sejahtera.
Kemiskinan struktural berasal dari kata
struktural, yaitu segala sesuatu yang berasal dari struktur sosial. Sedangkan
struktur yang berkaitan dengan sosial menurut ilmu sosiologi, adalah tatanan
atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyrakat.
Susunannya bisa vertikal atau horizantal.
Menurut beberapa ahli sosiologi, struktur
didefinisikan sebagai berikut: George Simmel (dalam Nurlaila, 2013) menyebutkan struktur sosial adalah kumpulan
individu serta pola perilakunya. Sedangkan George C. Homans (dalam Nurlaila,
2013) mendefinisikan struktur sosial sebagai hal yang memiliki hubungan erat
dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari. Struktur sosial
dipahami sebagai susunan yang terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku
individu. Struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan
peranan-peranan sosial (Narwoko&Bagoeng, 2006).
Berdasarkan
uraian tersebut dapat diperoleh perumusan masalah yaitu: Bagaimana potret kemiskinan struktural masyarakat pesisir pantai di
kecamatan sukadana kabupaten kayong utara?
2.
PEMBAHASAN
Dalam
mengkaji mengenai kemiskinan struktural di wilayah pesisir pantai di Kecamatan
Sukadana, Kabupaten Kayong Utara ini tentunya tidak terlepas dari masyarakat
yang tinggal di wilayah tersebut. Masyarakat, menurut Talcott Parsons (dalam
Mustafa, 2008) mempunyai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu
sama lain. Setiap kelembagaan dalam masyarakat melaksanakan tugas tertentu
untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut. Sebagai pisau analisis
penulis menggunakan pendekatan struktural fungsionalisme sebagaimana
dikembangkan oleh Talcott Parsons (dalam Mustafa, 2008) melalui asumsi-asumsi
berikut:
1)
Masyarakat
harus dilihat sebagai suatu sistem dari pada bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain.
2)
Dengan
demikian hubungan pengaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut
bersifat ganda dan timbal balik.
3)
Sekalipun
integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara
fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang
dinamis.
4)
Sekalipun
disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan (deviance) senantiasa
terjadi juga, akan tetapi dalam jangka panjang keadaan tersebut akhirnya akan
teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian dan proses institusional (social
adjustment and institutionalized).
5)
Perubahan
dalam sistem sosial terjadi secara gradual dan menyeluruh melaui penyesuaian
dan tidak melalui revolusioner.
6)
Perubahan
sosial timbul melalui tiga macam kemungkinan: penyesuaian yang dilakukan oleh
sistem sosial tersebut terhadap perubahan yang datang dan keluar, pertumbuhan
melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional serta penemuan baru oleh
anggota masyarakat.
7)
Faktor
penting yang memiliki daya mengintegritasikan suatu sistem sosial adalah
konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilai kemasyarakatan
tertentu.
Dengan
beberapa asumsi tersebut dapat menjadi acuan penulis dalam menganalisis dan
mensintesiskan permasalahan serta menguraikan potret kemiskinan struktural di
wilayah pesisir pantai Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara.
2.1. Potret Kemiskinan Struktural di Wilayah Pesisir
Pantai Kec. Sukadana, Kab. Kayong Utara.
Kondisi
masyarakat di sepanjang wilayah pesisir pantai Kec. Sukadana, Kab. Kayong Utara sebagian besar masih miskin dengan
tingkat kesejahteraan rendah dan masih tertinggal. Realitas potret kemiskinan
di wilayah pesisir pantai Kec. Sukadana ini bukan lagi permasalahan mereka
serba kekurangan secara material, namun lebih kepada kemiskinan struktural yang
mana struktur dan sistem yang masih belum adil dalam hal pembangunan
infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia serta pelayanan kesehatan.
Hakekat
dari pembangunan nasional adalah mensejahterakan masyarakatnya. Sebagaimana
tertuang dalam UU tentang kesejahteraan sosial tahun 2008 sebagai pengganti UU
No. 6 tahun 1974. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:
Kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Namun,
pada kenyataannya masyarakat di wilayah pesisir pantai Kec. Sukadana masih jauh
dari kata sejahtera dalam hal pembangunan infrastruktur. Faktor struktural yang
dihadapi ini menunjuk pada struktur dan sistem tidak adil, tidak sensitif dan tidak
accesible sehingga menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin (Suharto, 2009).
James
Midgley (dalam Sasono, 2009) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu
kondisi yang harus memenuhi 3 syarat utama:
1)
Ketika
masalah sosial dapat dimenej dengan
baik.
2)
Ketika
kebutuhan terpenuhi.
3)
Ketika
peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal.
Analisis:
Melihat
potret kemiskinan struktural yang ada di wilayah pesisir pantai Kec. Sukadana
tentu tidak akan terlepas dari peran pemerintah didalamnya, baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah bahkan aparatur pemerintah kecamatan. Tanpa ada
kerjasama yang erat antara aparat pemerintah tersebut mustahil segala
permasalahan yang ada di wilayah pesisir pantai dapat terupaya dengan baik.
Selain itu peran masyarakat pesisir pantai dalam menjalani program pemerintah
juga sangat diperlukan.
Asumsi
Parson menyebutkan bahwa masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem dari
pada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Sistem disini bukan
hanya sistem yang ada dalam pemerintahan namun juga sistem yang ada dalam
kelompok masyarakat di wilayah pesisir pantai. Dengan adanya sistem tersebut
dapat terlihat bahwa hubungan pengaruh dan mempengaruhi terjadi secara timbal
balik. Sementara yang terjadi selama ini sistem tersebut tidak terjadi timbal
balik melainkan satu arah saja. Contohnya, program pemerintah PNPM yang hingga
kini masih berlangsung. Secara umum masyarakat di beberapa desa di daerah
pesisir pantai Kec. Sukadana merespon program ini, namun dalam pelaksanaannya
sangat kurang pendampingan. Dalam artian saat program sedang berjalan kemudian
langsung ditinggalkan oleh institusi pelaksana program tanpa adanya monitoring
kegiatan. Kondisi seperti ini berdampak pada persepsi masyarakat bahwa program
hanya berlangsung saat itu saja, tidak berkelanjutan dan tidak beresiko apapun
jika tidak dilakukan secara baik dan benar.
Penulis
melihat beberapa program pemerintah yang dikhususkan untuk masyarakat miskin
seperti BLT, BSM dan bantuan pendidikan berupa dana operasional sangat tidak
efektif. Kenapa? Karena bantuan semusim seperti BSM atau BLT misalnya, yang
diterima oleh masyarakat miskin dalam rentang waktu tiga bulan sekali.
Terkadang masyarakat yang mendapatkan manfaat bantuan tidak tepat sasaran.
Kemudian, bantuan pendidikan untuk anak miskin. Program pemerintah sudah ada,
tetapi kenapa masih banyak anak di pesisir pantai yang tidak sempat mengecap
bangku pendidikan sampai sekolah menengah. Adapula program pendidikan gratis di
Kabupaten Kayong Utara, namun kenyataannya tidak semua masyarakat dapat
menikmati program itu. Buktinya masih rendahnya tingkat pendidikan di Kec.
Sukadana. Ada apa dengan program ini, kenapa bantuan itu tidak menyentuh
anak-anak di wilayah pesisir pantai? Hal ini perlu menjadi evaluasi untuk pihak
yang menjalankan program tersebut.
Asumsi
parson mengatakan bahwa faktor penting yang memiliki daya mengintegritasikan
suatu sistem sosial adalah konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai
nilai kemasyarakatan tertentu. Oleh sebab itu program pemerintah dalam rangka
pemberdayaan masyarakat miskin di perbatasan entikong harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya. Perlu adanya konsensus antara masyarakat dan
pemerintah dalam membuat suatu kebijakan pemberdayaan, agar apa yang dibutuhkan
masyarakat miskin dapat terintegrasi oleh program pemerintah.
3.
Kesimpulan
dan Saran
a.
Kesimpulan
1. Masyarakat di sepanjang wilayah pesisir pantai Kec. Sukadana,
Kab. Kayong Utara sebagian besar masih
miskin dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.
2. Kemiskinan
struktural yang terjadi pada masyarakat pesisir pantai Kec. Sukadana yaitu
struktur dan sistem yang masih belum adil dalam hal pembangunan infrastruktur,
pembangunan sumber daya manusia serta pelayanan kesehatan.
3.
Kemiskinan yang dialami masyarakat pesisir pantai Kec.
Sukadana tidak hanya sekedar gejala keterbatasan
lapangan kerja, pendapatan, pendidikan dan kesehatan masyarakat, tetapi kemiskinan di
daerah pesisir pantai ini juga terjadi karena kesempatan-kesempatan dalam hal pekerjaan tidak
diberikan kepada mereka serta tidak
adanya inisiatif pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan .
b.
Saran
Untuk
Pemerintah Kab. Kayong Utara Agar lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur
bagi masyarakat pesisir pantai Kec. Sukadana, sehingga diharapkan dapat
memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir pantai di Kec. Sukadana.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustafa,
A.A. (2008). Model Transformasi Sosial
Sektor Informal. Malang: In-Trans
Publishing.
Narwoko,
D., dan Bagoeng, S. (2006). Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media.
Nurlaila,
N. (2013). Kemiskinan Masyarakat di
Perkotaan, Tinjauan Struktural Kemiskinan pada Masyarakat Bantaran Sungai
Kapuas Kota Pontianak. Skripsi: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tanjungpura.
Salim,
E. (1984). Perencanaan pembangunan dan
pemerataan pembangunan. Jakarta: IDAYU
Sasono,
A. 1987. Masalah Kemiskinan dan Fatalisme. Jakarta: UI-Press.
Suharto,
E. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan
Sosial di Indonesia. Bandung: ALFABETA.
Suparlan,
P. (1984). Kemiskinan di Perkotaan:
Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan. Jakarta: Sinar Harapan.
Undang-Undang
tentang kesejahteraan sosial tahun 2008.
Usman,
S. (1998). Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar