Notes By: Aries Pena
Politik
merupakan sebuah strategi; Memenuhi kemauan dan kepentingan; Pertarungan
kepentingan untuk kebutuhan orang banyak dan Politik adalah ruang dimana kita
harus berjuang untuk memperjuangkan kebutuhan kita. Lalu sudah adilkah politik
di negeri ini? Belum. Sangat banyak sekali kaum minoritas yang tertindas oleh
kebijakan-kebijakan politik, terutama kaum LGTB. Kaum minoritas menindas kaum
minoritas, hal ini mungkin cocok untuk menamai situasi saat ini. Anggota
parlemen juga merupakan kaum minoritas, namun mereka memiliki kekuasaan. Tetapi
berbanding berbalik dengan kaum LGTB yang merupakan kaum minoritas yang
terpinggirkan. Disinilah terlihat fungsi politik yang tidak secara adil.
Politik secara
keilmuan selalu erat kaitannya dengan kekuasaan, bicara politik kita akan
bicara tentang negara. Bicara tentang distribusi sumber daya. Namun, tidak bisa
dipungkiri bahwa peran gender juga terdapat didalamnya. Politik itu bukan
pembicaraan yang kotor, politik menjadi kotor karena adanya oknum untuk dapat
posisi tertentu harus sikut sana sikut sini. Sehingga yang mereka lakukan
bersinggungan dengan fungsi politik yang sebenarnya.
Selanjutnya,
bicara politik pasti bicara negara, dan bicara negara Indonesia kita akan
bicara demokrasi. Apa itu demokrasi? Demokrasi merupakan kebebasan dalam
berpendapat, ada ruang yang sama. Dalam ilmu politik, dalam demokrasi ada tiga
indikator penting yaitu: Kompetisi, pengkaderan dan partisipasi penuh.
Kompetisi, tidak boleh menggunakan kekerasan. Yang perlu dibangun partai
politik adalah proses kepemimpinan atau pengkaderan. Partisipasi penuh, tidak
boleh ada warga negara dewasa yang dipinggirkan dalam proses-proses politik.
Lalu, sudah nampakkah demokrasi ini bagi kaum LGTB? Tidak. Kaum LGTB masih
ditindas hak-hak kewarganegaraannya, mereka yang merupakan warga negara tidak
dilibatkan dalam proses demokrasi ini. Dalam hal kompetisi untuk menuju
parlemen, kaum LGTB tidak mendapatkan hak yang sama dengan warga negara yang
katanya heteroseksual. Meskipun perempuan merupakan salah satu kaum yang
termarginalkan, tapi perempuan mendapatkan porsi 30% di kursi parlemen.
Gender sendiri
merupakan suatu konstruksi dalam pemikiran kita. Politik itu publik, yang
sesungguhnya siapapun bisa masuk dalam ruang publik tersebut. Entah itu
laki-laki (heteroseksual), perempuan (heteroseksual) maupun LGTB. Tetapi pada
kenyataannya tidak, seperti perempuan dikatakan tidak pantas memasuki ruang
publik karena perempuan lebih dominan masuk ruang domestik. Lalu, dimana fungsi
demokrasi negara? Politik itu sendiri masih di dominasi oleh kaum laki-laki
(heteroseksual). Sehingga kebijakan-kebijakan yang di ambil pun, terkadang
mengesampingkan pihak-pihak tertentu seperti LGTB. Hal ini karena tidak ada
yang menyuarakan hak-hak mereka di parlemen negara. Kurangnya supporting
system bagi kaum LGTB untuk masuk dalam parlemen. Dan kaum LGTB ini baik di
ruang publik maupun domestik selalu dianggap liyan (the other). Hal
ini dibuktikan masih banyaknya penolakan-penolakan terhadap mereka.
Berbicara
tentang gender, bukan bicara tentang jenis kelamin atau seks. Jenis kelamin
sifatnya biologis dan bersifat menetap. Sedangkan gender merupakan bentukan
atau konstruksi sosial yang berasal dari masyarakat. Perempuan dan laki-laki
sama-sama dikenai gender ini. Namun banyak yang dirugikan adalah perempuan
karena laki-laki dianggap produktif dan mampu jadi pemimpin. Padahal, laki-laki
dan perempuan memiliki kemampuan yang sama sebenarnya, namun karena konstruksi
itu terjadi sejak berabad-abad lamanya sehingga tetap tinggal didalam
masyarakat. Hal ini pula dialami oleh kaum LGTB. Mereka dianggap tidak normal,
sakit jiwa dan lain sebagainya, itu merupakan hasil konstruksi masyarakat.
Padahal, bila mereka diberi hak yang sama dalam ranah politik mereka bisa lebih
produktif. Disini terlihat adanya relasi kuasa (power relation) berdasarkan gender. Relasi kuasa ini bersifat
timpang. Relasi kuasa yang terjadi antar gender ini adalah relasi yang tidak
imbang yang mengakibatkan adanya gender tertentu yang termarginalkan.
Menyelesaikan masalah gender sulit karena masalahnya ada di diri kita sendiri.
Tujuannya bukan memindah posisi gender tertentu, tetapi lebih kepada bagaimana
kesetaraan dibangun.
Untuk mencapai
keterwakilan perempuan dalam ranah politik, pemerintah sudah mengeluarkan
undang-undang yang menghantarkan 30% kuota untuk perempuan dalam parlemen.
Berbicara mengenai affirmative action
yang semula untuk kaum perempuan, hal ini juga termasuk didalamnya kaum LGTB.
Tindakan afirmasi ini bisa saja dilakukan oleh kaum LGTB bukan hanya untuk kaum
perempuan saja. Ini negara demokrasi, dalam rangka mengembangkan kehidupan
demokrasi perlu partisipasi semua warga negara. Yang terpenting adalah
bagaimana meningkatkan partisipasi politik semua warga negara, bukan saja dari
kalangan laki-laki (heteroseksual) dan perempuan (heteroseksual) saja, tetapi
juga kaum LGTB yang memiliki hak kewarganegaraan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar