Oleh: Nico Ajah
Senandung
mega hitam yang menemani awan cukup menutup mentari di sore yang mendung ini.
Rintik hujan yang kini mulai membasuh bumi membuatku seakan larut dalam
lamunanku. Aku masih termangu disudut kamar yang tidak mewah ini, menatap
lembaran kertas yang kian berserakan di lantai. Air mata mulai mengalir dari
kedua mataku, semakin kian deras hingga aku terisak dalam tangis. Tiada kata
yang dapat aku ucapkan. Sembari mengusap air mata, aku memulai untuk
menggoreskan kata demi kata dalam sebuah buku kecil yang selama ini selalu
menjadi teman setiaku.
Dear Tuhan
Tuhan, aku lelah, aku capek. Topang aku
untuk sebentar saja, aku hanya ingin berada dalam peluk-Mu. Aku tak tahu harus
memulai cerita ini darimana. Yang aku ingin
kan hanyalah dia selalu ada disini untukku, untuk mendengar isi hatiku.
Yah, walaupun tanpa ku katakan dia pasti selalu
menemaniku. Tapi kenapa kini dia pergi tinggalkan aku sendiri? Aku tak akan
mungkin sanggup tanpa dia disini. Tuhan, kenapa engkau biarkan dia pergi dari
hidupku? Apa karena cintaku ini terlarang, sehingga dia dan aku tidak pantas
untuk bersama?
Aku sungguh tak mengerti dengan semua
ini, Tuhan. Aku seorang laik-laki, tapi kenapa sifat-sifat aku seperti
perempuan? Banyak orang berfikiran bahwa aku seorang ‘banci’. Aku mencintai
seorang cowok yang bisa membuat aku merasa nyaman dan dihargai, dia adalah
sahabatku sendiri.
Tapi kini dia telah pergi jauh
meninggalkan sejuta kenangan dalam hidupku. Semua ini membuatku perih, Tuhan.
Kenapa aku berbeda dari teman-teman aku yang bisa hidup normal? Kenapa Tuhan? Memang
aku harus bisa terima kenyataan, beginilah aku dengan sejuta kekurangan yang
aku miliki, aku tetap bangga tampil sebagai diriku sendiri meski harus dihina
dan dicaci.
Jemariku tak pernah lelah
bercerita tentangmu. Entahlah, waktu kian bergejolak dalam ragaku, melawan
detik, menit dalam jarum jam yang tidak aku mengerti arahnya berdetak. Aku
rapuh, aku merindukanmu, rindu senyumanmu, rindu pelukan hangatmu, dan rindu
semua tentangmu. Banyak cerita yang telah kita lalui bersama, cerita yang tak
akan pernah aku lupakan dalam memori ingatanku.
Dear Tuhan
Tidak ada lagi yang dapat ku ceritakan tentangmu Roby.
Disatu sisi aku memang kehilanganmu tapi disisi lain aku ingat perkataanmu
bahwa aku tidak boleh menderita jika orang yang ku cintai pergi meninggalkan
aku, karena kau sebagai orang yang ku cintai akan selalu ada dihatiku.
Tidurlah dengan damai Roby, bawalah seluruh kenangan
kita bersama kepergianmu. Jangan pernah lupakan aku dari hidupmu, aku akan
selalu merindukanmu. Tetaplah berada dihatiku selamanya, karena aku tidak akan
pernah menghapusmu dari ingatanku. Tunggulah aku di surga. Hingga tiba saatnya
Tuhan akan menjemputku untukmu.
Aku yakin, Tuhan telah menantimu disana. Tuhan yang
pernah mempertemukan kita, dan kini Tuhan pula yang telah mengajakmu pulang
bersamanya. Aku tidak seseorang diri disini, aku tetap bersama cintamu. Satu hal
yang pasti, bahwa tidak akan pernah ada yang bisa menggantikanmu.
Roby, aku tahu bahwa kamu juga
merindukan aku. Rindu dalam caramu sendiri. Entahlah, aku tak cukup mengerti
caramu, yang aku tahu rindu kita kini terpisah oleh jurang yang terbentang
luas. Aku tak mungkin sanggup menahan air mata saat hati ini teringat
tentangnya, tetesan demi tetesan air mata ini semakin tak dapat terbendung.
Dear Tuhan
Hati ini perih saat menyadari dia
benar-benar telah pergi. Hati ini sungguh terluka saat menyadari dia tak lagi
menemaniku disini. Naluri ku sungguh tak bisa aku pungkiri, bahwa aku sungguh
kehilangan dia yang sangat aku cintai. Aku masih belum sanggup, Tuhan. Aku
benar-benar terpuruk, aku belum bisa merelakan dia pergi dari hidup ini.
Oh Tuhan, aku belum rela Tuhan. Ajari
aku ikhlas menerima semua kenyataan ini. Kenapa dahulu engkau pertemukan aku
dengannya Tuhan, jika pada akhirnya engkau ijinkan dia tuk tinggalkan hati ini
dengan luka. Aku benar-benar perih, Tuhan. Aku tak sanggup, topang aku Tuhan.
Sakit, kala ku menyadari kini sore
sudah benar-benar pergi membawa raga dan jiwamu pergi dari sisiku. Aku hanya
bisa menangis. Semua telah berakhir, nerakhir dengan penuh perih dihatiku.
Mungkin, ini rencana terbaik Tuhan dalam hidupku, hidupmu, dan hidup kita.
*The
End*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar