Lalu
lalang kendaraan di Jalan Ahmad Yani Pontianak sore ini mengiringi langkahku
menuju jalan Arteri Supadio. Sepanjang perjalanan, kemacetan panjang memang
sudah menjadi konsumsi pengguna jalan di Kota Pontianak. Aku memang seorang pejalan
kaki kemanapun aku pergi. Dengan berjalan kaki, kita dapat mengurangi panas
yang selalu saja kita rasakan di Bumi Khatulistiwa tercinta ini.
Suasana
lampu jalanan kini mulai menyala benderang sepanjang jalan, pertanda malam kini
menjelang, sungguh indahnya Kota Pontianak. Ditengah padatnya jalanan nan tak
kunjung berhenti, mataku sejenak memandang bocah laki-laki berumur sekitar 9
tahunan sedang duduk lesu di perempatan lampu merah yang memisahkan antara Kota
Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Saat lampu mulai berwarna merah, pertanda
kendaraan harus berhenti. Bocah yang tidak ku ketahui namanya itu mulai
menghampiri kendaraan-kendaraan yang berhenti, dia mulai menatap sang
pengendara, memohon belas kasihan siapapun yang dapat mengasihaninya.
Pengemis,
iya, anak itu seorang pengemis. Sungguh kasihan, anak sekecil itu harus
bertaruh nyawa hidup di jalanan dan mengemis untuk mencari sesuap nasi. Kemana
orang tuanya? Seharusnya dia belajar di rumah. Seharusnya dia sekolah, bukan
duduk di pelantaran lampu merah dan meminta-minta. Banyak hal yang terbersit
dalam benakku kala itu. Ingin aku menghampiri bocah itu, meski sekedar untuk
menanyakan namanya. Namun, aku belum memiliki keberanian untuk hal itu.
Saat
aku melewati perempatan lampu merah itu lagi, mataku memandang bocah itu lagi.
Oh, Tuhan, bocah itu masih mengemis. Kali ini aku tidak hanya melihatnya
sendiri berdiri di lampu merah itu, melainkan bersama seorang bocah perempuan
yang umurnya sekitar 11 tahunan. Mungkin itu kakaknya, tapi entahlah aku juga
tidak cukup tahu. Aku melihat bocah perempuan itu mengulurkan segelas plastik
bekas untuk meminta rupiah kepada pengendara motor dan mobil. Tetapi aku
melihat bocah laki-laki itu menangis sembari memandang ke arah pengendara untuk
meminta belas kasihan. Sungguh menyedihkan. Betapa pedih hidup yang mereka
jalani.
Sudah
lama aku memperhatikan bocah kecil itu, bukan hanya sekali dua kali aku melewati
perempatan lampu merah yang tidak jauh dari kantor Polda itu. Tetapi hampir setiap
hari, dan bocah kecil itu masih saja berada disana untuk mengemis. Apa dia
tidak punya tempat tinggal? Entahlah, aku juga tidak tahu. Bocah ‘pengemis’ itu
hanya tampak dimalam hari saja, sedangkan di siang hari mereka tidak terlihat
berada di lampu merah itu. Sendu matanya yang terpancar menggambarkan betapa
getir hidup yang ia rasakan. Lantas, bagaimana peran pemerintah? Padahal mobil
pejabat sering melintasi lampu merah itu, apakah mereka tidak melihat bocah
kecil itu? Bocah kecil yang cukup kuat berjuang hidup di perempatan lampu
merah.
Dalam
pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan
bahwa “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Lalu, sudahkah
bocah ‘pengemis’ itu dapatkan hak-nya di negeri ini?
Kemudian
dalam Pasal 2 butir pertama Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan anak, dikatakan bahwa “Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan,
asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun
didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembeng dengan wajar”. Kemudian
pertanyaan yang sama, sudahkah bocah ‘pengemis’ itu dapatkan hak-nya di negeri
ini?
Sebagai
mahasiswa Ilmu Sosial yang peka terhadap permasalahan sosial, saya sangat miris
melihat kondisi anak di bawah umur yang hidup di jalanan. Bahkan harus mengemis
di perempatan lampu merah demi mendapatkan rupiah. Saya sangat berharap kepada
pemerintah terkait yaitu Dinas Sosial dan Komisi Perlindungan Anak, baik Kota
Pontianak maupun Kabupaten Kubu Raya agar segera menindaklanjuti hal ini. Tentu
sudah menjadi harapan kita bersama untuk dapat mensejahterakan kehidupan anak
bangsa.
Oleh: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi Untan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar