Oleh:
Nikodemus Niko
Tidak
mudah untuk memahami kompleksitas kemiskinan perempuan yang sesungguhnya.
Membahas mengenai perempuan dan kemiskinan tidak terlepas dari kehidupan di
kota-kota besar. Perempuan sebagai bagian dari komunitas kaum miskin merupakan
pelaku sekaligus korban dari ketidakadilan konsep pembangunan. Namun secara
sadar bahwa kaum perempuan berperan dalam menjaga keselarasan dan kelangsungan
kehidupan generasi kita selanjutnya. Lalu kenapa ketidakadilan selalu mengarah
kepada mereka?
Peran
perempuan, khususnya kaum ibu yaitu sebagai penjaga kesehatan atau “health provider“ untuk anak-anak dan
keluarganya. Selain itu tidak jarang banyak kaum perempuan yang harus mengemban
peran ganda: sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah di luar rumah.
Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Bisa jadi karena penghasilan suami yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Atau bisa jadi karena berstatus single parent. Tidak dapat dipungkiri peran ganda perempuan ini
melahirkan pembagian kerja, pemberian upah, dan perlakuan yang tidak adil. Hal
ini dikarenakan mereka berjenis kelamin perempuan.
Potret Kemiskinan Perempuan |
Kemiskinan
sangat erat hubungannya dengan kehidupan pinggiran masyarakat di perkotaan.
Kemiskinan dan kaum perempuan seolah tidak dapat dipisahkan, hal ini dapat kita
temui dengan nyata dalam kehidupan kaum pinggiran di Kota Pontianak. Setiap
melewati perempatan lampu merah jalan Veteran, selalu saya temui beberapa orang
perempuan penjual koran. Bersimbah keringat, bertarung dengan teriknya
matahari. Mereka tidak kenal pagi, siang, sore tetap saja berjualan untuk
menghidupi diri dan keluarga mereka.
Dengan
semakin kompleksnya penyebab kemiskinan dan nasib kaum perempuan di Kota
Pontianak, baik orang miskin maupun kaum perempuan sama-sama membutuhkan
“pemberdayaan” dari pemerintah Kota Pontianak. Tentu pemerintah kota sudah
mengupayakan pemberdayaan bagi kaum miskin dan kaum perempuan, lalu apa yang
salah dari program pemberdayaan tersebut? Kebijakannya atau penerapannya?
Pemberdayaan
kaum perempuan dan kaum miskin tentunya menyangkut konteks yang lebih luas, dengan
mempertimbangkan bahwa manusia tidak hanya value
transmiting, tapi juga value creating.
Artinya, manusia (kaum miskin dan kaum perempuan) tidak hanya menjadi objek
keputusan dan program-program pemerintah, tetapi subjek yang dapat menentukan
nilai-nilai dan memutuskan apa yang baik bagi mereka sendiri. Dalam hal ini
kaum miskin dan kaum perempuan dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang
nantinya akan menjadi program pemberdayaan mereka sendiri.
Kemudian
dalam proses pemberdayaan tersebut diperlukan lingkungan ekonomi dan politik
yang demokratis. Artinya, diperlukan budaya pemerintah yang menghargai
keanekaragaman usaha dan pendapat dari kaum miskin dan kaum perempuan, sehingga
pemerintah diharapkan mampu berfikir alternative
dalam membuat program yang tepat guna dan tepat sasaran, serta perlunya
pendekatan dialogis (bukan pendekatan kekuasaan) dalam mengevaluasi program.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar