Oleh: Nico Ajah
Embun malam kembali menyapaku lembut
bersama beningnya pagi yang kini perlahan menjelang. Mimpi ku yang penuh yaman
berbunga itu seakan menjauh. Kicauan burung yang beterbangan adalah alasan dari
hidup ku ini masih berlanjut. Dunia ini benar-benar bukan tempat yang adil
untuk ku singgahi, lagi lagi aku harus menanggung derita tiada habis dan
mengoyahkan nalar yang membuatku masih menangis disini. Maafkan aku Tuhan, Aku
belum bisa mensyukuri Keadaan ku sekarang.
Keindahan,
mungkin hanya kata itu yang mampu melukiskan perasaanku saat pertama
mengenalnya dulu. “Ucup” begitulah aku memanggil namanya dengap penuh sayang.
Dia adalah sosok cowok yang dapat membuatku merasa nyaman.
“Met malam Ucup
jelek, miss you”, kata itu yang tidak pernah absen setiap rembulan mulai
menghiasi pekat malam.
“Met malam juga
sayang, aku juga kangen kamu”, dia yang selalu membuat hari-hari ku penuh warna
saat setahun sudah aku terpuruk dalam kisah cintaku yang dulu. Hari-hariku tak
pernah sepi semenjak ada dirinya. Pagi, siang, sore dan malam sms yang
mengahampiri inbox ponselku yang selalu kunantikan. Aku bahagia, saat semua nya
sungguh manis. Aku tahu ini tiada abadi, namun kuingin bahagia itu selalu
menghampiri setiap pagiku.
Dear Ucup
Menatap
mentari pagi ini masih enggan tersenyum
Langkah gontai mengawali aktivitasku pagi ini
Lembar baru telah diberikan dan tertoreh untaian aksara
Baru … semuanya baru....
Entahlah… cerita apa yang kan tertuang di lembar berikutnya
Kubiarkan sang pena berlaga...
Tapi tak’kan kubiarkan sang pena menorah sembarang
Kertasku!!!
Langkah gontai mengawali aktivitasku pagi ini
Lembar baru telah diberikan dan tertoreh untaian aksara
Baru … semuanya baru....
Entahlah… cerita apa yang kan tertuang di lembar berikutnya
Kubiarkan sang pena berlaga...
Tapi tak’kan kubiarkan sang pena menorah sembarang
Kertasku!!!
Sejak
perkenalanku dengannya, hidupku terasa lebih indah, lebih terisi dan tak ada
lagi rasa hampa menghinggapi. Setiap kata yang terlontar dari mulutnya seolah
membuat hati ini teduh. Gurauannya selalu mampu menghiburku, rayuannya terlalu
manis untuk kulewatkan, semua yang Ia berikan seakan-akan mampu membuatku
terbang bersama rajawali pagi.
Dear Ucup
Gelap yang menggelapkanku kini hilang karenamu
Kau telah mencabut sembilu yang menancap tepat di relung hatiku
Buliran air mata telah kau ubah menjadi titik-titik sinar yang mambuatku
mampu menatap dunia
Indahnya saat bersamamu membuatku selalu ingin dekat denganmu
Tapi lidahku masih kelu tuk sekedar mengucapkan
“Aku mencintaimu”
Gelap yang menggelapkanku kini hilang karenamu
Kau telah mencabut sembilu yang menancap tepat di relung hatiku
Buliran air mata telah kau ubah menjadi titik-titik sinar yang mambuatku
mampu menatap dunia
Indahnya saat bersamamu membuatku selalu ingin dekat denganmu
Tapi lidahku masih kelu tuk sekedar mengucapkan
“Aku mencintaimu”
Semua berlalu
begitu cepat. Terlalu sebentar senyum itu menghampiri hidupku. Ketika pilihan
menuntutku untuk memilih, ingin rasanya aku menjelajah waktu, meloncati masa
yang tak terhingga kemudian berlari meninggalkan roda waktu yang ujungnya tak
pernah kusangka dan ini perih. Aku terpuruk, menangis seolah mengetuk pintu
surga tapi Tuhan tak mendengarku. Aku tahu seribu permohonan tak kan bisa
mengubah peristiwa yang sudah ditetapkan olehNya. Mengubah takdir seperti
halnya ingin mendaki langit ketujuh. Kenyataan pahit bahwa dia tak lagi
menemaniku disini, bersama tangisku.
Semenjak malam
terakhir pertemuan kita, aku merasakan sikapmu aneh. Malam itu pula malam
paling getir yang pernah aku miliki, saat kau ucapkan kata perpisahan untukku.
Aku merasakan aliran sungai yang mengalir dari sudut kelopak mata. Sungai yang
mengalirkan hasrat cinta menuju samudera cinta yang hakiki menurutku. Tanpa ada
lumpur kekecewaan sedikitpun. Ucup, Meski kita tak dapat bersatu, namamu akan
selalu ku ukir di pelataran langit, dan di setiap purnama yang cahayanya selalu
kurindu.
dear Ucup
Cerita itu
bagai takdir yang enggan merengkuh mu di sisiku
Ku mohonkan ijinkanlah aku yang merengkuh mu
meski dalam mimipi ku
Aku tak pernah meminta apalagi memaksa
karena mencintaimu cukup dalam diamku...
Ku mohonkan ijinkanlah aku yang merengkuh mu
meski dalam mimipi ku
Aku tak pernah meminta apalagi memaksa
karena mencintaimu cukup dalam diamku...
Hari-hari ku yang penuh tangis
kumulai lagi semenjak kisah lalu yang tak ingin kuharapkan lagi terulang, tapi
aku salah, semua terulang kembali di Maret 2014. Ini menyakitkan, kau pernah bilang
tak punya alasan apapun untuk mencintaiku, kala itu aku hanya mengerti bahwa
cintalah alasan dari semua itu. Aku percaya dengan segala ketulusan kamu
mencintaiku apa adanya. Tiada sedikitpun ragu menghampiri hatiku, tak pernah
untuk cintamu. Tapi kini semua berakhir kandas.
Aku masih meringis dalam tangis
disini, masih ditemani gemericik embun yang mengais dedaunan. Belum sempat aku
terlelap dalam mimpi yang tak pernah kuinginkan hadir dalam hidupku, mimpi yang
sangat menyakitkan. Kali kesekiannya aku menangis dan menangis lagi. Memang aku
harus bisa menerima pahitnya akhir kisah cinta ini. Aku masih belum sanggup
meninggalkan cerita kenangan tanpa skenario itu, cerita yang selalu menyayat
ulu hati, cerita yang selalu menyibak air mata kala menelusuri bagian dalam
kisah manis itu.
“Menyakitkan” mungkin kata itu yang
tepat untuk menggambarkan suasana hatiku hingga kini. “Perih” kala cerita itu
mulai ditayangkan oleh bagian memory dalam sebagian ingatanku. Membawaku
berpetualang mengarungi kisah indah dimasa itu, hingga deraian air mata kini
mulai membanjiri balik bantal tempat ku bernaung. Tiada lagi kataku yang dapat
terucap selain air mata ini yang selalu meratapi pergimu dari hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar