BAB 5
VARIABEL INDIVIDU DAN
HUBUNGAN ANTAR PRIBADI DALAM ORGANISASI
5.1. VARIABEL INDIVIDU
5.1.1.
Persepsi dan Sikap
1.
Persepsi
kata persepsi acapkali dimaknakan
dengan : pendapat, sikap penilaian, perasaan, dan lain –lain. yang pasti
tindakan persepsi, penilaian dan perasaan, bahkan sikap selalu berhadapan
dengan suatu objek atau peristiwa tertentu. berhubung persepsi melibatkan
aktivitas manusia terhadap objek tertentu maka persepsi selalu menggambarkan
pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau hubungan – hubungan ynag
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang pesan
objek itu.
2.
Sikap
Makna
sikap tidak hanya sekedar menyimpulkan dan menafsirkan pesan, yang
berkaitan dengan:
Ø sifat
dasar sikap,
sifat–sifat
dasar sikap biasa dikaitkan dengan dua prinsip utama yaitu, tentang pengertian
sikap itu sendiri yakni sebuah system penilaian yang relatif bertahan. Ada perbedaan yang
diakibatkan oleh dampak sikap terhadap tindakan sosial, yang sangat tergantung
pada sikap utama. sifat dasar mengandung tiga kriteria pokok, yaitu : subyek dan obyek
sikap, struktur dan komponen sikap, dan karekteristik sikap.
Ø proses
pembentukan sikap dan perubahan sikap.
gambaran
tentang struktur, karekteristik sikap tersebut diatas menunjukan bahwa pembentukan
dan perubahan atas sikap bisa terjadi karena :
a. sikap
manusia dibentuk atau diubah dalam suatu proses untuk memuaskan keinginannya.
b. sikap
seseorang dibentuk atau diubah oleh informasi yang diperoleh, bukan semata-mata hanya karena untuk
pemenuhan akan keinginan atau kepuasan.
c. sikap
dibentuk atau diubah karena afiliasi kelompok, tergantung berdasarkan pandangan
akan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Ø kesimpulan
analisis sikap
sikap
bisa berubah bergantung dari skala multipleksitas/simpleksitas, konsistensi,
interkoneksitas, konsinans, jumlah keinginan dan nilai sentral yang berkaitan
dengan sikap. juga karena
adanya pertambahan informasi, perubahan dalam kelompok afilasi, pemerkuatan
perubahan prilaku terhadap obyek, dan melalui prosedur perubahan kepribadian.
5.1.2. Sikap Karyawan
Terhadap Organisasi
1. Sikap dan Aspirasi
sikap individu dalam organisasi antara lain ditentukan
oleh tingkat aspirasi karyawan terhadap organisasi, aspirasi itu perlu dijawab oleh
organisasi, apakah seorang pegawai merasa pelbagai kebutuhannya dapat dipenuhi
oleh organisasi.
Maslow (1954) telah mengajukan teori piramida kebutuhan
manusia yang ditentukan oleh factor kebutuhan, berupa kebutuhan fisik, kemanan
dan kesejahteraan, merasa dimiliki, dihargai, dan dilibatkan.
2. Kepuasan kerja
Robinson dan Cannors (1963) menemukan bahwa variabel bebas mempunyai
pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
Antara lain adalah, pengawasan, isi kerja,
kemampuan, keterampilan, pendidikan, ketidakhadiran, prestasi, administrasi,
peningkatan, aspirasi, sikap, otomatisasi, otonomi, kesejawatan dengan teman
sekerja, kreativitas, kesempatan untuki menyatakan diri, ketangkasan, keterlibatan
dimasa lalu, pengalaman, kelelahan, kebebasan dan kemardekaan, kesehatan,
hubungan manusia, perbesaran pekerjaan, kepemimpinan, hal menyesuaikan diri
dengan lungkungan sekitarnya, umur panjang, dan lainnya.
5.1.3. Karakteristik
Pekerjaan
variable – variable yang secara langsung berkaitan dengan
peranan karyawan adalah :
a. pengambilan
keputusan.
merupakan
variable yang menentukan tingkat kebebasan seseorang berkaitan dengan
pekerjaannya. Baldrige (1971) menartikan pengambilan keputusan merupakan proses
penerjemah kekuasaan kedalam kebijaksanaan tertentu.
French, Israel dan Aos ( 1960 ) telah
memperlihatkan manakala sebuah organisasi meningkatkan partisipasi karyawan
maka meningkat pula minat mereka untuk bekerja. peningkatan minat kerja akan
memepengaruhi peningkatan priduktivitas yang kadang kala lebih cepat waktu
produksi daripada sebelumnya.
b. status
pekerjaan
Status
pekerjaan secara umum ditentukan oleh kedudukan dan hirarki kewenangan, dimana
orang cenderung untuk mengevaluasi orang laindalam organisasi hanya karena orang itu
mempunyai kekuasaan tertentu terhadap suatu kerja yang dibawahi.
Ada
dua factor yang menentukan sattus pekerjaan, yaitu tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja. Pavalko (1971:132) mengakui pendidikan dan pendapatan berkaitan
dengan status pekerjaan. semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar pula
status seseorang dalam organisasi, karena itu pendapatan yang bersumber dari
sattus itupun semakin besar.
c. pekerjaan
rutin dan menonton
Walker (1950), dalam sebuah study klasik
mengenai tampilan karyawaan atas jenis pekerjaan rutin disebuah bagian pabrik
IBM menemukan para pekerja cenderung mengusahakan variasi atas pekerjaannya,
tujuannya agar mereka tidak merasa jenuh atas pekerjaannya itu.
5.1.4.
Memaknakan Peran dan Tampilan Peran
1. Produktivitas
produktivitas yang berasal dari
kata dasar produk ( produce ), bermula
dari bahasa latin, prodecure yang bearti membuat dean menghasilakan sesuatu
dari proses kerja pabrik, yang dalam bahasa inggris disebut production. hasil
kerja production disebut product, apabila pengahsilan itu ditingkatan
kuantitas akan menjadi labih berkualitas disebut productive. dengan demikian
produktivitas adalah peningkatan dan pengembangan proses pekerjaan dan pabrik
agar hasilnya menjadi lebih berkualitas dan punya nilai baru.
2. Pengkhususan
dan kejelasan peran
role specify atau role clarity, dapat diartikan dengan pengkhususan
peran dan kejelasan peran. pengkhususan dan kejelasan peran bermakna sebagai tingkat penerimaan seseorang karyawan
atas pekerjaan yang dibebankan kepadanya. banyak penelitian menunjukan apabila
seorang karyawan merasa peranannya jelas, apalagi peran itu merupakan peran
khusus yang dibebankan kepadanya maka dia akan bekerja dengan penuh tanggung
jawab.
Hickson (1966) juga mengemukakan,
bahkan organisasi juga dapat digolongkan melalui jumlah kekhususan peran yang
terkandung didalamnya. studi–studi tentang perubahan organisasi menunjukan,
kekhususan pekerjaan timbul karena modifikasi
pekerjaan, atau usaha mengeleminasi pekerjaan agar menjadi lebih sederhana dan
profesional.
5.2.
VARIABEL HUBUNGAN ANTARPRIBADI
5.2.1. Hubungan
Antarpribadi dalam Organisasi
Organisasai
bisa diartikan sebagi wadah, wahana, dan media perkumpulan sejumlah orang yang
telah menetapkan keinginan dan kehendaknya untuk bekerja sama mencapai tujuan.
kata perkumpulan orang mengacu pada hakekat kelompok wadah jalinan interaksi
pribadi.
Ditinjau
dari segi sosiologi, organisasi merupakan satuan ossial atau komunitas khusus
yang merupakan gabungan dan ikatan pribadi karyawan yang mempunyai nilai dan
norma yang sama. sedangkan menurut tinjauan psikologi, kelompok terbentuk
karena ikatan psikologis, dan dalam ranah psikologis sosial, kelompok
diasumsikan sebgai wadah manifastasi peranan dan kedudukan pribadi dalam
konteks satuan sosial.
5.2.2. Faktor – Faktor
yang Mempengaruhi Hubungan antar Pribadi
1. pengaruh persepsi
antar pribadi
Manusia
memperesepsi manusia lainnya atau benda–benda
disekitarnya. persepsi terhadap manusia selalu disebut persepsi antarpribadi,
sedangkan kepada
yang bukan manusia disebut persepsi objek.
ada beberapa factor yang menentukan persepsi
antarpribadi, yaitu :
a. factor
situasional
Seringkali
kita mepresepsikan manusia, termasuk manusia dalam organisasi, malului
gambaran–gambaran pesan yang disampaikan melalui stimulus yang mereka pancarkan
kepada kita.
b. factor
personal
Persepsi
juga dipengaruhi oleh factor personal antara lain, pengalaman, motivasi, dan
kepribadian.
c. proses
pembentukan kesan
Persepsi
terhadap orang lain kerap lain ditentukan oleh factor pembentukan kesan, yaitu
factor stereotif dan atribusi.
2. konsep diri
Dalam
psikologi, konsep diri merupakan sesuatu yang penting, bagaimanamengajarkan
kepada kita mengenal diri sendiri baru berhubungan dengan orang lain. ibarat kata
anda dan saya diperintah oleh suara bathin untuk bercermin sendiri. bagaiman
konsep diri itu dibentuk ?. itulah yang sisebut konsep diri, yang berkaitan
dengan beberapa hal yaitu : pembentukan konsep diri, pengunkapan diri, akurasi
konsep diri dan fungsi konsep diri.
3. Atribusi dan Atraksi
Persepsi
tentang orang lain juga ditentukan oleh
atribusi yaitu proses penyimpulan motif, maksud, sifat, dan karakteristik orang
lain yang tampak waktu kita berkomunikasi. menurut De vito (1978), ada beberapa
bentuk atraksi antara lain, daya tarik (fisik, psikologi, dan sosiantropologis),
kedekatan, peneguhan, kasamaan–kesamaan, dan saling melengkapai.
Apabila
diantara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok semakin banyak mempunyai
kesamaan karakteristik maka semakin besar peluang mereka berinteraksi, keadaan
ini disebut dengan hemophili.
sebaliknya apabila semakin banyak perbedaan karakteristik maka semakin kecil
pula kemungkinan mereka untuk berinteraksi, keadaan ini disebut heterophili.
5.2.3. Tahap Pembentukan
Kelompok
Pembentukan kelompok antara lain ditandai
oleh komunikasi, komunikasi itu didahului oleh interaksi, interkasi dengan
frekuensi tertentu bisa ditingkatkan karena anda dengan orang lain berdekatan
secara geografis (tempat
tinggal), berada dalam satu kantor atau unit kerja, atau karena kesamaan
psikologis dan lain–lain.
Paling tidak setiap
pembentukan kelompok mengikuti tiga tahap, yaitu : tahap orientasi, evaluasi
dan tahap kontril atau mencari perbaikan.
5.2.4. Masalah Kohesi
dan Efektivitas Kelompok
Emile Durkheim (1951) adalah seorang ilmuan sosial yang
mula–mula menganjurkan istilah komunitas profesional
sebgai faktor
yang bertanggung jawab atas peningkatan dan kemunduran kohesivitas dan
solidaritas kelompok.
Istilah kohesivitas mangacu pada
kecendrungan para anggota kelompok agar tetap bersatu. hal ini dapat diukur
dengan ada atau tidaknya semangat kita kerjasama dalam satu waktu tertentu.
untuk mengukur rasa kita maka dalam sosiologi digunakan metode pengukuran sosiometri
yang menghasilkan perasaan ingroup dan outgroup
terhadap kelompok.
Deutchar dan Deutchar (1955), telah mnyelidiki tingkat
kohesi anggota organisasi.dia menyebutkan itu dalam hasil studynya terhadap
komite kolumbia untuk keseimbangan rasial. menurut dia kohesivitas, terbentuk
oleh factor–factor yang membuat semua anggota kelompok bersama mamalihara
kekompakan diantara mereka. hasil penelitian menunjukan bahwa kebersamaan itu
membutuhkan consensus tertentu yang hendak dicapai terutama untuk mengatasi
masalah yang bersifat dilematis.
kesimpulan, pengukuran tingkat efekticitas itu sangat
rumit. namun ada cirri yang umum untuk memandang tingakat efektivitas itu,
yakni sejauh mana manusia dapat bekerja sama dalam beragam bentuk kebutuhan
serta harapan yang berbeda – beda. karena itu kepuasan atas hasil kerja sama
pun berbeda – beda dintara menusia. namun kadang - kadang justru terjadi
pengukuran efektivitas itu tidak memperhitungkan sejauhmana organisasi
memuaskan kebutuhan dan keinginan para karyawan.
5.2.5. Teori – Teori
Hubungan Antarpribadi
1. Teori Persepsi
Antarpribadi
·
Pandangan
Dasar
Teori persepsi antar
pribadi dirintis oleh R.D. Laing, yang mengatakan bahwa sebagian besar prilaku
komunikatif manusia dibentuk oleh persepsi (pengalaman) tatkala dia sebagai
kunikator berhubungan dengan komunikan. dalam hal ini laing menggunakan
pendekatan fenomenologi untuk memeplajari keberadaan manusia melalui analisis
terhadap pengalaman maupun kenyataan hidup individu. dia lalu membedakan secara
tegas antara pengalaman dengan perilaku.
·
Bentuk Tindakan
Antarpribadi
Gagasan lain tentang
tindakan antarpribadi sungguh fositif sehingga disebut dengan baikoleh para
ahli komunikasi. meskipun para ahli komunikasi mengingatkan agar berhati–hati
menerapkan konsep tindakan antarpribadi jika kita tidak mengingatkan efek
komunikasi yang disfungsional serta menyakitkan. menurut lain ada empat bentuk
tindakan antarpribadi, yaitu : tindakan komplementer, konfirmasi, kolusi, dan
atribusi.
2. Teori Atraksi Antarpribadi
·
Teori Kesiapan
Komunikasi
Albert
Mehrabain (1967), telah membuat suatu analisis mengenai tingkah laku hubungan
antarpribadi dan komunikasi antarpribadi. dia menempatkan factor atraksi atau
daya tarik menjadi factor utama yang menentukan interaksi antarmanusia. menurut
mahrabainada tiga metafora tingkah laku yang menetukan tingkat kesiapan dan
perasaan suka dalam hubungan antarpribadi, antara lain : factor perasaan suka /
liking yang sering disebut metaphor of immediacy, factor kekuasaan atau
metaphor of power, dan factor responsive atau metaphor of responsive.
·
Teori Kognitif
Newcomb
(1953) menytakan bahwa interaksi antarpribadi sangat bergantung dari
konsistensikognisi dengan orientasinyaterhadap objek. newcomb menggunakan
istilah orientasi untuk menggambarkan relasi manusia sebagai objek dalam
lingkungannya. orientasi terhadap objek meliputi hubungan ynag bersifat
langsung, selektif dan perhatian tertentu terhadap objek.
3. Teori Kebutuhan
Antarpribadi
·
Teori
FIRO ( fundamental interpersonal relation orientation )
Teori ini diperkenalkan
oleh William schutz ( 1958 ), schutz mengakui bahwa asumsi dasar yang dia
gunakan untuk menyusun teori firo sangat dipengaruhi oleh pemikiran aliran
psikoanalisis dan Sigmund freud. schutz berasumsi bahwa manusia membutuhkan manusia
lainnya.
4. Teori Jendela Johari
Teori
ini diciptakan oleh Johary ingham, dimana
para psikologi kepribadian menganggap bahwa model teoritis yang dia ciptakan
merupakan dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antarpribadi secara
manusiawi.
Jendela
johari terdiri dari empat bingkai, yang masing–masing bingkai berfungsi
menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapakan dan memahami diri sendiri
dan orang lain. asumsi johari kalu setiap individu bisa memahami diri sendiri
meka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya disaat berhubungan dengan
orang lain.
·
menunjukan orang yang
terbuka terhadap orang lain.
·
adalah bidang buta.
·
disebut bidang
tersembunyi yang menggambarkan keadaan bahwa berbagai hal diketahui sendiri.
·
disebut bidang tidak
dikenal yang menggambarkan berbagai hal tidak diketahui orang lain atau diri
sendiri.
5. Teori Analisis
Transaksional
Teori
ini diperkenalkan oleh seorang penganut paham humanistik, yakni Eric Berne
seorang ahli ilmu jiwa. kata transaksi dalam kajian ekonomi selalu diartikan
sebgai sebuah proses pertukaran barang dan jasa, wadah tempat pertukaran barang
dan jasa, atau pertemuan antara penjual dan pembeli disebut pasar. namun kata
transaksi yang dijelaskan ini mengarah pada hubungan antarpribadi manusia, maka
transaksi bearti pesan – pesan, gagasan, ide dan informasi. tujuan analisis
transaksional antara lain untuk mengkaji secra mendalam proses transaksi (siapa
yang terlibat dan pesan apa yng dipertukarkan).
6. Teori Konflik Sosial
Konflik
dalam pandangan ilmu komunikasi, berakar dari interaksi antarpribadi, antar
kelompok yang berlangsung dalam suatu pranata sosial. dalam konsep sosiologi,
interaksi antarpribadi dapat berbentuk kerjasama / koperasi, persaingan /
kompetisi, dan pertentangan / pertikaian, dan konflik yang terjadi dalam proses
sosial.
Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa interaksi sosial
antar manusia terjadidalam konteks proses sosial, yakni : proses yang asosiatif
berupa akomodasi, akulturasi dan asimilasi, dan proses yang disosiatif berupa
persaingan / kompetisi, kontraversi dan konflik.
7. Teori Permainan
Teori
permainan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari teori konflik
sosial. teori permainan dikembangkan oleh Von Neumann dan Morgenstern. awal
mula teori ini dikembangkan untuk mempelajari prilaku ekonomi individu. teori
permainan sangat besar manfaatnya bagi pelbagai disiplin ilmu. terutama bagi yang
memerlukannya dalam proses pengambilan keputusan, memilih satu alternative yang
tepat, menetapkan tujuan yang bersifat kompetitif, dan tujuan kerjasama.
5.3.
METODE–METODE PENGAWASAN
Gaya
pengawasan adalah satu unsur kepemimpinan yang biasa dijadikan sebagai variable
bebas yang berpengaruh terhadap organisasi, kegiaatan pengawasan merupakan
kewajiban setiap atasan untuk mengikuti perilaku
bawahan agar para bawahan itu taat pada peraturan–peraturan dan prosedur yang
ada. praktek perilaku
seorang pengawas sangat ditentukan oleh factor tingkat pendidikan, pengalaman
kerja yang diukur dengan jumlah tahun bekerja pada organisasi, senioritas dalam
suatu pekerjaan, tipe penampilan kerja, perbedaan umur maupun kekuatan
kelompok.
Fleishman dan Haris (1962) juga mengemukakan bahwa
peranan pengawas mengandung beberapa dimensi. Keduanya membedakan antara pengawas yang sekedar memberikan
pertimbangan dengan pengawas yang menginisiasi
struktur. yang dimaksudkan dengan pengawas yang memberikan pertimbangan adalah
pengawas yang salalu menciptakan suasana keadilan, keramahtamahan, dan saliing memberi dan menerima antara
atasan dan bawahannya,
suasana ini yang selalu dengan perilaku
human relation. perilaku human relation
para pengawas hendaknya diarahkan agar para bawahan dapat memenuhi keinginan
mereka yakni terlibat dalam pengambilan keputusan, terlibat dalam berbagai
pemenuhan kebutuhan bersama, berpartisipasi dan melakukan komunikasi sambung
dua arah.
BAB 7
POLA – POLA WEWEANAG DAN STRUKTUR ORGANISASI
7.1.
PENGANTAR
Setiap organisasi tidak peduli ukuran dan bentuknya,
mempunyai pola wewenang yang memperlihatkan
fungsi hubungan antara struktur atas dengan struktur bawah. pada setiap tingkat
kewenangan organisasi itu ada seorang pemimpin dengan sejumlah orang yang
menjadi pengikut. sebutan untuk mereka yang menduduki struktur ataspun bermacam
– macam.
Pemimpin
|
pengikut
|
Membuat
inisiatif
Memimpin,
mengangkat telepon, dan membuat hubungan.
Melewatkan
waktu untuk merencanakan, mengantisifasi masalah.
Menginventarisasikan
waktu dengan orang.
Mengisi
kalender dengan rencana.
|
Bereaksi
Mendengarkan,
menunggu telepon bordering.
Melewatkan
waktu dengan menghayati hidup sehari – hari, bereaksi terhadap masalah.
Melewatkan
waktu dengan orang lain.
Mengisi
kalender dengan prioritas.
|
7.2.
KEKUASAAN DALAM ORGANISASI
Didalam
kasus organisasi, kekuasaan dapat diartikan sebagai orang yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bisa menjadi pengikutnya.
kekuasaan tersebut dapat menentukan penggantian karyawan, kepuasan kerja,
produktivitas, moral kelompok, hingga ke perubahan organisasi secara
menyeluruh. didalam organisasi, kekuasaan itu diakumulasi den dimanifestasikan
melalui perilaku
pribadi pemimpin,
misalnya melakukan pengawasan menejerial terhadap semua unit yang berada
dibawahnya.
7.3.
BEBERAPA SKEMA KLASIFIKASI KEKUASAAN
Yang dimaksudkan dengan skema klasifikasi kekuasaan
adalah skema yang menunjukan pengelompokan atau katagorisasi kekuasaan. didalam
kepustakaan ilmu sosiologi disebut tipe – tipe kewenangan dari kekuasaan, yang
terpusat pada : relevansi kekuasaan terhadap sifat dasar dan pengembangan pola
– pola wewenang dalam organisasi, daya guna dan kejelasan prilaklu organisasi,
dan beberapa temuan akhir tentang kekuasaan dalam kepustakaan organisasi
modern.
7.3.1. Tipe
Legitiminasi Kekuasaan dari Max Weber.
·
tipe kekuasaan
kharismatik, yang merujuk pada seseorang
yang memiliki charisma khusus untuk menarik perhatian para pengikut.
·
tipe kekuasaan
tradisional, yang merujuk pada suatu kekuasaan yang diperoleh secara turun –
temurun atau kekuasaan yang diwarisi.
·
tipe kekuasaan hokum
rasional, yang didasarkan pada peraturan yang bersistem.
7.3.2. Tipe Kekuasaan
Sosial dari French dan Raven
French dan Raven (1959) telah menetapkan lima jenis
kekuasaan yang mempengaruhi hubungan antarpribadi yaitu : kekuasaan memberikan ganjaran, kekuasaan memaksa,
kekuasaan karena keahlian, kekuasaan karena referensi atau relasi pribadi,
serta kekuasaan karena legitimasi.
7.3.3. Skema
Compliance-Involvement dari Etzioni
menurut konsep ini ada tiga kekuasaan dalam organisasi
yaitu : kekuasaan untuk
menggunakan kekerasan
atau paksaan, kekuasaan untuk mendatangkan keuntungan atau balas jasa, serta
kekuasaan yang didasarkan pada norma. Ada
tiga jenis kekuasaan yang mempengaruhi hubungan antara atasan dengan bawahan,
yakni : koersif alienative, remuneratife calculative, dan normative moral.
7.4.
BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN
Setiap organisasi mempunyai aturan yang mengatur hubungan
antara atasan dan bawahan yang dengan mata awam biasa dilihat pada gambar
struktur organisasi. Struktur
organisasai dapat menunjukan arus hubungan kerja antara setiap orang dalam
organisasi. namun masih ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan antara
atasan dan bawahan, yaitu ukuran organisasi, kompleksitas, jumlah jabatan,
rentang kendali pengawasan, dan teknologi.
7.5.
MODEL – MODEL KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
7.5.1. Pengantar
Studi
kepemimpinan sebenarnya berawal dari studi tentang kelompok, dinamika kelompok
– kelompok dalam studi sosiologi. studi tentang kepemimpinan berkembang pesat,
karena kepemimpinan berkaitan erat dengan dengan manusia itu dijadikan sebagai
objek formal studi, psikologi, administrasi, manajemen, komunikasi dan lain –
lain. pandangan beragam bidang ilmu kepada pemimpin itu sekaligus juga
menunjukan bahwa pemimpin dan kepemimpinan masih dianggap sebagai tema penting
dalam kehidupan kelompok manusia serta organisasi.
Gibb ( 1969 ) yang telah melakukan serangkaian studi
tentang kepemimpinan, khususnya tingkah laku kepemimpinan dalam organisasi–organisasi
yang memberikan beberapa pengertian pemimpin, antara lain :
a. pemimpin
adalah individu dalam sebuah unit kerja yang selalu harus memenuhi minat dan
harapan semua orang.
b. pemimpin
adalah orang terkemuka dalam organisasai yang merupakan pusat perhatian prilaku
para anggotanya.
c. pemimpin
adalah seseorang yang secara sosiometik paling disukai seluruh anggotanya.
d. seorang
pemimpin merupakan seseorang yang dilatih untuk mempengaruhi orang lain.
e. pemimpin
merupakan seorang ketua yang mengepalai.
7.5.2. Model – Model
Pendekatan Studi Kepemimpinan
1. Pendekatan Perangai.
Pendekatan
ini dimulai oleh Bird (1940) yang berasumsi bahwa pemimpin mempunyai perangai
yang lebih baik diatas rata–rata yang dimiliki anggotanya. Ada empat aspek yang
menonjol dari temuan Bird yaitu, cirri pemimpin ynag berkaitan dengan,
intelegensi, inisiatif, rasa humor dan keterbukaan.
2. Pendekatan Gaya
(Style)
Asumsi
pendekatan gaya (style approach) sederhana, siapa yang bisa memanfatkan perilaku secar fositif
maka dia dapat menjadi pemimpin yang sukses. perilaku sangat menentukan kepemimpinan.
studi klasik tentang kepemimpinan berdasarkan prilaku dan gaya telah dilakukan
oleh Lewin (1939), Lippet dan White. Dari percobaan yang telah dilakukan itu
ditemukan beberapa tipe kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan oktokratif, partisipatif/demokratif, dan laissez faire.
3. Pendekatan
Situasional
·
Model
Kontingensi-Fiedler
Berkeyakinan bahwa
setiap pemimpin dapat sukses karena dipengaruhi oleh tiga factor yaitu : jumlah
atau besarnya kekuasan dan pengaruh pemimpin dalam kelompok, struktur tugas,
dan berhubungan antarpribadi, antar pimpinan dengan kelompok.
·
Model Hersey dan
Blancard
Hersey dan blancard
mengajukan asumsi bahwa kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh orientasi
hubungannya dengan tugas dan manusia, sejauh mana pemimpin
mengkombinasikan perilakunya
pada situasi yang berhubungan dengan tugas dan manusia/anggota dalam suatu
dimensi waktu tertentu.
4. model hubungan
antara pemimpin dengan anggota
·
model Bormann, yaitu
dengan menghubungkan komunikasi dengan kelompok.
·
model fisher dan hawes,
hubungan berdasarkan katagori.
BAB 8
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
8.1.
PENGANTAR
Adalah kalaziman, kalau orang mengangap bahwa kewenangan
dan kewibawaan seseorang dalam sebuah organisasi sangat ditentukan oleh
kedudukan orang itu pada struktur dan hirarki dalam organisasi tersebut. kita
bisa mengatakan bahwa kedudukan dan kewenangan seseorang bersumber dari
struktur dan hirarki organisasi.
organisasai menetapkan (roles) kepada setiap orang yang
menjadi anggotanya, peran – peran itu kemudian dioprasionalisasikan kadalam
tugas (task) dan fungsi (function). opresionalisasi tugas dan fungsi yang
beranekaragam dan bertingkat – tingkat itu disesuaikan dengan jabatan yang
bersifat structural dan fungsionsal, skaligus menunjukan kedudukan (tinggi dan
rendah) serta
kewenangan ( besar dan kecil ) seseorang.
8.2.
APA ITU KOMUNIKASI
8.2.1. Pengertian
Komunikasi
Pengertian
yang paling sederhana tentang komunikasi selalu menawarkan makna, bahwa
komunikasi merupakan kagiatan komunikator dengan komunikan yang mempertukarkan
dan memberikan makna yang sama atau informasi untuk suatu tujuan tertentu,
melalui media, metode, teknik, atau cara–cara yang telah ditetapkan. definisi
ini menunjukan, proses komunikasi melipuiti beberapa unsur pokok, yang oleh
Aristoteles disebut, komunikator, komunikan, dan pesan.
8.2.2. Proses
Komunikasi
Karekteristik
komunikasi dapat dibedakan melalui: jumlah orang ynag terlibat, kedekatan fisik
antara komunikator dan komunikan, sifat umpan balik, peranan komunikasi, adaptasi
dan tujuan serta harapan.
Sekaligus menggambarkan
kedudukan organisasi komunikasi berada diantara komunikasi mengarah ke
antarpribadi dan kelompok kecil dengan komunikasi masa yng mengarah kepada
public. berdasarkan kedudukan itu maka komunikasi organisasi memiliki
karakteristik sangat relative. relative dalam jumlah anggota, kedekatan fisik,
sifat umpan balik pesan, peranan, proses adaptasi pesan, serta tujuan dan
harapan. relativisme tersebut mendorong kita untuk merencanakan suatu proses
komunikasi yang berstruktur, apalagi komunikasi itu berlangsung dalam konteks
organisasi.
·
menentukan sasaran /
komunikan.
·
menentukan komunikator.
·
menentukan pesan.
·
menentukan media.
·
menentukan konteks.
8.2.3. Prinsip
Pelaksanaan Komunikasi
ada beberapa prinsip pelaksanaan komunikasi dalam
organisasi, yaitu :
a. prinsip
keselarasan (compatible), bahwa komuniksasi selalu dilaksanakan selaras dengan
struktur dan hirarki organisasi maupun program – program organisasi.
b. prinsip
kesesuaian dengan kebutuhan (need)
sasaran, bahwa komunikasi diterapkan untuk menjawab masalah need anggota.
c. prinsip
pelaksanaan proses belajar mengajar, bahwa komunikasi organisasi diarahkan
untuk memeperoleh efektivitas.
8.2.4. Strategi
Komunikasi
Strategi
pelaksanaan komuniksai agar memperhatikah beberapa hal berikut :
a. konsolidasi,
yaitu memantapkan dan mengembangkan ketenagaan dan kelembagaan yang tangguh
yanmg mendukung kerja.
b. integrasi,
yaitu menggalang keterpaduan kerja baik intern maupun ekstern dengan lembaga
atau pihak lain yang potensial untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
proses komunikasi.
c. implementasi,
yaitu menerapkan metode dan teknik perencanaan proses komunikasi termasuk
penyedian sarana dan prasarana serta materi perencanaan.
8.2.5. Metode dan
Teknik Komunikasi
Metode,
tatkala kita menyebarluaskan informasi, kita memerlukan metode agar dapat mencapai sasaran
komunikasi. ada beberapa metode biasanya yang dipilih, yaitu : metode
penyampaian dan pemerolehan pesan ynag bersifat informative, membujuk, dan
instruktif.
teknik. salah satu teknik yang digunakan untuk mencapai
sasaran adalah informative dan terpusat, teknik yang digunakan adalah teknik
human relation dan dialogis. teknik ini bermanfaat agar anggota organisasi
dapat meningkatkan kemampuan mencipta dan mempertahankan interaksi, relasi dan
transaksi dengan komunikan.
8.3.
KOMUNIKASI FORMAL
Praktek komunikasi formal dalam organisasi dapat
dipandang sebagai proses peralihan informasi untuk memperoleh pengertian dan
pemaknaan bersama atas pesan.
8.3.1. Fungsi Jaringan
Komunikasi Formal
Kata
jaringan atau network mengacu pada konsep hubungan timbal balik, antara
karakteristik subsistem – subsistem (misalnya ukuran atau struktur) yang dalam
komunikasi (formal) biasa dikaitkan dengan perhitungan terhadap arus komuiksi
formal.
Max weber telah menggariskan sebuah rancangan untuk
memaksimalkan efektivitas dan efesiensi organisasi. lebih lanjut menurut
Selznick (1966) juga membuat catatan yang sama, menurutnya dalam setiap
organisasi formal, peranan komunikasi tidak saja menghubungkan subsistem
struktur dan hirarki melalui komunikasi formal, tetapi kadang – kadang melalui
agregasi atau kelompok informal.
8.3.2. Bentuk Jaringan
Komunikasi Formal
Bettinghaus (1968) menyabutkan paling tidak ada tiga
jaringan komunikasi formal, yaitu yang berdasarkan : arah yang dituju (vertical,
horizontal dan diagonal), sifat (tipe jaringan komunikasi disesuaikan dengan
tugas), keformalan (sifat formal).
a. komuniksai
vertical, bentuk jaringan
komunikasi vertical terdiri atas vertical dari atas kebawah.
b. komuniksai
horizontal (pola komuniksai ini dilakukan diantara para anggota yang berada
pada starata hirarki yang sama.
c. komunikasi
diagonal / silang ( dilakukan antara dua orang atau lebih yang berbeda strata
dan berbeda sumber struktur ).
8.3.3. Hambatan dan
Usaha Mengatasi Jaringan Komunikasi Formal
1. Hambatan
sebagai manusia yang melaksanakan proses komunikasi
melalui jaringan komuniksi formal dia selalu menghadapi hambatan–hambatan
tertentu. ada tiga factor pengahambat komuniksi formal, yaitu : hambatan fisik,
hambatan pribadi ( sosial dan psikologi ), dan hambatan semantic.
2. usaha mangatasi
hambatan jaringan komikasi formal
·
mengatasi hambatan
fisik (gunakan media sarana dan prasarana, yang mendekatkan jarak fisik
geografis, atau mengatasi ruang dan waktu agar mengurangi gangguan kelancaran
arus dan formal).
·
mengatsi hambatan
pribadi (gunakan alat bantu bagi komunikator yang cacat fidik agar dapat
mengirim dan menerima pesan dengan baik).
·
mengatasi hambatan
semantic (pemahaman terhadap konsep nonverbal, perencanaan pelatihan dan peningkatan
kemampuan yang dimiliki).
8.4.
KOMUNIKASI INFORMAL
8.4.1. Sifat Jaringan
Komunikasi Informal dalam Organisasi
Delbecq (1968) telah membuktikan bahwa perkembangan
organisasi informal telah melanda kehidupan masyarakat. tumbuhnya organisasi
informal atau juga kelompok informal yang memilih komunikasi dalam organisasi
formal sering sekali disebabkan karena hubungan – hubungan khusus yang bersifat
personal. jadi ada anggota yang memilih untuk lebih dekat dengan anggota lain
karena alasan – alasan emosional. Dia
menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi evolusi kelompok
ditempat kerja, misalnya : kedekatan, dan kesamaan atau daya tarik atas jenis
kegiatan, kesamaan minat dan nilai yang dipertukarkan, factor pelengkap profil,
dan karakteristik sosial, status sosial dan derajat sosial.
8.4.2. Fungsi Utama
Kelompok Informal Dalam Jaringan Komunikasi
1. Media Komunikasi
Informal
hubungan antar anggota dalam organisasi sebagian besar
berkaitan erat dengan tugas – tugas mereka. dalam banyak organisasi para
anggota diatur secara formal untuk berhubungan dengan anggota lain, namun ada
kemungkinan terjadi hubungan informal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan
mereka. media yang selalu digunakan adalah komunikasi lisan dan tertulis,
kadang – kadang juga menggunakan gambar dan pesan – pesan rahasia.
2. Benalu Komunikasi /
Grapevine.
ciri – ciri benalu komunikasi itu dapat dididentifikasi,
misalnya :
·
pemindahan informasi
berlangsung dengan cepat.
·
mempunyai tingkat
selektivitas yang tinggi.
·
operasi gossip
disebarkan pada wilayah tertentu, dimulai dari local.
·
isu gossip selalu
dihubungkan dengan keberadaan komunikasi formal meskipun tidak menyeluruh.
Ada
beberapa manfaat dari benalu komunikasi karena dia mempunyai fungsi :
a. dia
dapat menentukan dalam batas – batas tertentu.
b. benalu
dapat membuat para pekerja menilai dan membandingkan.
c. benalu
merupakan kutup pengaman yang baik.
d. benalu
dapat membantu mengubah persepsi seseorangterhadap orang lain.
e. informasi
benalu dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kelanjutan informasi.
8.4.3. Beberapa
Hambatan Jaringan Komunikasi Informal
Jaringan
komunikasi informal memang mempunyai pengaruh terhadap komunikasi formal yang
dilakukan oleh pemimpin organisasi. namun jaringan komuniksi informal itu tidak
dapat dihilangkan, karena dalam kondisi tertentu dia sangat membentu pimpinan
dalam pengambilan
keputusan.
8.5.
CATATAN PELENGKAP JARINGAN KOMUNIKASI FORMAL DAN INFORMAL
Menurut
Sykes ( 1958 ), setelah mempelajari keamanan maksimum dari para narapidana
dipenjara, dia menarik kesimpulan bahwa, komunikasi antara para anggota sudah
diatur berdasarkan aturan yang ketat,
namun ada norma–norma yng bersifat konformitas yang membedakan pola–pola
komuniksi berdasarkan jenis kejahatan yang dilakukan narapidana. dengan kata
lain meskipun ada aturan tetapi komuniksai formal berlangsung secara bervariasi
dari satu waktu ke waktu yang lain. kata dia, semakin besar respon anggota
terhadap kohesevitas maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya solidaritas
antaranggota karena terjadinya alur pertukaran informasi timbal balik.
BAB 10
PERUBAHAN BERENCANA ATAS ORGANISASI
10.1.
PENGANTAR
Bab 10 ini akan menerangkan beberapa tema tentang :
perubahan organisasi yang direncanakan secara sepontan, sifat – sifat
organisasi yang diubah berdasarkan perencanaan, penjelasan dan pengujian
beberapa stsategi perubahan berencana yang dapat diimplementasikan untuk
mencapai beberapa evektifitas organisasi, dan hubungan antara organisasi dengan
factor – factor lain serta dampaknya terhadap lingkungan dan perubahanm
internal organisasi.
10.2.
MAKNA AGEN PEMBAHARU DAN KLIEN DALAM KONTEKS PERUBAHAN
Salah satu bentuk ujian kepemimpinan adalah menciptakan
pembaharuan yang positif. oleh karena itu kata Maxwell (1995) mengubah pemimpin
= mengubah organisasai, namun kita tetepa menghadapi kesukaran karena para
pemimpin menolak perubahan sama seperti pengikutnya, akibatnya pemimpin yang
tidak berubah sama dengan organisasi yang tidak beru bah. setiap organisasai
ideal harus dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai keinginan untuk maju
dan berubah. dia, sang pemimpin bisa berfungsi menjadi agen pembaharu.
Berbagai
studi tentang organisasi menunjukan bahwa banyak organisasi yang merencanakan
perubahan internalnya secara matang selalu berakhir dengan kemajuan. salah satu
factor internal yang sering diubah adalah tujuan serta orientasi organisasi.
ada beberapa ahli organisasi yang disebut sebagai pelopor penelitian dan
pengembangan organisasai secara berencana, antara lain Lippit, Watson dan
Estley ( 1958 . mereka membahas beberapa pola perubahan berencana mulai dari
perubahan individu, kelompok kecil, dan komunitas.
Lippit dan kawan – kawan menemukan antara lain,
organisasi dapat diubah secara berencana malalui pendekatan psikologis. kata
mereka, para psikolog sering menjadikan individu sebagai inti kajian.
10.3.
KEMUNGKINAN PERUBAHAN BERENCANA DALAM ORGANISASI
Setiap organisasi mempunyai order atau tatanan untuk
mengatur hubungan timbale balik fungsional diantara beberapa unit kerja.
akibatnya, apabila ada beberapa perubahan yang terjadi dalam satu unit kerja
maka akan mempengaruhi unit kerja yang lain. bentuk – bentuk perunahan itui
adalah perubahan hirarki dan wewenang., peren individu dalam pekerjaan,
penataan kembali hubungan kerja melalui jaringan komunikasi formal, tampilan
jenis pekerjaan dan penciptaan kerja baru yang disebabkan oleh kehadiran
teknologi, pembaharuan gaji, pembaharuan jam kerja, peningkatan keuntungan,
penggantian manajer, kanaikan pangkat atu promosi dan lain – lain.
Para
agen perubaahan dapat menempuh beberapa cara perubahan berencana atas
organisasi dengan pendekatan human relation, yaitui :
a. kontak
tertutup atau kolaborasi dengan organisasi.
b. teknik
kolaborasi.
c. peningkatan
fropesionalisme karyawan.
d. proses
belajar dan mengajar mandiri.
e. pertolongan
kepada para pemimpin organisasi agar pemimpin dapat mengantisipasi akibat
perubahan yang cepat dan jangka panjang atas fungsi tertentu organisasi.
10.4.
POLA – POLA PERUBAHAN PERENCANAAN YANG SUKSES
Pelbagai penelitian tentang organisasi menunjukan bahwa
ada oerbedaan kesuksesan antara organisasi yang diubah secara berencana dengan
yang perubahannya tidak direncanakan terlebih dahulu. Greiner (1967). misalnya perubahan
telah meneliti 80 organisasi yang sukses setelah mengalami proses perubahan
yang direncanakan dengan saksama. beberapa kesimpulan yang diajukan greiner
antara lain, organisasi yang
berubah secara sukses merupakan organisasi yang :
a. para
manajemen puncaknya untuk mengikuti dengan saksama nasihat paar agen pembantu.
b. menerima
orang baru atau manajer baru.
c. mamanfaatkan
konsultan yang telah diangkat, kemudian ada yang ditugaskan untuk mencari,
menemukan serta menguji kembali praktek kerja organisasi pada masa lampau dan
membandingkannya dengan masa terakhir yang actual.
d. para
pemimpin telah malibatkan bawahan langsungnya dalam penerapan bentuk pengujian
yang disarankan konsultan organisasi.
e. memanfaatkan
keahlian konsultan,
f. pimpinan
puncaknya telah membuktikan kepada seluruh pimpinan unit kerjadan para bawahan
organisasi.
g. pimpinan
puncaknya berani mengambil suatu keputusan untuk menerapkan dengan cepat usulan
yang bermutu.
10.5.
TANTANGAN TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI
ada beberapa kesulitan untuk mengubah organisasi
birokrasi, antara lain :
1. organisasi
borokrasi seringkali menganggap setiap perubahan bisa mengancam keamanan kerja
dan meningkatkan kecemasan bagi banyak karyawan.
2. perubahan
seringkali membawa dampak pada perubahan relasi informasi antarpribadi dalam
kelompok kerja.
3. perunahan
seringkali juga meliputi perubahan permintaan terhadap kualifikasi karyawan
berdasarkan pendidikan serta keahlian dan keterampilan tertentu.
4. karena
sebagian besar karyawan tidak mengetahui perubahan yang terjadi maka kerapkali
karyawan tetap memepertahankan pekerjaan yang sudah ada.
5. perubahan
acapkali membuat seseorang kehilangan status dan kedudukan karena status itu
akan jatuh ketangan orang lain.
6. perubahan
seringkali mengakibatkan timbulnya kelompok informal yang berusaha
mempertahankan status dan kedudukan.
7. perubahan
seringkali mencemaskan para karyawan yang melaksanakan tugas pokok, sedangkan
para staf selalu menyerah pada akibat perubahan itu sendiri.
10.6.
PENDEKATAN FUNGSIONAL TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI SECARA BERENCANA.
10.6.1. Pendekatan
Individu Antarpribadi
Bobb Beihl, dalam bukunya increasing your
leadership confidence menyatakan dengan cara ini sebuah perubaahn bisa masuk
akal secara logis, tetapi masih menimbulkan kegelisahan dalam dimensi
psikologis. satiap orang membutuhkan satu relung hati, dan kalau relung itu
berubah setelah kita menjadi nyaman didalamnya, hal itu menyebabkan stress dan
rasa tidak aman. jadi sebelum memulai perubahan, kita harus mempertimbangkan
dimensi psikologisnya.
setiap kali perubahan akan datang, maka setiap orang
dalam organisasi akan bertanya : bagaimana perubahan itu akan mempengaruhi diri
saya ? biasanya ada tiga kelompok orang didalam organisasi yang bertanya
demikian, (1) mereka yang rugi kalau terjadi perubahan dalam organisasi, (2)
mereka yang neteral, (3) mereka yng mengalami keuntungan dari perubahan
organisasi. salah satu syarat untuk mendapat individu yang setuju terhadap
perubahan adalah melalui pendekatan individu dan hubungan pribadi.
10.6.2. Pendekatan
Sistem
dibanding dengan pendekatan individu maka pendekatan
sisitem merupakan bentuk pendekatan yang sangat realistis dan praktis. sasaran
perubahan bisa diartiakan untuk mengubah orientasi substantive organisasi.
misalnya, perubahan kompleksitas kerja setiap departemen, tingkat kekuasaan,
maupun definisi ulang atas setiap komplek peranan organisasi.
10.6.3. Pendekatan Lain
Banyak kalangan yang mengkritik bahwa gagasan perubahan
merupakan satu pendekatan yang bersifat klasik. Clark dan Ford (1970) kemudian mewakili
para pengkritik itu dan mengajukan konsep perubahan berencana atas organisasi.
1. T-groups
dan pelatihan sensitivitas
2. metode
kasus
3. permainan
peran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar