Kenaikan Denda Belum Ada Sosialisasi Secara Tertulis
Oleh: Nikodemus Niko dan Atem
Pembayaran
denda sebesar Rp.500/buku, dihitung secara perhari yang diberlakukan di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, menimbulkan banyak
pertanyaan dari mahasiswa. Bagaimana tidak? Dulu denda yang diberikan kepada
mahasiswa yang terlambat mengembalikan buku adalah Rp.200/buku. Kebijakan ini diajukan oleh pihak pengelola
perpustakaan kepada pembantu dekan dua Fisip Untan, hingga akhirnya mendapat
persetujuan dan diberlakukan denda tersebut.
“Karena kita
lihat dia menganggap kalau Rp.200 itu kan kecil, jadi dia mengembalikan itu
kadang-kadang tidak pernah tepat waktu, sehingga dilarutkan sampai dua bulan,
tiga bulan. Dengan kita coba, dengan Rp.500, ada suatu perubahan. Kadang-kadang
mereka dua minggu sudah kembalikan. Nah, kadang-kadang tepat waktu”, ungkap Junaidi
selaku kepala perpustakaan di Fisip Untan.
Uang
denda itu juga jelas kegunaannya yaitu digunakan untuk membeli kertas, membeli
tinta dan juga pembuatan kartu anggota perpustakaan. Penaikan denda ini diberlakukan
semata-mata agar pola pikir mahasiswa bisa berubah, mahasiswa tepat waktu dalam
mengembalikan buku. Hal itu diberlakukan tidak untuk merugikan mahasiswa, bukan
juga untuk mengejar uang. “kita juga memberi toleransi kepada mahasiswa,
misalnya dia denda anggaplah Rp.50.000, itu kita tawarkan dulu seberapa
mampunya dia, keikhlasan dia. Kita beri solusi 50% pengurangan, kalau dia masih
keberatan, silahkan berapa mampunya. Yang penting buku kembali”, tambah Junaidi
kemudian.
Kenaikan
denda itu sendiri diharapkan adanya suatu perubahan yang terjadi di
perpustakaan fakultas ini untuk memenuhi kebutuhan mahasiswanya. Dari data yang
ada, sebanyak 58 orang mahasiswa yang terlambat mengembalikan buku dalam
evaluasi tiga bulan terakhir ini.
Lilis (bukan
nama sebenarnya) adalah mahasiswa Fisip yang terlambat mengembalikan buku sudah
setahun lebih. Hal ini dikarenakan ia sempat putus kuliah satu tahun. “Saye tu
kena denda dua ratus lebeh, tapi di potong 50% jadi denda nya seratus lebeh”,
ungkap Lilis kepada miun.
Pembayaran
denda ini bisa di cicil oleh mahasiswa, bisa dua kali atau tiga kali bayar. “Kemaren
waktu saye bayar, uang panjar nye tu harus Rp.50.000, tadak boleh kurang dari
itu. Padahal saye dah tak ade duit agik waktu itu, saye mau bayar Rp.20.000,
tapi tak bise”, lontar Lilis kemudian.
Pembayaran
denda yang dinaik kan dari Rp.200 menjadi Rp.500/buku, itu belum ada
sosialisasi tertulis kepada mahasiswa. Radit (bukan nama sebenarnya) merupakan
satu diantara mahasiswa Fisip yang belum tahu ada kenaikan denda di
perpustakaan. “saya pernah kena denda terlambat mengembalikan 10 hari, waktu
itu ada dua buku yang saya pinjam denda nya Rp10.000 juga lah, saya tekejut kan.
Padahal saya perlu benar buku itu untuk ngerjakan tugas saya. Dah gitu uang pun
cuma sisa segitu di dompet, terpaksa lah dikeluarkan buat bayar denda”,
ungkapnya saat di wawancarai.
Beberapa
mahasiswa mengeluh dengan kenaikan pembayaran denda ini. “Di perpustakaan untan
jak punya saya kemarin terlambat kembalikan 9 hari, cuma bayar Rp.2.700, maka
nya saya heran waktu kembalikan buku di perpustakaan kampus kok sampai kena Rp10.000
gitu kan”, ungkap Radit lagi.
Kebijakan
perpustakaan fakultas tidak berpatokan pada kebijakan perpustakaan universitas.
Wajar saja jika denda yang di berlakukan di perpustakaan kampus berbeda dengan
yang ada di perpustakaan Untan.
Tidak semua
mahasiswa yang mengeluh dengan kenaikan ini, ada juga yang menyambut positif
kebijakan itu. “Menurut saya, denda Rp500 itu sudah standar kantong mahasiswa.
Bagus juga sih kalau di naikkan, kalau masih Rp200 mereka menganggapnya remeh”,
ungkap Arin mahasiswa angkatan 2011 dari prodi ilmu politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar