Air
bersih bersih di manang butuh dua mata pemerintah
Oleh: Nikodemus niko
Teriakan
dan sorak sorai anak berumur masih balita mewarnai suasana di RT Pejalu
Dusun Manang, Desa Cowet, Kecamatan Balai Batang Tarang, Kabupaten Sanggau,
Provinsi Kalimantan Barat. Anak-anak itu dengan riang gembiranya mandi dan
bermain-main di sungai yang terlihat tampak berwarna putih kekuningan. Air
sungai itu berkilau disinari terik mentari siang, minggu (5/8).
Di kampung
kecil ini hidup sekitar 122 orang, yang terdiri 34 Kepala Keluarga. Warga hidup
rukun dan saling membantu satu sama lain. Segala kegiatan yang berhubungan
dengan air hanya dilakukan warga di sungai, karena tidak ada sumber air lain
selain sungai. Seperti kegiatan mencuci, mandi dan sebagai nya, bahkan sungai
sudah di jadikan sebagai WC umum karena WC yang dibangun di kampung ini jauh
dari jangkauan warga sekitar, dan itu pun WC-nya Cuma satu saja.
Hal ini tentu
saja sangat berpengaruh bagi kesehatan masyarakat. Namun masyarakat enggan memperdulikan
hal itu, yang terpenting adalah air sungai tetap ada walau musim kemarau dan
kebersihannya juga masih tetap terjaga dan alami.
Memang, sungai
yang bermuara di sungai kapuas itu masih tampak terlihat jernih sehingga
masyarakat juga memasak air untuk diminum dari air sungai ini. Walaupun sungai
yang disebut warga sekitar dengan sebutan “Pin’t Pan’t” itu sudah dijadikan WC
umum, namun warga tetap menjaga kebersihan sungai sehingga airnya masih terlihat
bersih, meski tidak sebening air gunung.
Sejak tujuh
tahun lalu, tepatnya pada tahun 2005 pemerintah desa mulai menyalurkan bantuan
kepada masyarakat di RT pejalu berupa pipa peralon dari dana ADD. Dengan
bergotong royong warga menyambungkan pipa peralon itu sampai di kampung mereka
dan mulai menikmati air bersih yang dialirkan dari bukit segila’k. Namun kekurangan
pipa peralon membuat aliran air itu tidak berjalan normal, bahkan sering di
bongkar oleh masyarakat karena kesal. “pipa air bersih memang sudah ada tetapi
keseringan macet, jadi kita di RT pejalu
ini sering tidak dapat air bersih”, ungkap Jaban (50) mantan ketua umat di RT
pejalu, saat berbincang-bincang.
Pipa peralon
saat ini sudah terpasang kembali tetapi tidak sampai di ujung kampung. Kampung
dalam di RT pejalu ini hanya terdapat satu tunggul peralon saja yang
terpasang. Masyarakat masih tetap
bersyukur walau tengah malam harus turun untuk mengangkut air bersih, itu pun
harus menunggu 1-2 jam untuk menunggu dirigen penuh. Tetapi terkadang pula air
ledeng tidak mengalir sama sekali. Seperti beberapa minggu di akhir bulan
agustus ini, warga mengaku biasanya sampai satu atau dua minggu air tidak
mengalir bahkan juga berbulan-bulan “disini air ledeng biasanya sampai
berbulan-bulan tidak ngalir. Mau musim kemarau, tidak kemaraupun sama saja”,
ujar Adel (44), salah seorang dari warga pejalu.
Sebulan
terakhir ini masyarakat agak sedikit terganggu dengan adanya program yang
disebut warga setempat sebagai ‘pengerukan sungai’. Masyarakat memang menyambut
positif kegiatan yang sudah dimulai lebih dari sebulan yang lalu itu. Karena
dikatakan mencegah pendangkalan sungai.
Kegiatan ini
memang sudah mendapat perijinan dari pemerintah setempat, seperti bupati, camat
dan pejabat desa. Setelah itu barulah kemudian dilakukan sosialisasi oleh pihak
terkait kepada warga. Sebelum kegiatan ini dimulai dilakukan ritual adat
setempat yang menandakan kegiatan akan dimulai.
Dalam
sosialisasi nya dikatakan bahwa tidak ada biaya ganti rugi kepada masyarakat
yang lahannya akan digusur. Masyarakat yang bermata pencaharian pokok sebagai
petani, yaitu ladang dan karet, hanya bisa gigit jari saat dua eksapator
menumbangkan karet mereka yang letaknya berada dipinggir sungai. Disahuti suara
singso menggonggong yang seolah memotong sumber penghidupan masyarakat.
Dengan adanya program Normalisasi Sungai yang
saat ini sedang dalam pengerjaan oleh CV. Setia Pembangunan, yang melewati
jalur sungai dimana masyarakat menjalankan semua aktivitas itu, seolah
merenggut ‘keperawanan sungai’ yang dahulu dijaga dan dirawat masyarakat.
Proyek yang ditangani dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat itu
menelan anggaran biaya Rp.1,2 M, dengan areal yang dikerjakan sepanjang 21 km.
Kegiatan yang
dikatakan bermanfaat untuk mengurangi kebanjiran itu justru membuat masyarakat
kehilangan sumber air, dengan menyulap air sungai yang bersih menjadi keruh dan
tidak layak untuk digunakan lagi. Kemana lagi masyarakat harus mencari sumber
mata air? “apalagi sekarang sudah ada pengerukan sungai disini, terpaksa lah
kita mandi dan nyuci di air yang keruh”, imbuh Jaban kembali.
Warga terpaksa
memanfaatkan air sungai yang keruh untuk dimasak dikala air ledeng tidak
mengalir. Sebelum ada air ledeng yang dialirkan di kampung ini, masyarakat
sudah sejak lama menggunakan air sungai untuk dimasak. “kami sekeluarga saja
sudah minum air sungai. Meskipun keruh, ya mau gimana lagi. Daripada kita tidak
minum air”, tutur cuncen (54), tokoh masyarakat di RT pejalu. Ia juga mengaku
bahwa tidak hanya keluarga mereka saja yang sudah memasak air keruh untuk
diminum, tetapi masih banyak warga yang lainnya.
Semboyan warga
papua yang mengatakan “sekarang sumber air sudekat”, yang artinya adalah sumber
air sudah dekat. Semboyan itu perlu direvisi untuk warga di RT pejalu menjadi
“sekarang sumber air sudah dekat, namun keruh bak air susu”, sungguh miris
sekali didengar.
Berbagai upaya
sudah dilakukan oleh pihak dusun, kepala dusun mengatakan kalau pengajuan pipa
peralon untuk air bersih di RT Pejalu sudah ia lakukan. “kita sudah mengajukan
pipa peralon ke pihak desa melalui musyawarah rencana bangunan desa
(musrenbangdes), tetapi jika pengajuan itu dilakukan pada tahun 2012,
realisasinya pada tahun 2013. Jadi, kita harus menunggu satu tahun. Itupun
kalau dana anggarannya cukup”, ungkap Viktorianus Semadi (31), kepala dusun Manang.
Masyarakat
sangat mengharapkan air bersih bisa mengalir lancar, karena tidak mungkin warga
bisa mengembalikan kejernihan sungai seperti dulu lagi. “masyarakat sangat
ingin, air bersih berjalan lancar”, tutur Jaban.
Sampai saat ini
belum ada tindakan serius yang dilakukan pihak desa. Saat di komfirmasi pada
pihak desa, masyarakat harus menunggu satu tahun lagi untuk mewujudkan air bersih
itu berjalan lancar. Itupun kalau dana anggaran dari desa mencukupi untuk
memenuhi permintaan masyarakat di RT pejalu. “akan tetap di pikirkan mengenai
air bersih itu dari dana ADD tahun 2013 mendatang. Kita juga berpatokan dengan
anggaran, kalau sudah ada anggaran, apapun pekerjaan bisa kita lakukan”, ungkap
Fransikus Akong, sekretaris desa cowet saat ditemui di kantor desa (9/8).
Jika berbicara
mengenai anggaran, ADD (Anggaran Dana Desa) berasal dari dana APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah). Pusat dari dana tersebut adalah APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara). “fungsi APBN adalah mensejahterakan rakyat
dengan memenuhi hak-hak dasar rakyat yang tersebar di berbagai daerah”, dikutip
dari pidato Marzuki Alie, ketua MPR-RI pada saat pembukaan persidangan I
penyampaian R-APBN tahun sidang 2012-2013. Lalu yang menjadi pertanyaan nya
adalah, sudah sejahtera kah rakyat yang berada di pelosok-pelosok daerah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar