Aku bingung harus
memulai cerita ini dari mana. Mungkin dari keinginan ku malam itu, hingga aku
beranikan diri untuk ceritakan semuanya pada bapak.
“Pak,
niko sangat ingin mendaftar beasiswa lagi, untuk S2.” Begitu kira-kira kata
yang berani aku ucapkan di ujung telepon.
“Sudahlah,
kerja saja dulu.” Bapak hanya menanggapi begitu saja. Apakah ini berarti bapak
tidak setuju jika aku mendaftar beasiswa, mungkin saja begitu. Ah, sudahlah
lupakan beasiswa itu. Aku hanya ingin bekerja setelah lulus kuliah S1 ini. Aku tidak
ingin menyusahkan bapak dan ibu, aku tidak ingin menjadi beban pikiran mereka. Aku
semakin semangat menyelesaikan studi ku, ingin segera mewujudkan apa yang orang
tuaku inginkan. Yah, aku tahu mereka punya keinginan agar aku menjadi seorang
guru, pendidik anak bangsa. Aku tidak ingin menjadi seorang guru, meski aku tahu
tugas guru itu sungguh mulia. Saat itu aku punya keinginan untuk bekerja di
salah satu perusahaan tambang yang ada di daerah ku. Bapak dan ibu pasti setuju
akan hal itu.
Tiga bulan berlalu penuh mimpi, entahlah, yang aku
rasakan waktu sangat cepat berlalu. Penuh cerita. Suka duka seorang mahasiswa
tingkat akhir. Aku yakin tidak hanya aku sendiri yang merasakannya. Tetapi,
terbersit dalam benakku untuk kembali melirik dan ingin mencari informasi
beasiswa LPDP itu, iya, beasiswa sejak lama aku ingin mendaftar. Mencari informasi
sebanyak mungkin, itu yang aku lakukan. Oh, God, aku tidak memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP). Bukan persoalan umur, tetapi pada saat semua orang sibuk
membuat e-KTP aku sedang sibuk dengan aktifitas kampus. Pasal lain pula, KTP
lama ku sudah tidak berlaku lagi. Ah, penyesalan selalu datang terlambat. Saat itu
pula aku berencana pulang kampung keesokan hari nya, untuk beberapa hari
membuat e-KTP.
Sebulan setelah proses perekaman e-KTP tidak serta merta
jadi dalam waktu singkat. Karena cetak
e-KTP harus dari pusat. Sebulan ini buyar, aku lelah, aku menyerah untuk bisa
mendapatkan beasiswa itu, karena kartu identitas merupakan syarat utama. Tetapi,
setelah itu, aku tiba-tiba berpikir bagaimana jika membuat surat identitas
sementara dari kecamatan. Aku nekat untuk pulang ke kampung, bicara pada bagian
administrasi kantor camat Batang Tarang. Tidak lama prosesnya, beberapa jam
menunggu, surat keterangan itu sudah jadi.
Mengumpulkan berkas-berkas pendaftaran, bukan butuh waktu
singkat terus langsung jadi, tidak. Ah, mungkin ini yang namanya nekat. Aku ingin
mencicipi pendidikan di jenjang yang lebih tinggi, meski aku tahu saat itu aku
masih berada dalam isi kelambu, dalam tidurku, bermimpi. Aku ini hanya anak
seorang petani kecil yang hidup miskin di daerah pedalaman. Daerah yang tidak
ada listrik, tidak ada air, tidak ada sinyal hp. Ah, mungkin kalian tidak dapat
membayangkan tempat dimana aku lahir dan dibesarkan. Meski menjadi anak seorang
petani miskin, aku masih boleh bermimpi setinggi bintang di angkasa. Toh, mimpi
itu bisa saja terwujud dengan niat tulus dan kerja keras.
Dengan persyaratan seadanya, aku nekat mengirimkan berkas
itu ke LPDP untuk mengikuti seleksi awal, seleksi administrasi. Minta tolong Echa,
temanku, untuk mengantarkan aku ke kantor pos. Mungkin ini gila, mungkin ini
cukup bodoh. Aku sudah tau jika akhirnya tidak akan masuk seleksi karena
persyaratan dasar masih ada yang tidak lengkap yaitu KTP, yang aku lampirkan
waktu hanya surat keterangan dari camat, KK dan akta lahir sebagai syarat
identitas diri.
Sekitar tiga minggu berlalu, hari-hari hanya aku lewatkan
dengan menyelesaikan skripsi. Hampir terlupakan bahwa aku pernah mengirimkan
berkas untuk mendaftar beasiswa. Hingga pada waktu yang telah ditentukan aku
harus maju sidang, untuk mendapatkan gelar akademik. Ah, hari itu akhirnya tiba
juga. 15 September 2014, hari itu kampung ku melahirkan seorang Sarjana. Iya,
satu-satunya sarjana sepanjang sejarah. Aku menangis tertahan, aku tak karuan
menahan malu di depan keempat dosenku kala itu. Oh, Tuhan, terima kasih atas
hari indah ini. Empat tahun, aku mengarungi studi ini, penuh suka, penuh duka.
Aku seperti nya terlalu bahagia, mungkin. Banyak hal yang
aku lupakan, termasuk pengumuman beasiswa LPDP tahap administrasi. Saat aku
buka email, pengumuman itu sudah mendekam dua hari yang lalu. Jika itu makanan,
mungkin sudah basi. Aku ragu, takut untuk membuka atachment file yang
terlampir, tapi apapun itu aku harus membuka nya. Memulai menelusuri nama demi
nama. Puji Tuhan, nama ku tercantum disana, sekaligus undangan untuk tahap
wawancara dan LGD di Jakarta. What? Jakarta? Aku harus dapat uang dari mana
untuk menjangkau kota sejauh itu? Sempat terpikir bahwa aku tidak akan mungkin
datang dalam tahap wawancara itu. Awalnya aku tak ingin memberitahu bapak dan
ibu, takut jika mereka tidak setuju lagi. Dan aku juga pasti sudah tahu, jika
mereka tidak mungkin memiliki uang banyak untuk membiayai ku berangkat ke
jakarta. Tapi apa pun respon mereka, aku harus beritahu. Mereka harus tahu hal
ini. Tidak lama setelah itu, aku dikirimkan uang untuk berangkat ke Jakarta,
kota yang katanya kejam itu.
Malam itu saat bapak dan ibu menceritakan semua nya,
hingga aku tak sanggup lagi membendung air mata ini. Mereka menjual sebidang
tanah untuk aku berangkat ke Jakarta, agar aku bisa meraih cita. Tiada kata
yang bisa aku ucapkan selain isak tangis ini, mereka rela mengorbankan sebidang
tanah itu, sementara aku tahu, kami hanya orang kampung yang miskin, tiada
harta benda. Dan saat pengumuman beasiswa, namaku tercantum disana. Aku lolos
seleksi untuk melanjutkan studi di Universitas Padjajaran Bandung. Puji Syukur
ku untuk Tuhan, ini kado untuk kedua orang tua ku, yang sudah banyak berkorban
untuk ku. Bahkan hingga detik ini. Terima kasih ayah, terima kasih ibu, semua
ini karena doa kalian, dalam setiap denyut nadi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar