Mengawali cerita
dalam tulisan ini, aku kini mengetahui bahwa ‘Cinta adalah menyadari dengan
susah payah ada sesuatu yang nyata selain diri sendiri’.
Maret 2014
Aku malu pada diriku sendiri, aku tidak PD dengan
diriku sendiri, aku tidak mungkin berdamai dengan keadaan. Begitu banyak
hal berkecamuk dalam pikiranku, saat-saat seperti ini hanya aku dan air mata
ini yang senantiasa menghibur. Ingat pada orang tua nun jauh di kampung
halaman. Entahlah! Mungkin aku teramat sangat merindukan mereka, atau aku
merindukan hangatnya dekapan mereka. Esok aku akan mengikuti pemilihan
‘Mahasiswa Berprestasi’ di kampusku, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Tidak bersemangat dalam ajang ini, karena aku sudah pasti tidak akan lolos.
Banyak orang pintar di kampus ini, sudah barang tentu mereka yang akan
memenangkan kompetisi ini, terlebih mereka memiliki kondisi ekonomi yang
mendukung sehingga tidak susah bagi mereka untuk belajar. Lain hal nya dengan
aku, yang hanya seorang anak petani miskin dari pelosok kampung, untuk
memikirkan makan untuk esok hari saja sangat sulit di prediksi.
Mimpi bagi aku
untuk bisa menang dalam persaingan ketat ini. Saat ini aku kuliah dengan
beasiswa, yah, mungkin ini suatu kebanggan tersendiri buat aku. Walau aku
terlahir dari latar belakang keluarga petani miskin, aku masih dapat bersyukur
untuk mencicipi bangku perguruan tinggi, yang sangat bernilai tinggi, dan
berharga tinggi. Hingga aku tersadar untuk bangkit dari perasaan cengeng yang
terkadang membuat aku terpuruk. Bersaing secara fair, siapa pun kamu, apa pun
latar belakang keluarga mu, aku akan tetap berdiri disini.
Entahlah, apa
yang terjadi saat itu. Yang pasti, semangatku sampai pada titik power, kalah
atau menang adalah hal nomor dua, yang terpenting sudah memberikan yang
terbaik, untuk diri sendiri. Makalah yang aku sajikan saat itu hanya seputaran
kehidupan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di kabupaten sanggau,
tempatku. Memang sebagian besar masyarakatnya masih hidup dalam garis
kemiskinan. Mungkin aku masih dalam rindangnya kelambu malam yang membawaku ke
alam mimpi, hingga nama aku di panggil sebagai Mahasiswa Berprestasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Aku senang, melebihi batas, namun aku pendam
sendiri kebagiaan itu.
Juni 2014
Aku kini
menyandang seorang Mawapres dari salah satu Fakultas yang ada di Universitas
Tanjungpura Pontianak, kini aku harus berusaha keras lagi. Satu hal yang aku
tanamkan dalam diri aku, kalah atau menang adalah hal nomor dua yang terpenting
adalah memberikan yang terbaik untuk diri sendiri. Detik-detik menegangkan
karena aku adalah urutan keenam dalam presentasi. Bukan hal mudah untuk
meyakinkan hasil riset kita (seorang mahasiswa S1) kepada para Profesor dan
Doktor, meski di anggap lebih karena dari 3.000 lebih mahasiswa di Fakultas, aku
lah yang kini mewakili nya.
Waktu mengalir
indah, tidak ada yang aku harap lebih dari semua itu. Namun, sebuah kepercayaan
ku bahwa janji Tuhan itu pasti, aku dapat meraih 5 besar dari 9 peserta (9
Fakultas). Ini niscaya bagiku, ini bagai mimpi yang tidak pernah aku mimpikan
sebelumnya. Seorang anak petani miskin sepertiku, tercatat sebagai 5 besar
mahasiswa berprestasi di universitas ternama di Kalimantan Barat. Ini
kebanggaan yang luar biasa, ibarat kata yang tak mungkin dapat terucap.
Begitulah yang aku rasakan, aku belum bisa berkata apa-apa kala itu. Setidaknya
mimpi itu pernah hadir dalam duniaku, meski mimpi itu tidak pernah aku
mimpikan, namun kini telah tergoreskan. Ibu, Bapak, tiada kata selain cinta
yang aku persembahkan untuk kalian. Aku bisa, aku bersemangat, semua karena ibu
dan bapak yang tidak pernah letih mencintai aku.
Finalis Mahasiswa Berprestasi Universitas Tanjungpura |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar