Flash Fiction
Oleh: Nico Ajah
Tahun 2010
Hidupku, hidup kami, tidak pernah
jauh dari kemakmuran. Namun, aku senantiasa dipenuhi rasa bahagia walau bukan
dengan materi yang berlimpah. 4 tahun lalu, saat mengawali studi ku dengan
beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu, aku menangis saat
aku lolos seleksi tanpa ujian masuk di universitas ternama di Kalimantan Barat
ini. Kebanggaan, namun aku tidak pernah menunjukkan hal itu kepada siapa pun.
Aku masih mengingat perjuangan
ayahku waktu 4 setengah tahun yang lalu. Saat ia mengetahui informasi beasiswa
bidik misi yang ditawarkan untuk keluarga miskin. Iya, saat itu pula aku tahu
bahwa ayah tidak tidur semalaman untuk bisa melengkapi persyaratan yang dibutuhkan
saat mendaftar di beasiswa itu. Kartu keluarga (KK) kami tidak punya, Akte
lahir aku tidak punya, KTP ibu, dan bahkan KTP ayah juga tidak ada. Lalu mau
daftar pakai apa? Sementara waktu hanya tinggal beberapa minggu lagi terakhir
pengumpulan berkas.
Aku letih, lemah. “Sudahlah Yah,
aku tidak kuliah saja. Lagian untuk bisa masuk universitas negeri itu sangat
susah. Kalau aku mendaftar juga tidak akan diterima. Lagian kan persyaratan
yang diminta itu kita tidak punya”, aku ingat kata itu yang aku ucapkan pada Ayah
saat kami menoreh di kebun karet. Tidak ada tanggapan dari ayah, ia hanya
berekspresi datar. Entahlah apa yang ada dalam benaknya kala itu. Demikian pula
ibu, ia sangat ingin aku bisa mendaftar beasiswa walau kecil kesempatan untuk
diterima.
Entahlah aku harus bercerita awalnya
dari mana, waktu itu ayah mendatangi kantor desa yang letaknya sekitar setengah
jam perjalanan dengan berjalan kaki. Ia meminta bantuan Sekdes untuk membuat
KTP, KK serta akte lahir. Semua pasti tidak hanya dengan omongan semata,
melainkan harus keluarkan uang muka untuk mengurus semua itu. Biaya pembuatan
KTP untuk aku, ayah dan ibu masing-masing 40 ribu, pembuatan KK 60 ribu, serta
pembuatan akte 120 ribu, namun sebelumnya harus mengurus akta nikah yang
harganya 120 ribu. Jika ditotalkan sekitar 400-an ribu. Harus dapat uang
darimana? Sementara penghasilan menoreh karet hanya cukup untuk kebutuhan
sehari-hari.
Ayah adalah sosok orang yang
nekat yang pernah aku kenal. Ia gigih dan bersikeras agar bisa mendapatkan semua
itu, agar aku tetap bisa mengenyam pendidikan. Sebenarnya dokumen-dokumen itu
harus dimiliki setiap warga negara, tapi tidak menutup kenyataan bahwa masih
banyak warga negara yang tidak memiliki dokumen-dokumen seperti itu karena
keterbatasan ekonomi, tidak mampu membayar karena terlalu mahal, tidak
terkecuali keluarga kami. Ayah, engkau pejuang tangguh yang pernah aku kenal di
dunia ini, tanpa mengeluh, ikhlas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar