*Nikodemus Niko
*Universitas Padjajaran
nicoeman7@gmail.com
disampaikan pada 4th Scientific Meeting 2015, PPBU DIKTI Nasional dengan tema: "Membangun Karakter Dosen untuk Kemajuan Pendidikan Tinggi di Indonesia".
Menjadi seorang dosen merupakan sebuah tugas dan amanah mulia
yang dititipkan kepada tidak banyak orang sebagai generasi muda di Indonesia. Bukan
perkara mudah untuk menjadi pendidik yang secara sungguh-sungguh
mendidik—membangun karakter anak didiknya. Seorang dosen tidak kalah berat
tugasnya, sama seperti seorang guru yang pada dasarnya memiliki fungsi yang
sama: mendidik. Hanya saja yang menjadi pembeda antara guru dan dosen, seorang
guru tidak terlalu dituntut untuk melakukan suatu penelitian atau suatu
publikasi ilmiah, sedangkan seorang dosen dituntut untuk itu sebagai suatu
kontribusi pengabdian kepada masyarakat dan bangsa.
Sebuah penelitian yang merupakan wujud nyata pengabdian
kepada masyarakat tidak akan pernah terlepas dari peran dan fungsi masyarakat
itu sendiri sebagai aktor yang meneliti dan diteliti. Sebagai aktor yang
meneliti, seorang dosen harus memiliki wawasan luas tentang apa yang hendak
diteliti untuk kemajuan masyarakatnya—sesuai dengan kebutuhan pada masyarakat
saat ini. Karena amat disayangkan jika ada penelitian dosen yang kemudian tidak
diterapkan dalam aspek kehidupan masyarakat.
Pendidikan minimal untuk menjadi seorang dosen saat ini
adalah berpendidikan jenjang magister atau strata-2 (S2). Untuk mencapai
pendidikan tersebut bukanlah dengan waktu yang sedikit dan tentu dengan biaya
yang tidak sedikit pula. Apabila dikalkulasikan masa pendidikan hingga
pendidikan S2 yaitu; Taman Kanak-kanak (TK) selama 1 tahun, Sekolah Dasar (SD)
selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3 tahun, Sekolah Menengah
Atas (SMA) selama 3 tahun, pendidikan S1 selama 4 tahun, dan pendidikan S2
selama 2 tahun.
Selama kurang lebih 19 tahun masa pendidikan untuk bisa
sampai ke jenjang S2. Selama masa pendidikan tersebut tentu menggunakan biaya
yang tidak sedikit. Dalam hal ini kurang lebih 50% biaya pendidikan yang
dikeluarkan hingga jenjang S2 merupakan subsidi negara, dalam artian negara
menanggung sebagian atau lebih biaya pendidikan yang diperoleh mulai dari TK
hingga jenjang S2. Nah, sumber pendapatan negara itu berasal dari rakyat. Oleh
sebab itu sudah sepantasnya kita mengembalikan ilmu yang kita peroleh itu
kepada rakyat, dengan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Hal ini sejalan dengan tiga pilar perguruan tinggi.
“Bila gajah mati meninggalkan gading, maka bila seorang
dosen mati meninggalkan karyanya”, peribahasa lama ini saya ubah sedikit
kata-katanya untuk mencocokkan dengan situasi dosen di Indonesia saat ini.
Kesadaran seorang dosen untuk menerbitkan karyanya masih sangat minim,
bagaimana bisa meninggalkan karya bila sudah mati kelak? Menurut laporan dari
Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI), bahwa masih kurang
dari 50% dosen di Indonesia yang
menerbitkan buku (dalam ‘seminar penulisan buku bagi dosen muda’ di Yogyakarta,
2015).
Minat, kesadaran dan gairah dari seorang dosen untuk
menulis dan mempublikasikan karyanya masih tergolong minim, padahal seorang
dosen dituntut untuk mempublikasikan hasil tulisan dalam bentuk buku atau
jurnal, baik di jurnal perguruan tinggi, jurnal nasional bahkan hingga ke
jurnal yang bertaraf internasional. Untuk bisa memenuhi kewajiban publikasi
tersebut seorang dosen tentu harus melakukan penelitian (research) yang bermanfaat dan berkelanjutan guna untuk pembangunan
berbagai aspek di Indonesia.
Pada beberapa fakta, penelitian dosen (oknum dosen) hanya
merupakan sebuah proyek yang diselesaikan untuk reward tertentu, bukan berdasarkan pada kebutuhan dan pengabdian
untuk masyarakat umum. Sehingga tidak heran jika banyak sekali penelitian dosen
yang dikerjakan dan dipublikasikan namun tidak ada efek apa pun terhadap suatu
masyarakat tertentu. Penelitian seperti ini saya istilahkan dengan ‘penelitian latah’ yang hanya menumpang
nama pada label tertentu. Sehingga untuk menyelesaikan penelitiannya pun banyak
mahasiswa-nya yang menjadi korban.
Arti dari penelitian dan pengabdian dosen itu sendiri
merupakan sebuah bentuk nyata peduli dan abdi dosen kepada rakyat banyak,
sehingga penelitiannya diharapkan bermanfaat dan membantu untuk membangun
kehidupan masyarakat. Penelitian dosen bukan hanya sekedar menumpang nama
(label) dalam penelitian tertentu saja, namun lebih mengutamakan kualitas dan
ke-bermanfaat-an untuk masyarakat luas. Sehingga peran untuk mempublikasikan
hasil riset dan peran dalam pengabdian masyarakat dapat seimbang, tidak berat
sebelah. Karena akan percuma jika seorang dosen hanya menitikberatkan perannya
pada publikasi ilmiah saja, namun mengabaikan perannya dalam pengabdian
masyarakat, begitu pula sebaliknya. Manfaat lainnya yaitu seorang dosen
terlatih untuk menulis dengan baik (berkualitas), sehingga bukan perkara sulit
untuk masuk ke dalam publikasi yang bertaraf internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar