Foto saat Erupsi Gunung Merapi (koleksi pribadi penulis) |
Tulisan di Persimpangan Jalan (koleksi penulis) |
Tidak
seperti biasanya, saya kalau nge-trip kemana-mana pasti naik Trans-Jogja.
Berbeda dengan trip kali ini, saya ingin menjelajah Gunung Merapi. Tapi kali
ini saya tidak pergi sendirian, melainkan berkelompok, bersama mahasiswa/i dari
berbagai kampus di Indonesia—kebetulan kami bertemu dalam short course di
Universitas Negeri Yogyakarta.
Awalnya
nge-trip ke Merapi merupakan rencana iseng yang kami diskusikan kala
ngumpul-ngumpul malam. Tidak ada perencanaan matang sama sekali, bahkan tidak
ada diantara kami yang pernah ke Merapi. Hal ini tentu akan menyulitkan kami
dalam mencari arah jalan bukan? Ah, bukan masalah besar sebenarnya. Hingga kami
benar-benar ‘nekad’ berkelana kesana.
Pagi-pagi
sekali, kami masih berencana untuk pergi ke Merapi. Belum ada kepastian untuk
berangkat, langkah pertama yang kami lakukan adalah sewa motor. Sewa motor di
Jogja sekitar Rp.25.000, per-12 jam atau dengan kata lain setengah hari. Sebelum
menjelajah yang akan memacu adrenaline tinggi, kami mengisi bensin di SPBU
sekitar Rp.25.000, jadi patungan satu buah motor impas, karena satu motor
berdua. Jadi untuk motor Rp.50.000, dibagi berdua.
Dengan
berbekalkan GPS kami menjelajah jalan kaliurang menuju kawasan Merapi. Sekitar
satu jam setengah di perjalanan, kami tiba di pintu gerbang kawasan wisata
kaliurang. Kami harus membayar Rp.3.000, per-orang dan seribu untuk biaya
parkir motor. Setelah memasuki kawasan wisata, sangat banyak sekali tempat yang
patut dikunjungi, seperi air terjun, taman bermain, bahkan pasar ramai yang
padat pengunjung. Tapi tujuan utama kami adalah Merapi, sehingga kami harus
mutar-mutar untuk mencari jalan menuju kawasan merapi.
Sekitar
setengah jam berputar-putar tidak menemukan jalan, akhirnya kami tiba di pintu
gerbang utama lagi. Kemudian kami bertanya pada penjaga tiket, ternyata kami
salah arah. Di Jogja sangat kental dengan arah Selatan, Barat, Utara, Timur,
sehingga cukup sulit bagi kami untuk menemukan jalan yang mana yang kearah
selatan atau timur. Sekitar sepuluh menit menempuh perjalanan, kami akhirnya
menemukan gerbang ke ‘Merapi Lava Tour’—kawasan gunung merapi. Ah, dulunya saat
aku kecil hanya menonton film Mak Lampir yang bertajuk ‘Misteri Gunung Merapi’
dan kini aku menginjakkan kaki di kawasan gunung merapi yang bukan lagi
misteri, melainkan tempat wisata.
Tiket Masuk Kawasan Wisata Kaliurang (koleksi penulis) |
Karcis Parkir Motor (koleksi penulis) |
Tiket Masuk Kawasan Wisata Merapi Lava Tour (koleksi penulis) |
Cukup
dengan membayar Rp.3.000, per-orang (lagi), kami menuju kawasan tersebut.
Semakin menanjak dan jalannya berbukit, semakin dingin pula tubuh terasa,
padahal di tengah siang bolong yang seharusnya panas membara. Tidak jauh kami
melihat keramaian padat pengunjung, yang adalah parkir akhir untuk kendaraan.
Kami harus membayar (lagi) untuk parkir sebesar Rp.2.000, per-motor.
Setelah
memarkirkan motor, banyak kami yang berburu toilet. Ternyata tidak jauh dari
area parkir motor. Untuk BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil) harus
membayar Rp.2.000, dan jika ingin mandi membayar Rp.5.000. Tidak jauh pula, ada
masjid dan teman-teman kami yang muslim langsung melaksanakan shalat dzuhur.
Sebelum
mendaki, kami mencicipi kuliner merapi terlebih dahulu. Untuk harganya
bervariasi, di atas Rp.10.000, per-porsi pasti sudah kenyang dan siap nge-track. Eitzzz, jangan lupa coba-in
sensasi kopi merapi, atau kopi jahe merapi, sekedar menghangatkan badan.
Harganya Rp.6.000, saja per-gelas-nya. Boleh juga dijadikan oleh-oleh lho, ada
dijual bubuk kopi jahe, harganya Cuma Rp.35.000, per-toples. Murah meriah guys.
Mendaki
setelah makan sebetulnya bukan hal yang enak, rasanya semakin malas. Kebiasaan
setelah makan biasanya tidur, bukan mendaki. Track kami harus melalui 1,5 KM
untuk mencapai tempat tujuan, sebelumnya kami harus mampir di rumah mendiang
Mbah Marijan—juru kunci gunung merapi.
Di
rumah Mbah Marijan sudah sangat ramai pengunjung yang datang. Mungkin kami
pengunjung ke sekian. Terdapat dapur, dan ruang tengah rumah yang masih
terlihat sisa-sisa abu vulkanik disana. Juga terdapat pendopo kecil dimana Mbah
Marijan ditemukan meninggal dalam keadaan bersujud. Dibelakang pendopo besar,
terdapat kandang kuda dimana kuda milik Mbah Marijan juga ikut terbujur dan
kini sisa tulang belulangnya.
Rumah Mendiang Mbah Marijan-disini Mbah Marijan ditemukan bersujud (koleksi penulis) |
Rumah Mendiang Mbah Marijan-Bagian Dapur (koleksi pribadi penulis) |
Setelah
dari rumah mendiang Mbah Marijan, kami melanjutkan wisata kami mengunjungi
berbagai tempat menarik yang ada disana. Salah satunya kawasan dimana terdapat
Batu Tumpeng. Disana sudah banyak pengunjung yang hendak berfoto-foto, dan juga
banyak yang nge-track dengan mobil jeep
dan motor trail di area erupsi gunung
merapi.
Kawasan Batu Tumpeng (koleksi pribadi penulis) |
(koleksi pribadi penulis) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar