Oleh: Nikodemus Niko
Perbatasan Jagoi Babang Sebagai
Beranda Negara
Perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Wilayah
perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) umumnya jauh dari
jangkauan modal sehingga kondisinya tertinggal dalam berbagai hal dibandingkan
wilayah lain. Keadaan ekonomi yang tertinggal di wilayah perbatasan bukanlah
situasi yang sangat khusus, karena keadaan serupa dapat ditemui di daerah lain yang
bukan perbatasan. Namun wilayah perbatasan mempunyai arti penting tersendiri.
Kita tentu sering mendengar pendapat berbagai kalangan tentang arti penting tersebut, sehingga berkonsekuensi diperlukannya prioritas pembangunan daerah perbatasan. Kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan berkaitan dengan keadaulatan dan nasionalisme suatu bangsa.
Kita tentu sering mendengar pendapat berbagai kalangan tentang arti penting tersebut, sehingga berkonsekuensi diperlukannya prioritas pembangunan daerah perbatasan. Kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan berkaitan dengan keadaulatan dan nasionalisme suatu bangsa.
Bukti Nasionalisme Warga Perbatasan Jagoi Babang |
Setiap daerah perbatasan adalah
“serambi” suatu negara, begitu pula dengan daerah perbatasan Jagoi Babang,
Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Jagoi Babang merupakan satu diantara 5
kabupaten yang berbatasan darat dengan Malaysia. Sehingga daerah ini harus
dikondisikan sebaik mungkin, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur dan
ekonomi. Namun kenyataannya daerah perbatasan belum mendapat perhatian secara
proporsional. Kondisi ini terbukti dari masih banyaknya wilayah perbatasan yang
terisolir dan tertinggal, masih banyaknya penduduk miskin yang bermukim di
daerah perbatasan Jagoi Babang. keterbelakangan ini masih membelenggu
masyarakat perbatasan sehingga memicu terjadinya masalah sosial termasuk
masalah pendidikan. Data yang penulis
peroleh dari kantor kecamatan yaitu sebanyak 1.537 Jiwa penduduk miskin yang
bermukim di Perbatasan Jagoi Babang.
Aktivitas Ekonomi Masyarakat Perbatasan Jagoi Babang
Kesenjangan
sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan Indonesia dengan masyarakat negara
tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan cukup
berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Tidak
jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit barang-barang
ilegal asal Malaysia yang diselundupkan dari perbatasan Jagoi Babang. Banyaknya
gudang penampung gula ilegal asal malaysia yang berdiri kokoh di garis batas
negara ini membuktikan rendahnya tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan
membuat aktivitas perekonomian masyarakat Jagoi Babang berorientasi pada negara
Malaysia.
Jika dilihat dari
aspek sosial budaya, arus globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi begitu pesat di daerah perbatasan ini. Dengan adanya teknologi
informasi dan komunikasi dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing
ke dalam kehidupan masyarakat perbatasan di Jagoi Babang. Masyarakat daerah
perbatasan ini cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan
intensitas hubungan lebih besar. Hal ini tentu dapat merusak ketahanan nasional
serta mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Hal menarik dan
unik yang penulis temukan pada saat berada diantara masyarakat Jagoi, mereka
memiliki slogan yaitu “Walaupun Hidup Di Batas Kami tetap Cinta INDONESIA”.
Ternyata adanya pengaruh budaya asing tidak dapat mengikis rasa Nasionalisme
masyarakat yang ada di daerah perbatasan. Seperti yang diungkapkan Pak Jimau
(45) “Cari makan boleh di Malaysia, asal
kan bisa pulang ke Indonesia,” Tuturnya. Pria penduduk asli ini juga
mengaku setiap hari bolak balik dari Indonesia ke Malaysia untuk mengais
rejeki. Memang menggiurkan, penghasilan sekali narik ojek saja bisa mencapai
RM50-RM200 per-hari, jika di rupiahkan mencapai Rp740.000, per-hari.
Tidak bisa
dipungkiri, semua produk sembako yang dijual di Perbatasan Jagoi Babang bermerk
Malaysia. Bahan pokok rumah tangga ini mereka beli langsung ke negara malaysia
dengan alasan lebih murah dari barang dari Indonesia. Penggunaan mata uang pun
tidak hanya Rupiah (Rp) saja tetapi juga menggunakan Ringgit Malaysia (RM).
Masyarakat lebih suka berbelanja menggunakan Ringgit dibandingkan Rupiah, “Kalau Ringgit ni nilai tukar ke Rupiah cukup
tinggi, maka nya masyarakat sini lebih suka pakai Ringgit.” Ungkap Ibu Ela
(34) salah seorang pemilik usaha warung. Ibu Ela yang dulunya adalah seorang
guru honorer memilih untuk membuka usaha warung dan meninggalkan profesinya
sebagai guru. Alasannya adalah guru honor di daerah perbatasan gajinya sangat
kecil, “bahkan untuk makan sehari-hari saja harus mencari usaha sampingan,”
lanjutnya kemudian.
Potensi Ekonomi Kreatif di Perbatasan Jagoi Babang
Kelompok
masyarakat yang tinggal di Perbatasan Jagoi Babang Indonesia dan Malaysia
(Sarawak) masih dalam kategori tingkat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat
yang bermukim di Jagoi Babang ini juga merupakan masyarakat adat yang masih
menjunjung tinggi nilai budaya adat istiadat—adat Dayak—dimana kelompok
masyarakat terdiri atas kelompok Dayak Bekatik dan Dayak Bidayuh. Salah satu kerajinan
tangan turun temurun khas Masyarakat Jagoi adalah Bidai.
Bidai terbuat dari bahan baku dasar rotan dan
kulit kayu yang serba alami dianyam dan dibentuk sedemikian rupa sehingga
menarik. Semula bidai ini hanya digunakan untuk menjemur padi, keperluan
upacara adat dan digunakan untuk alas rumah.
Namun seiring
perkembangan jaman, Bidai kini menjadi barang mahal dan terkenal di Malaysia.
Hal ini karena masyarakat Jagoi Babang menjual Bidai-nya di Serikin, Malaysia.
Kenapa dijual di Malaysia? Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita. “Paling banyak dijual di luar negeri. Mereka
suka beli banyak-banyak. Kalau di indonesia, paling kalau ada yang pesan.
Padahal, kalo dah nyampe malaysia, nanti di impor lagi ke Indonesia.”
Ungkap Mateus (31) pengrajin bidai asal Jagoi. Sungguh disayangkan peminat Bidai
di Indonesia sangat sedikit.
Masyarakat Jagoi Babang
yang bekerja sebagai pengrajin juga memiliki kreativitas dan inovasi dalam
mengolah limbah. Proses perautan rotan dalam pembuatan bidai ini menghasilkan
limbah rotan dengan jumlah yang tidak sedikit. Para pengrajin pun rupanya mampu
mengolah sisa-sisa rotan tersebut dan menghasilkan suatu kreasi yang memiliki
nilai jual cukup tinggi. Kerajinan tangan dari limbah rotan pun memiliki
peminat yang tidak kalah banyak dengan kerajinan tangan lainnya. beberapa jenis
barang yang dihasilkan dari limbah rotan menjadi barang yang dapat menghasilkan
pendapatan, antara lain: Gelang tangan, takin hias, vas bunga, dan keranjang.Bidai yang sudah siap untuk dipasarkan di Serikin (Malaysia) |
Penulis saat diajarkan menganyam Bidai |
Potensi kerajinan Bidai sangat tinggi untuk
dikembangkan sebagai suatu kerajinan kreatif, harganya di pasaran juga cukup
bervariatif tergantung ukuran mulai dari RM50 hingga RM350 atau mencapai harga
diatas satu juta rupiah. Namun sayangnya hasil karya anak bangsa ini harus
menjadi barang impor dengan merek ‘Made in Malaysia’. Oleh sebab itu, perlu
adanya upaya pemerintah agar kerajinan masyarakat Jagoi Babang ini dapat
dikembangkan menjadi ekonomi kreatif yang bernilai jual tinggi baik di tingkat
Nasional maupun Internasional. Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh
masyarakat setempat yaitu sebagai pendongkrak perekonomian mereka yang
notabenenya adalah masyarakat kurang mampu (miskin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar