Oleh: Nikodemus Niko
Sore itu kondisi jalan Ahmad Yani terlihat ramai dan sedikit terjadi
kemacetan. Namun, jalan menjadi agak sepi ketika aku memasuki jalan Sutoyo,
Pontianak (14/1). Kali ini aku ikut bersama seseorang yang sedang mengurus
pembuatan SIM (Surat Izin Mengemudi). Namun, sedikit berbeda dari yang lain. Ia
mengurus SIM bukan di tempat pelayanan SIM, melainkan di tempat jasa latihan
mengemudi mobil.
Surat Izin Mengemudi (SIM)
adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang
yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani,
memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor.
Namun, banyak di antara masyarakat yang membuat SIM menggunakan jasa calo
dengan alasan mudah dan tidak ribet. “kalau ngurus di kapolres tu bertele-tele,
mendingan disini cepat jadi, gak praktek segala, gak ribet, santai lagi”, papar
dudung (nama samaran) salah seorang pengguna jasa calo dalam pembuatan SIM.
Itulah budaya orang indonesia, ingin nya
yang siap saji saja. Prosesnya sangat mudah cukup dengan menyerahkan foto copy
KTP saja, dalam waktu sekejap SIM bisa langsung jadi. “setelah menyerahkan foto
copy KTP, langsung ke kantor pelayanan SIM untuk proses sidik jari dan foto,
prosesnya tidak sampai satu hari”, ungkap dudung kemudian. Secara administratif
memang mereka sudah memenuhi syarat sesuai yang tertuang dalam Pasal 81 (3)
UU NO. 22 TAHUN 2009, yang mana syarat
administratif meliputi: identitas diri berupa kartu tanda penduduk
(ktp), pengisian formulir permohonan, rumusan sidik jari.
Namun, yang menjadi permasalahan krusial adalah soal uang. Para calo
sering menekan harga saat proses tawar menawar berlangsung. Pemohon SIM harus
mengeluarkan kantong sebesar Rp.250.000 untuk mendapatkan kartu jitu penangkal
razia ini. “ya, itu dia yang jadi permasalahan, cukup mahal”, ujar dudung lagi.
hal berbeda diungkapkan mutasim yang membuat SIM dengan mengikuti proses yang
berlaku, “aku dulu bikin SIM Rp. 130.000, aku ikut test”, ungkapnya. Jika kita
bandingkan antara pembuatan SIM dengan jasa calo dan murni lulus test perbedaan
nya cukup jauh.
Persyaratan pemohon SIM
perseorangan berdasarkan Pasal 81 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 22 Tahun
2009
- Usia
- 17 tahun untuk SIM C dan D
- 17 tahun untuk SIM A
- 20 tahun untuk SIM B1
- 21 tahun untuk SIM B2
- Administratif
- memiliki Kartu Tanda Penduduk
- mengisi formulir permohonan
- rumusan sidik jari
- Kesehatan
- sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter
- sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis
- Lulus ujian
- ujian teori
- ujian praktek dan/atau
- ujian ketrampilan melalui simulator
Akhir-akhir ini calo SIM memang sudah jarang terdengar lagi, dengan
adanya tindakan tegas dari pihak kepolisian. Namun, hal itu tidak membuat para
calo merasa takut. Sayang nya penulis tidak mendapatkan data dari calo SIM ini,
ia tidak memberi tahu saat di mintai keterangan.
Perjalanan ku kali ini tidak terhenti sampai disitu saja, aku rela
menahan lapar setelah pulang kuliah, demi untuk mendapatkan informasi yang
membuat ku penasaran. “STOP Pungli di dalam ruangan ini”, kalimat ini yang pertama kali aku dapatkan di
depan kator pelayanan SIM. Pungli nya gak boleh dalam ruangan, tapi kalau di
luar ruangan oke dong, pak!!!
Aku tidak dapat meminta keterangan dari pihak terkait karena pada saat
itu aku tidak membawa kartu Pers. Aku hanya duduk saja di luar sambil
memperhatikan sekeliling ku. di samping ku, duduk seorang bapak-bapak tua yang
aku perkirakan sudah berumur 50-an tahun.
“bikin SIM juga, Pak?”, tanya ku membuka pembicaraan.
“tidak”, ia menjawab sambil tertawa. Aku juga jadi ikutan tertawa kecil.
“kira-kira masih ada ndak sih pak, orang yang buat SIM pakai jasa calo?”,
aku berkata pelan, seolah sedang berbisik.
“ya, masih lah. Pembuatan SIM tu teori jak yang kate nye tak bisa nembak,
kenyataan nye banyak yang buat SIM pakai calo, paling lah die ngeluarkan duet
200, 300 ribu. Merampot yak bilang tak bise”, ujar bapak-bapak yang aku ketahui
bernama panggilan pak aji.
Setelah itu, pak aji beranjak dari tempat duduk nya. Hati aku masih
merasa belum puas dengan keterangan dari salah seorang warga Pontianak itu. Di
sudut waktu yang berbeda, aku mendapatkan dua orang yang sedang bercakap-cakap
setelah keluar dari tempat pelayanan SIM. Aku sempat menguping pembicaraan
mereka, “saya sudah dari jam 9 pagi disini, sekarang sudah jam 1, urusan nya
belum selesai juga. Padahal saya sudah bayar Rp.350.000”, ujar salah seorang di
antara mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar