Pak presiden yang mulia, perkenankan saya memperkenalkan
diri saya. Nama saya Florentina, saya seorang anak berumur 7 tahun saat ini
sedang duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Saya bersekolah di SDN Nomor
21 Munguk Tawak, sebuah sekolah negeri yang terdapat di pedalaman pedesaan
Kalimantan Barat. Setiap pagi saya pergi ke sekolah berjalan kaki dengan
teman-teman saya di kampung, tidak seperti mereka yang bersekolah di perkotaan,
yang biasa diantar oleh orang tuanya menggunakan mobil atau motor. Orang tua
saya sudah berangkat ke sawah ketika saya pergi ke sekolah.
Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara, kakak saya
seorang laki-laki. Ibu dan bapak saya sangat mencintai kami tanpa
membeda-bedakan; saya beruntung memiliki mereka di dunia ini. Meski keluarga
kami miskin, tetapi penuh cinta dan kasih diantara kami. Saya bahagia hadir di
tengah-tengah keluarga saya, dan bangga menjadi satu diantara anak Indonesia.
Meski setiap pulang sekolah saya harus ikut dengan orang tua saya ke sawah,
saya tetap membawa buku untuk belajar karena saya ingin menggapai cita-cita
saya.
Pak presiden yang mulia, setiap tahun angka kemiskinan
anak di di Indonesia semakin meningkat dan salah satu anak tersebut adalah
saya. Di kampung saya setidaknya terdapat ratusan anak yang bernasib sama
dengan saya. Sebagai akibat banyak yang menikah di usia dini, dan mereka
melahirkan anak di usia kanak-kanak. Namun para wakil rakyat di gedung megah
Senayan sana memperdebatkan gaji dan tunjangan, serta meminta fasilitas liburan
jalan-jalan ke luar negeri. Para istri pejabat negeri ini pamer foto liburan
mereka. Dan itu terjadi saat dimana masih terdapat jutaan anak Indonesia hidup
miskin di daerah-daerah pelosok, saat ribuan anak miskin di perkotaan mengemis
berjuang untuk menyambung hidup.
Pak presiden yang mulia, setiap hari hutan-hutan di
Kalimantan di babat habis, kayu-kayu di tebang kemudian di bakar untuk
dijadikan lahan sawit oleh perusahaan. Babi hutan, rusa, kijang, kelalawar,
burung-burung, dan semua hewan yang bermukim di hutan entah akan tinggal
dimana. Perlahan-lahan mereka akan mati dan punah karena tidak memiliki tempat
tinggal. Kampung kami sering banjir, beberapa bulan lalu kampung kami banjir
dan rumah-rumah mengapung di atas genangan air. Tidak ada bantuan yang datang
dari pihak pemerintah; kami tidak mencarinya, karena memang sudah biasa dengan
keadaan banjir seperti ini. Bukan salah orang tua saya, karena kami berladang
hanya membuka lahan untuk menanam padi agar keluarga kami dapat bertahan hidup.
Pak presiden yang mulia, dari tahun ke tahun banyak
anak-anak Indonesia yang menjadi korban kejahatan, entah itu kejahatan jalanan,
kejahatan akibat kemiskinan dan dilacurkan, kejahatan seksual atau kejahatan
yang terjadi dalam keluarga mereka sendiri. Hak-hak kami sungguh terabaikan.
Ketika di saat bersamaan terjadi kasus korupsi, penyelewengan kekuasaan oleh
para pejabat di berbagai daerah.
pak presiden yang mulia, tumpuan dan harapan kami;
anak-anak Indonesia, terkhusus kami yang hidup di pedalaman Kalimantan. Segala
permasalahan negeri ini ada pada pundakmu, ibarat sebuah kapal engkaulah
nahkoda nya dan kami penumpang yang termasuk dalam kelas ekonomi paling akhir.
Oleh karenanya suara kami tidak pernah terdengar, karena kami tidak memiliki
akses, kami tidak memiliki daya untuk mengadu. Saya mewakili anak-anak miskin
di pedalaman Kalimantan ingin menyampaikan bahwa kami juga ingin hidup layak;
bersekolah layak, memiliki seragam sekolah layak, sama seperti mereka yang
hidup di kota. Bukankah setiap anak memiliki hak untuk hidup layak dan
mendapatkan pendidikan layak?
Pak presiden yang mulia, saya menulis surat ini karena
ingin mengingatkan bahwa kami sebagai anak Indonesia memiliki hak yang sama dan
setara, tidak ada pembedaan antara yang kaya dan yang miskin, antara yang di
kota dan yang di kampung. Kami berhak untuk menikmati udara segar di
hutan-hutan kami di saat kami besar nanti, kami berhak untuk menangkap ikan di
sungai-sungai kami nantinya. Beri kami hak untuk hidup aman di negeri ini, beri
kami hak untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, beri kami hak untuk hidup
layak di negeri ini bukan hidup miskin. Beri kami pendidikan tinggi agar mampu
keluar dari belenggu kebodohan dan kemiskinan. Hal itu adalah impian dan
angan-angan kami semua.
Florentina (7 Tahun) |
Florentina
adalah adik kandung saya yang saat ini masih duduk di bangku sekolah dasar di
desa saya. Ketika saya pulang ke kampung halaman, hal-hal yang ditanyakan
kepada saya menggugah hati saya untuk menulis surat di atas. Apa yang adik saya
rasakan dan khawatirkan adalah mewakili anak-anak di pedalaman Kalimantan yang
masih hidup dalam belenggu kemiskinan, tidak bisa bersekolah, mereka bekerja di
usia muda, menikah di usia dini, dan segala macam permasalahan yang mereka
hadapi.
Penulis: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi Pascasarjana Universitas
Padjajaran Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar