Oleh: Nikodemus Nico
Malam kian
terhanyut dalam kelambu rembulan yang menyapaku melalui angin lembut. Membasuh
keheningan, Menyentuh kesepian dengan tulus. Bayangan masa silam kini terlintas
indah dalam benakku, menghanyutkan ku dalam kenangan itu. Ku tatap rembulan
yang tersipu dengan wajah sendu. Aku ingin sejenak lena hingga ku terlelap
dalam serpihan kenangan yang membuatku tak ingat akan tidurku yang telah larut.
Raut senyumnya,
kini kembali berhias dalam benakku. Sosok cal’m
yang tak asing lagi bagi fikiranku, sejenak menghiasi memory pikiranku. Iya,
dia yang dulu selalu hadir dalam setiap denyut nadiku. Sesaat aku terhenyak
dalam buaian indah, bak dalam taman sorga. Aku takut kehilangan saat-saat
dimana aku tak dapat lagi melihat senyum itu. Menangis, ya hanya itu yang bisa
aku lakukan.
Semuanya
bermula dari perkenalan melalui facebook, semenjak itu aku sering sms-an dan
berbagi cerita dengannya. “Jeyek”, begitu aku memanggilnya dengan penuh sayang.
Dia adalah sosok yang selalu aku rindukan kala malam mulai menyapaku. Mata sayunya
yang membuat aku terus ingin melihat senyumnya. Wajah mungilnya yang memaksa
aku terus memikirkannya. Dan suaranya yang sering membuatku menangis kala ku
mengingatnya.
Aku masih ingat
betul 8 Juli 2013 aku bertemu dengannya didepan sebuah masjid, dan kini waktu
kian berlalu, perkenalan ku dengannya bukan semakin akrab, justru semakin
saling menjauh. Hal itu bukan yang kuinginkan, meski yang kuingin dia selalu
menjadi tempatku bersandar, berbagi perhatian, saling memberi semangat, sebagai
tanda kami saling membutuhkan. Tapi, semua jauh dari hal yang kuinginkan.
Inilah sebuah kenyataan.
Aku mulai rindu, sudah lama aku tak bertemu dengannya, bahkan aku mulai gelisah saat-saat smsnya tak kunjung menghampiri inbox handphoneku. Ada apa dengannya? Kenapa dia semakin menjauh dariku? Apa yang sebenarnya yang terjadi padaku, aku mulai menggantungkan keceriaanku padanya.
Malam ini aku
sedang bersedih di sebuah kamar di salah satu penginapan di pulau Bali. Dia tiba-tiba
sms kalau aku melupakan hari bahagianya. Iya, hari ini dia ulang tahun. “Happy
Birthday Jeyek sayang”, kukirim sms itu untuknya. Aku ingin memberinya sebuah
kado tapi aku merasa semua itu sangat tidak spesial lagi. Semakin lama rasa ini semakin membukit, rasa
ini sungguh sulit untuk diungkapkan, aku hanya tidak ingin jika jawaban dari
pernyataan hati ku ini adalah CINTA. Aku takut... aku takut bila Jatuh Cinta
padanya.
Aku tak ingin
ucapkan hal itu, sungguh rasa ini belum cukup ku tampung dalam hati yang kini
dipenuhi rasa takut, takut untuk kehilangan. Tapi, apapun yang terjadi aku tak
bisa menahan perasaan itu sendirian, aku ingin dia tahu apa yang membuatku
selalu perih. “Jeyek, semenjak pertemuan kita pertama kali, aku merasa ada yang
aneh mengusik pikiranku. Aku menyukai mu, mungkin ini cinta, tapi........” kata
itu akhirnya aku send dalam sebuah
pesan singkat untuknya.
“Sebenarnya aku
juga rasakan hal yang sama. Tetapi, aku merasa belum yakin dengan diriku
sendiri,” jawaban sms itu membawa sebongkah harapan buatku. “Jadi, Jeyek juga
mencintaiku? Aku mengira kalau cintaku bertepuk sebelah tangan,” kata demi kata
dari lubuk hatiku tertuang dalam sebuah kalimat singkat yang penuh makna. “Tapi
aku belum siap untuk itu, aku takut mengecewakanmu suatu hari nanti. Maafkan
aku.” Adrenalinku berpacu sangat kencang, sungguh ini sms yang telah
meruntuhkan gunung harapanku. Selama ini aku yakin dia juga menyayangiku, dan
aku yakin bahwa aku dan dia pasti bisa bersama nantinya, tapi semuanya harus
terkubur, aku tersadar bila memang cintaku bertepuk sebelah tangan.
Airmata ku
mengalir kian deras, membasahi seluruh wajahku, membasuh keheningan malam, dan
batin ku pun ikut meratap.”Oh Tuhan, cobaan apa ini? Mengapa Engkau harus
mempertemukan ku dengan dia, bila hanya luka jiwa yang akan terukir. Apakah
dengan cara ini Engkau mengajari ku untuk bersabar, mengapa aku selalu sulit
mendapatkan cinta yang ku inginkan, aku sangat menyayanginya, sangat mencintainya,
tapi mengapa jurang antara kami sangat menjulang begitu tinggi, tunjukkan aku
jalan terbaik-Mu.”
Entah mengapa
waktu seakan mengijinkan aku dan dia untuk terus bersama. Setelah itu lah, aku
sadar apa yang harus aku lakukan. Memang menghindar bukan jalan yang terbaik,
tapi aku harus pandai memposisikan diri, agar perasaan ini tidak terlalu
mendalam untuknya. Sejujurnya aku memang tak sanggup untuk memendam rasa
sendiri, tapi aku harus lakukan itu. Banyak yang menyukai ku tapi tiada satupun
yang bisa ku terima, hanya karna demi menghargai perasaanku yang memang masih
untuknya. Tapi. Apakah ini adil bagi ku, bila aku harus menutup diri dari
orang-orang yang mengajak ku untuk serius? Sedangkan yang ku jalani sekarang
juga tidak jelas arahnya. Hanya waktu yang bisa menjawab semua ini.
Dear Curahan Hati: Malam yang kian larut ini
aku masih termangu disini, sendirian, tanpa siapapun, mengingat segalanya malam
ini. Malam yang membawa rindu itu, malam yang tak bisa aku lupakan. Saat itulah
bayangan wajahmu menerobos pintu hati ini. Aku hanya terdiam, aku tak bisa
berbuat apapun, karena aku memang masih merasakan getar itu, cinta yang dulu
untuk mu. Aku rasa ini mimpi, aku tak percaya ku bisa temui dirimu, tapi ini
nyata, dirimu yang kini di hadapan ku, dirimu yang dulu aku cintai, dirimu yang
dulu aku sayangi. Aku tak berani tuk menatap mata itu, aku tak berani tuk
memandang wajah itu, aku tak kuat menahan degup rasa yang tak ku mengerti itu.
Aku menyayangi mu, dan tetap sayang kamu hingga saat ini. Kini ku hanya ingin
menangis, bersama kisah cinta yang telah berakhir dipenghujung mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar