Oleh: Nikodemus Niko
Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Tanjung Pura, Pontianak.
Isu perbatasan tidak akan pernah terlepaskan dari isu
pendidikan. minimnya perhatian pemerintah pusat dan daerah mengakibarkan
berbagai permasalahan menjadi menumpuk hingga saat ini. Rendahnya komitmen
pemerintah untuk membangun SDM menjadi kelemahan utama dalam menangani wilayah
perbatasan.
Kalbar merupakan satu diantara propinsi yang berbatasan
langsung melalui jalur darat dengan negara Jiran (Malaysia). Ada 5 kabupaten
dan sekitar 19 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia.
Antara lain: kabupaten Sambas (Kecamatan Paloh, Telok Keramat, Galing,
Sejangkung, dan Sajingan Besar), Kabupaten Bengkayang (Kecamatan Seluas, Ledo
dan Sanggau Ledo), Kabupaten Sanggau (Kecamatan Entikong, Sekayam, Beduai dan
Kembayan), Kabupaten Sintang (Kecamatan Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah),
Kabupaten Kapuas Hulu (Kecamatan Puring Kencana, Badau, Empanang, Batang Lupar
dan Embaloh Hulu). Penduduk setempat sudah terbiasa melakukan perjalanan keluar
masuk ke wilayah Sarawak meski hanya melalui jalan tikus dengan kiri-kanan
hutan belantara.
Pada level lokal, permasalahan yang dihadapi oleh
daerah perbatasan adalah berupa keterisolasian, keterbelakangan, kemiskinan,
mahalnya harga barang dan jasa, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan
publik (infrastruktur), rendahnya kualitas SDM pada umumnya, dan penyebaran
penduduk yang tidak merata.
Dari beberapa hal tersebut yang perlu menjadi sorotan di
wilayah perbatasan adalah kondisi pendidikan yang rendah. Secara teoritik
pendidikan merupakan wahana yang paling ampuh untuk mengangkat derajat manusia
dari keterbelakangan. Kondisi ini dapat terlihat dengan meningkatnya jumlah
anak putus sekolah di wilayah perbatasan, mulai dari tingkat dasar hingga
tingkat menengah atas. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
masih besarnya angka kemiskinan di wilayah perbatasan. Pendidikan yang mahal
tak dapat kita pungkiri. Walaupun ada peraturan resmi pemerintah yang
membebaskan siswa dari pembayaran uang sekolah, namun dalam kenyataannya mereka
tetap saja dikenakan berbagai biaya dari pihak sekolah. Sehingga makin banyak
orangtua yang tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Salah satu isi dari rancangan
RPJM 2010-2014, adalah Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
Namun, pada kenyataan di lapangan tidak seperti yang tertulis.